Bab 26
Wulan langsung kelabakan
kebingungan menyusun strategi apa lagi sebelumnya sudah sempat mengancam ini
itu juga. Hari yang awalnya masih bisa mengangkat wajahnya dengan bangga dan
menepuk dada untuk mendampingi Wulan.
Langsung di habisi oleh keluarga Wulan, Wulan juga langsung kehilangan pegangan
dan tak bisa membela atau mempertahankan Hari lagi. Hidupnya kelewat kacau.
"Ibu dah bingung gimana cara nasehatin
kamu! Dari awal ibu udah bilang stop yang pacaran! Udah cukup! Cukup! Nekat!
" kesal Ratna memarahi Wulan.
Wulan hanya diam dengan wajah tertunduk di
depan keluarganya yang jadi berkumpul begini. Kakak-kakaknya sudah kehabisan
kata-kata untuk menasehati adik bungsunya itu. Bahkan sampai kakak pertamanya
yang pernah menjabat Menhan[1] saja sampai lepas tangan kebingungan menasehatinya.
Tak di sangka-sangka keputusannya menyerah
untuk menasehati waktu itu adalah hal yang salah. Bukti-bukti sudah jelas
bahkan saksi dan yang melapor kala itu juga bukan iparnya langsung tapi
pegawainya. Berharap masalah ini tak akan menjadi bom waktu bila ia turun
tangan menasehati Wulan ternyata salah.
Wulan dengan argumen-argumennya ternyata
jauh lebih kuat untuk memelintir fakta akan perselingkuhannya waktu itu. Aji
tak menafkahinya dengan baik, Aji jarang pulang, Aji tak mengijinkannya merawat
mendiang bapak yang waktu itu sakit keras terus di suarakan oleh Wulan demi
membenarkan perselingkuhannya. Bahkan banyak lagi penguatan argumen yang di
besar-besarkan.
Keluarga Aji masih belum bergerak, belum
memberikan gebrakan baru lebih tepatnya. Setelah Eyang mengirimkan foto
perselingkuhan Wulan waktu itu, rasanya sudah cukup untuk membungkam dan
menggoncang pertahanan keluarganya. Awalnya Wulan inginan untuk meninggalkan
Aji dan keluarga Aji yang di anggap sudah tak memberikan feedback lagi. Keluarganya juga sempat mendukung bahkan
mensuportnya dulu. Tapi begitu Wulan salah langkah begini, habis sudah
semuanya.
Suport dari keluarganya hilang, bahkan nyaris kehilangan kepercayaan publik
kalau sampai ini membesar. Semua yang sudah di bangunnya dengan susah payah
dari awal bisa hacur, kacau, berantakan dan jelas jadi penghalang untuk
keberlangsungan karir politik keluarganya yang lain.
Kepercayaan publik jelas akan memudar,
kepuasan publik dengan kinerjanya selama ini akan hilang. Kasus ini jelas akan
terus di goreng oleh lawan-lawan politiknya dengan tanpa ampun. Kakak
pertamanya Wisnu, yang pernah menjabat Menhan itu jelas tak mau kasus perselingkuhan
menjad bom waktu di keluarganya. Belajar dari kasus dirut maskapai penerbangan
Vulture yang jelas nyata di depan matanya bahkan nyaris menyeretnya.
Belajar juga dari kasus pejabat daerah
dengan kepuasan lebih dari 70% masyarakat yang di gilas habis lawan politiknya
dengan kasus penistaan agama hanya karena berucap dalil yang tidak tepat. Terus
di goreng, di demo berjilid-jilid bahkan dari demonya sampai muncul alumninya.
Sebisa mungkin kasus seperti itu di
hilangkan, minimal jauh dari terpaannya. Apa lagi sebentar lagi Kartika
keponakan Wulan, anaknya Wisnu akan maju dalam pemilihan DPRD sebagai awal
langkah politiknya. Wulan yang di gadang-gadang bisa membantu dan memfasilitasi
juga menjadi vote gatter [2] besarnya malah
akan jadi duri dalam daging bila kasus ini terus membesar.
"Adakan pertemuan keluarga... Kita
atur strategi dari awal... " perintah Ratna. "Merendahlah di depan
Aji dan keluarganya! " tegas Ratna pada Wulan lalu berjalan masuk ke
ruangannya.
Wanita tua itu berjalan masuk di bantu
Tatik menantunya, dengan tongkat yang membantunya menopang tubuh di tangan
kanannya. Ratna perlu mengatur strategi lagi, menyusun bidak caturnya lagi,
memperbaiki pertahanannya yang di gempur dengan masalah rendahan begini.
●●●
Jelas kembali terjadi keributan di rumah
pak Janto. Bahkan sampai warga datang berkerumun menyaksikan. Tapi sebelum
semakin parah Nana langsung mengambil jalan tengah untuk membawa masuk Aji dan
ibunya juga Arif yang ada disana lalu menutup pintu.
"Eh! Kamu orang aneh yang jahat terus
ikutin aku sama mama kan?! " pekik Alif lalu mengambil paralonnya dan
memukuli Aji sekuat tenaganya. "Cepat pergi! Aku tidak suka kamu! Mamaku
juga! " usir Alif sambil terus memukul sementara Aji hanya diam menerima
tiap pukulan dari anaknya.
Mata Aji berkaca-kaca menatap Nana dan
putranya. Keduanya mampu menjalani hidup dengan baik bahkan tanpa ia dampingi.
Aji langsung bersujud meminta maaf pada Nana. Berkali-kali di ucapkannya maaf
sambil menciumi kaki Nana.
Alif bersembunyi di balik mamanya terlalu
takut dan bingung dengan kondisi yang ada. Beberapa kali Alif bertanya
"dia kenapa ? Kenapa dia kayak gitu? " tapi tak ada yang menjawab.
"Maaf Na, aku sudah menelantarkan
kamu, menelantarkan anak kita, membiarkan kamu susah sendirian... Aku menyesal
Na, aku minta maaf... " Aji terus menangis meminta maaf sambil bersujid.
Nana hanya diam memalingkan wajahnya lalu
mundur perlahan-lahan. "Sudah, tidak apa-apa. Anggap saja tidak terjadi
apa-apa toh aku hanya lonte yang kamu sewa. Bukan begitu katamu dulu? Dia bukan
anakmu, anggap saja dia ku gugurkan waktu itu! " ucap Nana berusaha tegar
menolak Aji meskipun air matanya berlinang.
"Na... Aku bener-bener minta maaf
Na... Aku dosa sudah menelantarkan kamu, lari dari tanggung jawabku... Na...
Aku minta maaf... " tangis Aji lalu bersimpuh menatap wajah Nana meskipun
tak begitu jelas karena matanya yang buram pasca menangis.
"Sudah ku maafkan! Pergi sana! "
usir Nana dengan kesal.
"Na... Tolong maafin anak mama, maafin
mama juga... " Siwi ikut berlutut meminta maaf pada Nana juga bapaknya
yang ada di sana.
Pak Janto hanya diam tak kuasa melihat Siwi
yang memohon untuk meminta maaf. Ingatannya akan mendiang istrinya kembali
terputar saat istrinya waktu itu memaksa meminta restu dari keluarga agar bisa
menikah. Berlutut sampai bersujud meminta restu, sambil menangis memohon.
"Pulanglah... " ucap pak Janto
setelah lama diam.
Perlahan Aji menatap pak Janto, lalu
merangkak mendekatinya. "Pak, saya minta maaf... Saya sudah jahat... Saya
sudah salah... Ijinkan saya menebus semua kesalahan saya... Dosa-dosa saya...
Meskipun sudah jauh terlambat... " ucap Aji masih memohon.
"Pulanglah... Berhentilah berbohong
dan menjilati ludahmu begitu... Pergilah seperti sebelumnya... " usir pak
Janto.
Apa
Nana akan tetap mempertahankan hubungan denganku... Tapi kalau begini terus
rasanya lama-lama Nana goyah juga... Pria ini harus di singkirkan... Tapi
bagaimana? Toh dia tetap ayah biologisnya Alif...
Batin Arif yang ikut galau sejak kemunculan Aji.
"Pergilah, tidak usah di tebus segala...
Anggap saja impas... Anggap saja lunas... " ucap Nana sambil membuka pintu
mengusir Aji juga ibunya.
Alif masih saja bersembunyi di balik
mamanya dengan ketakutan. Siwi tersenyum lembut menatap Alif dan Nana, berusaha
tegar meskipun masih terisak. Aji terus menatap Nana dan Alif.
"Na... Percayalah, aku benar-benar
bersungguh-sungguh..." ucap Aji serius yang tetap di acuhkan Nana.
[1] Mentri Pertahanan
[2] Orang terkenal atau
berpengaruh yang ditempatkan sebagai calon legislatif, akan tetapi sebenarnya
tidak akan duduk dalam DPR atau parlemen. Tujuannya, untuk menarik simpati atau
memikat hati calon pemilih dan suara rakyat dalam pemilihan umum.