0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 21

Bab 21-1

Kekesalan Eyang atas tindakan bodoh Aji yang berusaha menemui Nana dan anaknya benar-benar menyulut emosi. Bahkan sampai Eyang melihat sendiri bagaimana Wulan yang menceraikan cucunya juga mengusirnya itu. Terlalu banyak keluarganya bersandar nyaman pada keluarga Wulan. Tapi terlepas dari semua itu hanya karena Wulan tau soal Nana.

"Le... Broto, Siwi... " panggil Eyang pada Aji, juga kedua orangtuanya.

Aji yang tidak tidur semalaman tampak begitu kusut, kini pikirannya selain pada pernikahannya yang retak dan berada di ujung tanduk, ia juga memikirkan soal Nana dan Alif yang bisa di singkirkan Wulan kapan saja. Bahkan sekarangpun Aji tak lagi memikirkan soal Eyangnya yang akan mengomel padanya, atau entah apapun itu nantinya. Tapi yang jelas dan paling di khawatirkan Aji adalah Nana.

"Eyang, berhentilah mengatur hidupku... " tegas Aji memotong ucapan Eyangnya yang mengomel soal caranya memperlakukan Wulan semalam.

"Kamu sekarang berani bantah Eyang?! Kamu lupa siapa kamu hah?! " bentak Eyang penuh emosi. "Sejak kemu kenal Nana, kamu ini jadi pembangkang! Suka ngelawan! Pembantah! Eyang lagi ngomong bisa-bisanya di sela! "

"Hidupku baik-baik saja sama Nana, aku bisa kerja di BUMN gara-gara suportnya Nana! Aku yang minta Nana buat tinggal bersama! Aku yang hamilin dia! Aku yang memaksa dia! Aku! Aku! Kalo saja aku lebih berani pasti aku sudah nikah sama Nana! Hidupku bahagia sama dia! " kesal Aji yang mulai berurai air mata.

Broto, ayah Aji langsung menampar wajah Aji. "Kamu ini udah bikin salah, harusnya minta maaf malah kamu maki-maki gini! "

"Mas!" Siwi berusaha melindungi Aji dari amukan suaminya juga ibu mertuanya.

"Tidak ada yang mengerti aku! Aku selalu di jadikan boneka! Aku harus menuruti hasrat kalian! Hasrat politik, rebutan kekuasaan, harta, tanpa peduli bagaimana kondisiku! Betapa tersiksanya aku! Hanya Nana tempat kebahagiaanku! " ucap Aji sambil melepas pelukan ibunya perlahan.

"Masuk kamar! Renungkan omong kosong tak bermutumu itu! " ucap Broto sambil menuding kepala Aji.

Siwi hanya diam menangis melihat anaknya yang terus di dikte dan melakukan sesuatu sesuai perintah keluarga, terutama ibu mertua juga suaminya.

"Kamu ini bikin masalah lagi ya? " tanya Alice saat berpapasan dengan kakaknya. "Kamu ini kenapa tidak pernah berbuat benar? Sekali saja... " sambungnya yang hanya di abaikan Aji yang terus berjalan ke kamarnya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Flash back~

"Dek... Mama di tegur Eyang, katanya progres pendidikan sama karirmu terlalu buruk buat di banggakan... " ucap Siwi pada putranya, Aji.

"Ya kan kemarin Eyang juga yang minta aku buat part time jadi guru bimbel... Terus maunya gimana?" tanya Aji sambil menghentikan makannya.

Siwi terdiam tak bisa menjawab permintaan putranya. Alisnya bertaut, tangannya yang gugup mulai saling menggenggam memainkan jarinya yang penuh luka.

"Nanti Aji usahakan Ma, mama jangan khawatir..." ucap Aji sambil menggenggam tangan Siwi dan menatap luka-luka sayatan baru di pergelangan tangannya hingga ke sikut. "Mama jangan bikin luka kayak gini lagi ya..." pinta Aji penuh kekhawatiran dengan kondisi ibunya yang berusaha tetap normal dalam tekanan keluarga juga ayahnya yang cukup tempramental bila maunya Eyang tak terpenuhi.

Siwi hanya mengangguk lalu tersenyum berusaha menghilangkan kekhawatiran pada putranya.

"Nanti kalo aku punya uang banyak aku janji bawa mama pergi keluar dari sini... Mama ikut aku aja, tinggal sama aku di rumahku. Kita tinggalin semuanya kita hidup baru... " ucap Aji yang baru bisa berandai-andai kala itu.

Siwi hanya tersenyum mendengar ucapan putranya yang sangat membelanya dan begitu berusaha melindunginya. "Jangan... Nanti papa kesepian kalo kita pergi... " ucap Siwi lembut. "Yang penting kamu kerja, berprestasi... Nanti kamu bisa nikah sama orang yang kamu suka... " sambung Siwi lalu beranjak dari duduknya menyambut putri bungsunya yang baru pulang sekolah.

"Buatkan saja jus dan bawakan cemilan, kentang goreng ke kamarku... Aku mau belajar... " ucap Alice si bungsu dengan angkuh sambil berjalan ke kamarnya.

●●●

Aji tampak sangat kacau, dua kali lebih kusut dari biasanya sampai ia bertemu dengan gadis manis yang tampak sangat kalem dan pemalu. Wajahnya serius dan hanya bertanya pada hal-hal yang di rasa penting dan cukup membingungkan lalu diam kembali menyemak. Ahh pertemuan indahnya dengan Nana kala itu masih jelas di ingatan.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Gadis manis dengan tutur kata yang tegas namun tidak kasar, lembut tapi tidak lemah, menyejukkan tanpa harus menjatuhkan. Wajahnya teduh, senyumpun selalu terhias dengan percuma. Caranya menanggapi obrolan juga menyenangkan, tak pernah berusaha paling menang. Tak pernah berusaha menunjukkan kebolehannya, selalu merendah dan membuat nyaman.

Perawakannya cukup mungil untuk Aji yang setinggi 185 cm dengan bobot 63 kg kala itu. Ya meskipun nampak kurus bagai jerapah bila di banding dengan Nana yang hanya setinggi 160 cm dengan bobot 40 kg.

Dari bimbel itu Nana dan Aji mulai saling kenal, chating, curhat, menelfon, berkabar secara rutin hingga Aji memberanikan diri untuk meminta Nana menjadi kekasihnya. Aji merasa jadi pria paling beruntung saat itu. Keinginannya untuk memiliki Nana sebagai pelengkap di hidupnya selangkah lebih dekat.

Aji juga kala itu langsung berusaha serius pada Nana terutama sejak kapan ia mendapat dari restu dari ibunya. Aji langsung meminta untuk bertemu dengan orang tua dan keluarga Nana, memperkenalkan diri sekaligus meminta izin dan meyakinkan bila Nana aman bersamanya. Sebelum akhirnya memutuskan tinggal bersama.

"Aku janji Na... Apapun yang terjadi kita bakal sama-sama... " ucap Aji sambil berlutut di depan Nana saat sama-sama menunggu di halte.

"Iya Mas... Aku percaya sama Mas... " jawab Nana sambil tersenyum lalu duduk agar sedikit lebih setara dengan Aji yang berlutut di depannya.

Flashback off~

Aji menatap foto formal Nana yang masih di simpannya di laci. Air matanya mengalir, perasaannya campur aduk.

●●●

"Assalamu'alaikum... " ucap Wulan sambil mengetuk pintu rumah pak Janto.

"Wa'alaikumsalam... " saut Arif dari dalam. "Wah pak Jantonya ga ada mbak, kemarin sakit... Ini baru di rumah sodaranya kayaknya... " ucap Arif.

"Oh! Wah sayang sekali... " sesal Wulan. "Mas ini siapa? " tanya Wulan yang menyadari kalau harusnya tak ada orang lain selain Nana dan bapaknya di rumah itu.

"Saya Arif, guru ngaji... Kebetulan kemarin saya yang bantu pak Janto, jadi saya sekalian malam ini di minta nginep semalam... " jelas Arif yang hanya di angguki Wulan.

"Yasudah saya langsung saja... Ah iya boleh minta nomernya pak Janto?" tanya Wulan sebelum masuk ke mobilnya sambil menyodorkan ponselnya.

"Pak Janto jarang pegang hp mbak, tapi ini nomernya mbak Nana anaknya... " kata Arif yang langsung memberikan nomer ponsel pak Janto juga Nana. "Ini mau jahit apa ambil jahitan? " tanya Arif lagi.

"Mau jahit... " jawab Wulan sekenanya. "Yasudah mas, trimakasih. Nanti saya kesini lagi saja... " ucap Wulan lalu masuk kedalam mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Arif sendirian. [Next]

Bab 21-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share