0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 48

 

Bab 48-1

"Aku mau nikah... Sama Nana... " ucap Arif pada Zulia sambil menunggu waktu salat isya.

"Nana? " tanya Zulia terkejut tak menyangka Arif akan menikah secepat itu.

Arif hanya mengangguk lalu tersenyum canggung. "Akhirnya Nana nerima lamaranku setelah lama banget nunggu jawabannya..." ucap Arif berusaha acuh pada reaksi Zulia.

Zulia ikut tersenyum mendengar cerita Arif. Bila diminta jujur mungkin Zulia akan menangis sejadi-jadinya sekarang. Arif yang akan ia kenalkan pada orang tuanya, Arif yang sudah lama menemaninya bahkan membuatnya nyaman hingga memiki mimpi untuk menikah dan hidup bersama, kini malah akan menikahi wanita lain. "Nana anak kyai mana? Dari pondok mana? " tanya Zulia berusaha tenang.

Arif menggeleng. "Nana orang biasa, bapaknya penjahit, bukan santriwati, sudah punya anak, tapi ga ada suaminya... Anaknya dulu muridku, aku jadi kenal Nana... " Arif mulai bercerita panjang lebar soal Nana dan proses pertemuannya dulu dengan hal-hal menyenangkan yang terus di sebutkannya.

 

Zulia hanya diam mendengar tiap cerita Arif yang terasa sangat menyesakkan. "Kamu ga pernah cerita apa-apa soal Nana... " ucap Zulia sambil tersenyum canggung.

Gapapa... Tenang... Kuasai... Aku wanita baik... Aku tidak boleh menangis... Aku ga boleh merebut Arif dari wanitanya... Aku ga boleh merebut kebahagiaan wanita lain... Batin Zulia menguatkan hatinya yang patah.

"Aku bilang, kamu yang mungkin kurang ngeh... Aku sering bilang, Nana masak buat aku, aku mau pergi ke tempat Nana, aku kencan sama dia... " ucap Arif lembut.

Zulia hanya mengangguk sambil menundukkan pandangan. Matanya tertuju pada cemilan kiloan yang di suguhkan Arif padanya.

"Itu kemarin mau buat Nana, tapi Alif ga suka... Pedas... " lanjut Arif yang melihat krupuk pedas kiloan berbentuk bulat pipih di plastik.

"Alif? " tanya Zulia bingung.

"Anaknya Nana... " jawab Arif singkat.

Zulia hanya diam sambil menatap Arif sejenak lalu bangkit dan berjalan ke tempat wudhu. Diambilnya wudhu lalu kembali duduk bersama Arif.

 

Seperti apa si Nana itu? Apa lebih cantik dari aku? Sesexy apa ? Kenapa bisa aku kalah... Batin Zulia yang bingung akan perasaannya dan penasaran dengan Nana.

●●●

Aji kelimpungan menemani adiknya di kontrakan, yang jadi masalah bukan hanya karena Aji harus menemani adiknya itu saja. Tapi juga Alice yang muntah-muntah dan ngidam yang aneh-aneh setiap selesai muntah. Permintaannya pun lumayan sulit, mulai dari makanan yang kecut sampai makanan khas daerah yang entah mengapa bisa terlintas di pikiran Alice seperti ingin bebek betutu atau mie titi yang entah harus beli dimana.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Alice juga lemas bahkan untuk sekedar bangun dari duduk saja tak kuat. Jadilah Aji yang mengurusnya. Belum lagi mood Alice yang berubah-ubah. Makin membuat Aji pusing menghadapinya.

"Kamu tau ga, sekarang aku baru bisa ngebayangin gimana di posisi Nana saat ini... " ucap Aji yang datang sambil membawa pempek yang masih di bungkus dalam plastik bening ditenteng dengan kresek bergaris hitam putih.

Alice hanya diam menatap Aji, terlalu lemas untuk berkomentar.

"Dulu Nana ngidam apa? Makan sehat engga? Ada yang dampingi enggak? Muntah-muntah sama ngidam enggak? " ucap Aji melanjutkan ceritanya. "Aku ga bisa bayangin seberapa menderitanya Nana dulu, sampe sekarang... Hamil, melahirkan, menyusui, mendidik, membesarkan anak..." sambung Aji lalu duduk di lantai dekat Alice yang tiduran di sofa.

"Di hujat, di marahi... Jangan lupa... Dapet stempel cewek murah... " ucap Alice pelan sambil tersenyum.

Aji hanya menganggukkan kepalanya pelan setuju dengan Alice, mungkin luka fisik bisa sembuh bisa pulih. Tapi stempel masyarakat dan sanksi sosial? Apa mudah hilang? Bahkan atas kesalahan yang ia perbuat dengan Nana juga berimbas pada Alif yang sama sekali tidak tahu apapun.

"Kenapa gitu ya? " tanya Alice sambil mulai mengunyah sepotong pempeknya..

"Apanya? "

"Ya gitu... Aku hamil ga sendiri, ga tiba-tiba. I mean aku ga hamil gara-gara ada orang bodoh onani dikolam renang terus spermanya nyasar masuk ke aku... Aku juga bukan jenis amuba yang membelah diri buat berkembang biak... " Aji tersenyum geli mendengar adiknya yang mulai tersulut emosi. "Aku hamil, Nana hamil. Itu pasti ada peler nakal yang ngehamilin. Ga mungkin enggak. Jelas ada partnernya, ada cowoknya. Kenapa kesannya cewek doang yang salah? Kenapa cuma cewek yang di marahi tidak bisa jaga diri dan sebagainya? Kenapa bukan cowoknya? Maksudku kayak yaudah kita sama-sama di salahin... " sambung Alice lalu mulai melanjutkan makanya.

"Ya kan bisa di aborsi..." celetuk Aji. "Lagian masih embrio, mumpung belum jadi janin... " sambung Aji yang masih saja ingin jalan pintas.

"Kalo aborsi apa ada jaminan aman? Fisikku? Mental ku? Kalo kamu liat anakmu dari Nana apa kamu tega bunuh anak kayak dia? Macan yang buas saja ga memakan anaknya, kalo kamu mikir gitu mungkin kamu setan mas. Sama kayak eyang... " jawab Alice.

Aji hanya diam lalu memandangi wajah Alif dengan mata yang berbinar tampak ceria dalam kekurangannya. Anak yang tak pernah benar-benar diinginkan itu tumbuh dengan baik dan pintar, bisa menjaga ibunya.

Mata Aji mulai berkaca-kaca ketika mengingat Alif dan Nana yang saling menguatkan dan saling menjaga. Bahkan bila Aji ingat Alif yang nyaris selalu berusaha menyerang dan mengusirnya benar-benar membuat Aji merasa berdosa punya niat menghapusnya dan merampas hak hidupnya.

"Lagian yang nentuin bakal bunting kagak kan laki-laki, kalo lakinya ga pakek pengaman nekat keluar di dalem ya gini. Kalo ada pengaman cewek kayak balon itu, kalo cowok ga mau pakek bisa di pakek cewek pasti aku pakek tapi ini ga bisa... " ucap Alice lagi. "Mas pengen ayam kremes... " pinta Alice.

●●●

Alif tidak mau makan, pertama kalinya Alif menolak membuka mulut untuk makan. Alif hanya diam sambil bersandar di tembok. Di ajak belajar juga tidak mau, bahkan di tawari beli mie ayam juga masih tidak mau.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Aku tidak suka ustadz.... " ucap Alif menyampaikan keberatannya pada Nana. "Aku tidak suka mama menikah... " larang Alif.

"Kenapa tidak suka? " tanya Nana.

"Tidak suka ya tidak suka!! Aku tidak tau kenapa! " jawab Alif yang bingung harus memberikan alasan bagaimana untuk menunjukkan kalau ia tidak setuju. "Kan aku sudah bilang mama tidak usah menikah, neyel terus! " sambung Alif yang makin meninggikan nada bicaranya agar tidak terlihat sedih dan menahan tangis.

"Terus maunya adek apa? Masa mama ga boleh nikah? Kasian dong mama sendirian terus... " bujuk pak Janto.

"Kan ada aku! Ada bapak... Hiks... Aku kan sudah bilang aku maunya mama tidak menikah... Aku tidak suka! " jawab Alif sambil menampik tangan orang-orang yang ingin menyentuhnya.

Pak Janto hanya bisa diam melihat cucunya yang marah-marah begini, padahal biasanya Alif senang dengan orang baru. Apalagi Alif juga cukup dekat dengan ustadz Arif yang akan di nikahi Nana ini.

"Adek kok marah-marah siapa yang ajarin? " tanya pak Janto heran.

"Aku sendiri, pikiranku... " jawab Alif sambil menyeka air matanya yang mulai jatuh.

Semuanya diam tak bisa bicara atau mengomentari apapun setelah Alif menjawab. Mungkin Alif selama ini anak baik, kalem, penurut, tapi kadang orang-orang lupa kalau Alif juga seorang manusia dan anak-anak yang dibentuk oleh lingkungannya.

"Adek kenapa sih kok nyebelin? " tanya Nana yang mulai habis kesabaran melihat Alif  membantah dan marah-marah atas apa yang sudah ia putuskan.

"Aku tidak nyebelin aku anak baik! " jawab Alif jelas tak mau kalah.

"Kamu ini nyebelin! Mama ga pernah sebenci ini ke kamu! Kenapa sih kamu harus ada? Kapan mama bisa bahagia? Punya suami sendiri, ga harus bekerja! Capek mama ngurus kamu! Kamu liat mama seneng apa mati? Kenapa sih kamu ga bisa bikin mama seneng sekali aja seumur hidup mama... Kenapa sih?! " maki Nana yang benar-benar hilang kendali.

Alif membelalakkan matanya tak menyangka mamanya akan memarahinya dan membentaknya juga dengan limpahan kesalahan yang tak jelas apa. Bahkan tanpa sadar Alif sampai menahan nafas agar tidak menangis hingga usai Nana marah ia masih saja menahan nafasnya hingga tersengal berusaha menangis.

"Istighfar kamu Na, ga pantas kamu bilang gitu ke Alif... " ucap pak Janto sambil memeluk Alif dan berusaha membuatnya merasa lebih baik.

●●●

Zulia menangis dalam diam dikamarnya tak sampai hati ia kalau harus menceritakan kalau Arif akan menikahi wanita lain. Sesak sekali rasanya. Bahkan setelah ia merasa menang dari Sarah dalam mendekati Arif, ternyata ia merasakan hal yang sama juga.

 

Tak hanya itu ingatannya akan sikap yang di tunjukkan Arif padanya selama ini hingga ia nyaman benar-benar membuatnya makin sesak. Menemaninya makan siang, membeli cat, mengurus pajak, pergi ke kampus, ke perpustakaan, ke pondok. Semuanya benar-benar terasa Indah dan rasa dalam hatinyapun begitu nyata.

Tulus tanpa maksud lain, nyata senyata air yang menyegarkan. Jantungnya terus bersebar tiap bertemu Arif, hatinya pun berbunga-bunga tiap mendapat segala perhatian dari Arif. Tapi itu dulu sebelum fakta menyedihkan itu muncul.

Mau tidak mau ia harus merelakan Arif dengan wanita pilihannya. Meskipun seorang pria diperbolehkan memiliki empat istri, tapi bagi Zulia menjadi madu haram hukumnya. Tak ada satupun wanita yang mau di madu, bila ia jujur.

Zulia terus merutuki kesalahannya. Bahkan beberapa minggu lalu ketika Arif mengecup keningnya sudah membuatnya yakin kalau Arif akan jadi suaminya salah. Nyatanya Arif begitu mudah mendaratkan kecupan dari bibirnya. Bahkan teringat tadi setelah isya dan masjid sepi Arif kembali mengecup keningnya sambil meminta maaf sudah mematahkan hatinya.

Ah sial, Arif ini terlalu hangat untuk di tinggali, tapi terlalu dingin untuk dipadamkan.

"Harusnya aku paham! Harusnya aku lebih peka! Kenapa jadi gini sih ya Allah!!! " adu Zulia dalam doanya sebelum tidur pada Allah. [Next]

Bab 48-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share