0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 27

 

Bab 27-1

Nana berkali-kali menyeka air matanya. Tangisnya tak terbendung lagi. Alif terus memeluk Nana sambil mengelus-elus punggungnya, sesekali Alif juga menyeka air mata Nana.

"Mama jangan nangis terus... " ucap Alif sedih.

Arif hanya bisa diam melihat Nana menangis. Ingin pergi sungkan, menetap sejenak pun tak nyaman. Makin banyak lagi pertimbangan Arif sekarang untuk mempersunting Nana setelah apa yang barusan terjadi. Hampir semua kriteria pendamping hidupnya ada pada Nana. Terlepas dari wajah cantik polosnya, juga pembawaannya yang kalem. Nana sudah menjadi idamannya.

"Maaf ya Mas, jadi liat banyak masalah keluargaku gini... " ucap Nana setelah merasa cukup menguasai dirinya dan tenang untuk bicara.

"I-iya... Tidak masalah.... " jawab Arif maklum sambil mengangguk dan tersenyum canggung.

Tadi pasti orang jahat sekali... Mama ga boleh di nakalin dia! Batin Alif yang masih memikirkan soal kedatangan Aji tadi. "Ma, kenapa orang tadi kesini? " tanya Alif.

Nana hanya menggeleng lalu memeluk Alif. "Mama sayang sama adek... " ucap Nana lembut.

"Iya aku tau... " jawab Alif lalu membalas pelukan Nana.

Nana hanya diam, bingung harus menjelaskan bagaimana pada anaknya tentang masalah barusan. Nana belum siap menjelaskan siapa papanya Alif. Nana belum siap menjelaskan semuanya. Apalagi ingatannya saat Aji mengusirnya kala itu kembali berputar.

Ingatan bagaimana Aji yang langsung pergi meninggalkan kontrakan. Aji yang menyuruhnya menggugurkan janinnya waktu itu. Bahkan bagaimana cara Aji memfitnahnya di depan keluarga membuat luka yang cukup dalam bagi Nana. Lagipula selama ini Aji juga tak pernah menghubunginya, jangankan menghubungi membalas pesan yang Nana kirimpun tidak. Mengangkat telepon juga tidak, apalagi mencari dan menanyakan kondisinya saat itu.

Aji hanya datang dan kembali mengingatnya karena tak sengaja berpapasan waktu itu. Mungkin kalau tidak Aji tak pernah mengingatnya, tidak akan mencarinya lagi. Bahkan Aji bisa saja hanya fokus pada perintah keluarganya dan mengejar karir saja tanpa mempedulikannya. Tak mungkin pula Aji dan mamanya datang meminta maaf hingga bersujud kalau saat itu tak bertemu dan tak melihat Alif. Tak mungkin muncul penyesalan dalam benak Aji kalau tak melihat Alif yang lahir dan tumbuh dengan baik begini.

Aku ga boleh jatuh di lubang yang sama... Batin Nana menguatkan dirinya.

●●●

"Darimana saja? " tanya Broto menyambut Aji dan Siwi.

"Nonton film..." jawab Siwi lalu memeluk suaminya sementara Aji langsung berjalan masuk ke kamarnya.

Aji langsung melangkah masuk ke atas menuju kamarnya. Sudah tak pernah lagi terlintas di kepalanya soal Wulan atau hubungan rumah tangganya nanti. Bercerai alhamdulillah, bertahan ya sudah. Aji tak mau ambil pusing lagi.

"Aji gimana? " tanya Broto sambil berjalan ke kamar bersama Siwi.

"Ya, biasa masih galau... Sebaiknya setelah ini kita biarkan saja Aji dengan pilihannya Mas... " jawab Siwi sambil menghela nafas.

"Di biarkan gimana? Kan selama ini kita gitu... " selak Broto yang merasa tak bersalah.

Siwi hanya menggeleng lalu megusap wajahnya dengan mata terpejam dan kepala yang tertunduk. "Kita sudah sering bicarakan ini... Kita sudah sering membahas ini... " ucap Siwi lalu bangun dan berjalan masuk ke kamar mandi.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Broto tak mau menanggapi, ia lebih memilih untuk membahas yang lain atau menyibukkan dirinya. Permintaan sederhana istrinya benar-benar terasa sangat berat sekarang. Mungkin bila Siwi memintanya untuk mencuri mahkota Ratu Elizabeth itu lebih mudah daripada permintaan dan tuntutan Siwi.

Sementara itu di kamar Aji tengah merenung memikirkan Nana dan marbot masjid yang ikut campur tadi. Ucapan Arif yang merasa memiliki hak atas Nana dan Alif membakar api cemburu dalam dadanya. Kesal dan penasaran kenapa Arif begitu protektif pada keluarga Nana.

Apa karena marbot itu Nana jadi menolakku? Apa karena marbot itu juga Nana tidak mau mengenalkan Alif padaku? Apa marbot itu juga yang sudah menggeser kedudukanku di hati Nana? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berseliweran di kepala Aji tanpa sempat intropeksi atas apa yang pernah ia perbuat pada Nana sebelumnya.

●●●

Arif kembali memikirkan keputusannya untuk serius dengan Nana. Sudah hampir di tiap salatnya Arif hanya menyebut nama Nana dan minta di kuatkan agar segera bisa menghalalkan hubungannya dengan Nana. Tapi saat tadi melihat Aji yang memohon hingga bersujud di kaki Nana juga ibunya yang ikut melakukan hal yang sama, Arif jadi ragu untuk menikah dengan Nana.

Bukan karena Arif goyah akan rasanya, goyah hatinya, merasa minder dengan Aji. Tapi ia ingin memberikan yang terbaik untuk Alif, untuk tumbuh kembangnya nanti, untuk masa depannya. Karena mau bagaimanapun Aji tetap ayahnya, orang tuanya. Entah apapun kesalahan dan dosanya, kenyataan itu tak bisa di elakkan lagi.

Tapi Arif kembali mempertimbangkannya, toh Alif tak pernah menerima perhatian dari Aji. Mungkin juga baru tadi Aji menemui Alif, bahkan Alif sampai menyerangnya dengan pralon meskipun tak seberapa kuat serangannya. Dari situ saja sudah dapat di simpulkan kalau Aji benar-benar tidak pernah memberikan kasih sayangnya pada Alif atau Nana, jangankan kasih sayang sepertinya bertemupun tidak.

"Ya Allah... Kalau memang Nana jodohku... Maka dekatkanlah... Lancarkanlah... Mudahkanlah... Kalau bukan... Jodohkanlah Nana dengan pria lain yang lebih baik dariku... Baik pula untuk Alif... " bisik Arif dalam do'anya.

Tak ada tempat meminta dan mengadu lebih baik daripada kembali pada-Nya dan berserah, begitu pikir Arif sebelum ia mulai mengambil keputusan.

Sambil menunggu penampungan air penuh untuk wudhu subuh nanti. Arif terus berdzikir, beristighfar berusaha tenang dan tak terburu-buru mengambil keputusan. Sampai ia melihat sebuah mobil mewah melewati masjid dan lagi-lagi berhenti di depan rumah pak Janto.

Karena khawatir dan penasaran dengan siapa yang datang Arif langsung mengikutinya. Kalau-kalau yang datang Aji lagi.

"Assalamu'alaikum... " ucap seorang wanita yang turun dari dalam mobil.

"Wa'alaikumsalam... " jawab pak Janto yang keluar dari dalam rumah.

Arif yang melihat wanita itu turun seorang diri merasa aman dan yakin tak ada apa-apa di sana. Mungkin hanya pelanggan pak Janto yang akan mengambil jahitan atau menjahitkan kainnya.

"Eh mas Ustadz... Sini... " ucap pak Janto ramah begitu melihat Arif. "Sudah makan belum? " tanya pak Janto lagi.

"S-sudah... " jawab Arif canggung karena sudah sering makan di rumah calon mertuanya itu.

"Mas, makan yuk... Aku abis ngangetin baso... " ajak Nana yang di angguki Arif.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Keluarga ini... Wanita itu... Ah... Memang sudah jodohku... Dewi Fortuna masih di pihakku... Batin Wulan.

"Eh! Itu tante yang di pasar beliin aku jajan itu loh Ma! " pekik Alif sambil menunjuk Wulan.

"Halo... " sapa Wulan sambil berusaha mengingat nama bocah di depannya. "...Alif..." ucapnya.

Ah... Ini anaknya mas Aji... Batin Wulan senang dan sedih juga sedikit takut bila Aji benar-benar meninggalkannya dengan segala cara demi kembali.

"Oh iya... Ada perlu apa mbak kok sampai sini... " sapa Nana ramah.

"Ini mau jahit... " jawab Wulan lalu menunjukkan paper bag berisi kain.

"Yasudah ayo masuk dulu Mbak..." ajak pak Janto.

Setelah menyiapkan makan untuk Arif juga Alif dan pak Janto. Nana mulai mengukur tubuh Wulan sambil mengobrol soal kain yang akan di jahit seperti apa. Sesekali Alif datang caper pada tamunya. Wulan juga dengan senang hati menanggapi Alif bahkan sampai membiarkan Alif yang penasaran dengan tombol-tombol di kunci mobilnya untuk menekan tombol-tombol itu. Wulan juga sempat beberapa kali memeluk Alif dan curi-curi mencium pipi Alif.

"Eh Alif diem dong tante foto dulu kamu gemesin sekali... " ucap Wulan sambil memfoto Alif yang mau diam sejenak dan berpose.

"Liat! " pekik Alif sambil melompat-lompat.

"Ini... " jawab Wulan sambil menunjukkan foto yang baru di ambilnya. "Bagus ga? " tanya Wulan yang di angguki Alif dengan malu-malu kucing.

"Insyaallah seminggu jadi mbak... " ucap Nana lalu menggendong Alif.

"Oke deh... " jawab Wulan lalu menerima brosur berisi nomer telpon dari Nana. "Kamu mau ikut aku ga Alif? " tanya Wulan sambil masuk ke mobilnya.

Alif langsung menggeleng cepat sambil tersenyum.

"Oh iya aku ada jajan... " ucap Wulan lalu memberikan bingkisan parsel berisi cemilan pada Alif yang di terima Nana. "Abis dateng ke ulang taun jadi dapet jajan deh... " ucap Wulan sebelum muncul pertanyaan dari Nana atau Alif.

"Trimakasih ya... " ucap Alif sambil sesekali bertepuk tangan senang.

"Terimakasih mbak... " ucap Nana sambil tersenyum canggung.

"Yaudah nanti kabar-kabar ya... " ucap Wulan lalu pergi begitu saja.

●●●

"Tantenya baik ya... " ucap Alif senang sambil membuka bingkisan yang ia terima dengan senang.

"Iya... " jawab Nana yang mendampingi Alif membuka bingkisan.

"Tadi aku khawatir kalo yang datang si Aji lagi jadi aku kesini eh malah di kasih makan... " ucap Arif pada Nana. "Jadi ngerepotin... " sambungnya.

"Gapapa Mas... " jawab Nana santai. "Terimakasih sudah khawatir... " sambung Nana.

"Aku mau kita kencan, ngobrol berdua... Boleh? " tanya Arif dengan wajah tertunduk malu. "Tapi kalo ga bisa gapapa... Anu... Aku cuma... Em... "

"Insyaallah ya Mas, besok... " jawab Nana memotong ucapan Arif yang gugup. "Tapi dekat saja... " sambungnya.

"A-aku mau balik dulu... " jawab Arif yang sudah deg-degan tak karuan saat Nana mau berkencan dengannya. [Next]

Bab 27-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share