0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 47

 

Bab 47-1

Dering nyaring ponsel Nana tertera nama om Bram di layar. Bagai ditarik kembali dalam sadarnya Nana langsung mendorong Arif yang tadi saling mencumbu dengannya. Arif hanya menundukkan pandangannya.

"Pulang... " ucap Nana singkat lalu membuka pintu.

Arif hanya mengangguk, pikirannya masih belum tenang. Tapi ia tak mau membuat Nana menunggu lama, segera di susulnya dan diantar pulang sebelum khilaf lagi.

Kembali tak ada pembicaraan di antara keduanya. Hening, saling mendiamkan. Sampai di rumah pun Arif langsung menurunkan Nana, tidak menyalimi pak Janto atau om Bram yang duduk di depan. Linglung. Nana juga langsung masuk kamar, mengabaikan Alif yang memamerkan wafer yang ia terima dari tante Yuni.

Astaghfirullah... Batin Arif yang terus beristighfar sepanjang jalan.

Astaghfirullah.... Aku lupa diri... Batin Nana penuh sesal.

●●●

Aji dan Alice duduk diruang tamu dengan cemas. Alice tampak sangat ketakutan, Aji pun begitu. Tapi yang paling mereka takutkan saat ini bukan soal Broto yang akan memukul atau menampar mereka, namun Siwi. Mamanya yang sudah rela minggat bersama demi mengawasi dan menjaga agar Alice aman tapi malah kecolongan begini.

Apa yang akan di lakukan Broto nantinya pada Siwi? Apa yang akan di lakukan eyang juga nantinya? Apalagi sekarang Broto dan Siwi tengah saling memperbaiki hubungan kembali. Tak kuat hati betul bila Alice harus merusak semuanya.

Tapi bila diberi pilihan untuk hamil atau menggugurkan kandungannya tentu Alice tetap kekeh dengan pilihannya untuk hamil. Apa lagi ia masih optimis bila Joe akan bertanggung jawab nantinya.

"Apa kita cari dulu aja mas? Baru nanti bilang ke papa kalo aku hamil, gimana?" saran Alice yang masih saja ingin mengulur waktu.

"Gak!! Terakhir kamu nekat jadi bunting. Ga usah aneh-aneh! Jujur dulu biar nanti di bantu! " tolak Aji dengan tegas.

Sayup terdengar suara gerbang yang dibuka, tak lama di susul suara mobil menderu masuk ke pekarangan. Aji dan Alice langsung bangun bergegas melihat siapa yang datang. Entah sial atau beruntung, Eyang muncul dengan begitu banyak tentengan bingkisan yang ia bawa. Itu belum seberapa karena sopir dan pembantu juga ikut bantu membawakan.

"Assalamualaikum... " sapa eyang yang langsung masuk dan menyapa Aji juga Alice dengan ramah dan begitu hangat.

 

Aji dan Alice saling tatap tak nyaman dengan kehadiran eyang yang pasti akan kembali berusaha merusak kebahagiaan keluarganya ini.

"Tadi eyang bawa oleh-oleh, sedikit... " ucap eyang merendah lalu duduk dengan nyaman di ruang tamu. "Papamu mana le? " tanya eyang.

"Kencan sama mama... " jawab Aji singkat lalu menarik Alice kekamarnya tanpa permisi.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Tapi belum lama Aji dan Alice di kamar, bahkan Aji belum sempat bicara apapun. Kembali terdengar suara mobil yang terparkir di halaman.

"Broto... " sapa eyang yang menyambut putranya.

Aji dan Alice hanya menatap apa yang dilakukan eyang dari atas. Muak sekali rasanya Aji melihat tingkah eyangnya. Begitu pula dengan Alice dan ya semua orang paham bagaimana sikap wanita tua itu.

"Kita sampaikan nanti saja kalo eyang ga di rumah... " bisik Aji pada Alice.

Alice hanya diam, sambil menatap Aji yang sudah kembali memperhatikan interaksi eyang yang entah apa maksudnya itu.

"Ibu kira kamu ga bakal pulang lagi... " sindir eyang yang terdengar halus tapi cukul menusuk itu.

Siwi hanya diam lalu menundukkan pandangannya. Takut dan khawatir. Broto langsung menggenggam tangan Siwi dan merangkulnya.

 

"Istriku cuma mau liburan... Tidak usah terlalu dipermasalahkan Bu... " ucap Broto lalu mengajak Siwi masuk.

"Liburan apa minggat? Ga ijin suami, ga ijin orang rumah, mendiamkan suami. Jangan-jangan waktu minggat sambil cari suami barukan kita ga tau... " sindir eyang. "Alice kenapa kok gendutan? " tanya eyang mengalihkan pembicaraan setelah menyindir Siwi.

Siwi hanya diam lalu cepat-cepat masuk ke kamar dengan air mata yang mulai berlinang.

"Jadi manja ya... " ucap eyang sambil menengok Siwi yang masuk kamar bersama suaminya.

Aji dan Alice hanya saling tatap satu sama lain. Bingung harus berbuat apa.

"Aku mau keluar... " ucap Aji yang tak tahan dalam situasi begini.

"Ikut! " ucap Alice yang jelas tak mau terjebak lagi dalam keluarganya kali ini.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Aji hanya diam membiarkan Alice mengintilinya masuk ke mobil.

"Kita omongin ke papa mama kalo eyang ga ada aja ya... " ucap Alice yang hanya di angguki Aji sambil menghela nafas.

 

●●●

Alif duduk diam sambil melihat pintu kamar yang tertutup. Mamanya sudah selesai mandi, tapi kali ini mamanya lama sekali didalam tak kunjung keluar. Wafer yang di bawa Alif juga terus digenggamnya, menunggu Nana keluar agar bisa dipamerkan.

"Mama ngapain? " tanya Alif sambil mengetuk pintu.

Segera Nana keluar setelah merasa sudah cukup siap menemui keluarganya.

"Liat aku dapet wafer... " pamer Alif dengan ceria.

Nana hanya tersenyum lalu duduk sambil memangku Alif yang memakan wafer. Pak Janto dan om Bram yang tadi berbincang diam menatap Nana. Nana kembali tersenyum.

"Pak, om, Nana dah nentuin pilihan buat nikah sama ustadz Arif... " ucap Nana dengan tenang dan berusaha terlihat senang.

Semua anggota keluarga kaget melongo, mendengar keputusan Nana yang begitu mendadak. Bahkan pak Janto sendiri belum sempat menjelaskan pada Alif soal pernikahan Nana. Nana juga tak pernah terdengar menasehati putranya itu soal papa baru atau sejenisnya.

Om Bram dan tante Yuni tak kalah terkejut lagi. Setelah mengira kalau Nana akan benar-benar fokus pada masa depannya, fokus kuliah. Sekarang tiba-tiba bilang kalau akan menikah dengan Arif.

 

Oke Arif memang orang baik, soleh dan suci. Bahkan rasanya terlalu indah untuk jadi kenyataan, jangankan jadi kenyataan mengkhayalkannya saja tak pernah terlintas. Nana yang dicap sebagai wanita murahan yang ternodai dengan membawa anak haram itu menikahi seorang ustadz sekaligus ahli agama. Bukan main.

"Kamu serius? Yakin gak mau kuliah dulu yang benar? " tanya om Bram yang diangguki pak Janto dan tante Yuni yang sama-sama syok dengan keputusan Nana.

"Yakin, aku belum pernah seyakin ini... " jawab Nana penuh rasa percaya diri. "Kan aku bisa kuliah sama jadi istri juga. Ga masalah... " sambung Nana memperkuat jawabannya.

Om Bram hanya bisa diam. Tak menyangka kalau keponakannya ini akan mengambil keputusan serius secepat ini.

"Ya lagian nolak lamaran juga ga baik kan mas... " ucap tante Yuni dengan lesu pada om Bram.

●●●

"Aku mau nikah sama Nana, Nana dah setuju Bu. Nanti ga usah repot-repot, seadanya aja gapapa yang penting cepat sah... " ucap Arif pada Jamilah melalui telepon.

"...iya gapapa... Kapan persiapan? Biar ibu bisa siap-siap juga... " jawab Jamilah semangat.

"Besok ibu dateng ke sini bisa? Kalo ga secepatnya biar bisa cepat fix... " pinta Arif.

"...insyaallah ibu usahakan ya nak... " jawab Jamilah lalu menutup panggilan teleponnya. [Next]

Bab 47-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share