Bab 57
HARI PERNIKAHAN NANA & ARIF
Alif hanya memakai pakaian yang di belikan Aji
dulu. Tak ada baju baru untuk Alif, tak ada gaun perancang ternama yang
dikenakan kedua mempelai. Hanya kebaya sewaan, juga jas sewaan. Mengantar
pengantin ke acara saja meminjam mobil tetangga. Perayaan pernikahan? Hanya
syukuran biasa, makan siang dengan soto. Ah seadanya sekali.
Alif ikut om Bram dan tante Yuni agar
keluarga Arif yang datang tidak malu mengetahui Nana tak perawan lagi, sudah
punya anak pula. Nana sebenarnya sedikit tidak nyaman dengan cara Arif
memperlakukan anaknya saat ini. Mengingat Nana mau menikah dengan Arif karena
ia bisa menerima kondisinya juga Alif. Tapi Nana tak mau ambil pusing dan
memilih mengikuti alur saja agar tidak timbul konflik.
Din... Din...
Aji menekan klaksonnya untuk menarik
perhatian Doni yang datang ke rumah Alif yang rame. Doni langsung berlari
menghampiri Aji dengan senang.
"Hai om! " sapa Doni ramah.
"Halo Don, Alif mana? " tanya
Aji.
"Di sana, mamanya lagi menikah...
" jawab Doni enteng namun benar-benar membuat Aji sedih dan terpukul.
Hilang sudah harapan Aji untuk bertanggung jawab atas wanita yang dicintainya
juga buah cintanya.
Aji memarkirkan mobilnya, lalu turun dan
berjalan kerumah Alif dengan matanya yang berkaca-kaca. Terlihat momen bahagia
dalam kesederhanaan Nana kali ini yang dulu pernah di impikan bersama.
Teringat jelas semuanya bagaimana Aji dan
Nana yang berkhayal soal bagaimana pernikahan sederhananya nanti. Pergi kemana
setelah sah menjadi pasangan suami istri, rumah seperti apa yang akan
ditinggali bersama. Rasanya beberapa tahun berlalu saja sudah begitu banyak
yang berubah. Bahkan rasanya baru saja Aji meninggalkan kontrakan untuk
menenangkan diri, Nana sudah di ambil pria lain. Bahkan dengan buah hatinya
juga.
Aji tau betul pria itu tak pantas sama
sekali untuk Nana, tak mapan bahkan terlampau masih muda untuk entah apa janji
manisnya. Aji ragu pria seperti Arif mampu mengayomi Nana dan Alif yang
seharusnya jadi tanggungan pria matang sepertinya. Entah rayuan apa, entah
dalil mana yang di pakai. Apapun itu yang jelas Aji kehilangan kesempatan tanpa
berhasil membuka pintu masuk.
"Hai om! " sapa Alif yang
langsung menghampiri Aji dengan ceria.
"Hai! Kamu udah makan belum? "
tanya Aji lalu duduk bergabung dengan yang lain sambil memangku Alif.
Nana hanya diam menatap Alif yang makin
hari makin lengket dengan Aji. Bahkan Alif sampai mau menyapa duluan juga
melakukan kontak fisik dengan Aji duluan.
Kalau saja kamu datang lebih awal, kamu
minta maaf dan bertanggung jawab lebih cepat mas... Mungkin kita bakal jadi
keluarga paling bahagia... Batin Nana luluh melihat Alif yang benar-benar
senang berada disisi Aji.
Aji berkali-kali memeluk Alif dan
menciuminya seolah akan pergi lama dan tak menemui Alif lagi. Tapi Nana
mengabaikan bagaimana interaksi Aji dan kecurigaannya. Masih saja Nana
menanamkan dalam hatinya, sebelum ada Aji baik-baik saja maka setelah Aji pergi
akan tetap baik-baik saja.
"Habis ini kamu bisa ikut aku pulang
dek... Balik ke rumahku, kamu urus rumah aku yang kerja... Kita bakal jadi
keluarga paling bahagia... " bisik Arif lalu mengecup punggung tangan
Nana.
Nana hanya mengangguk menatap mata Arif
dengan senyum sumringah. Lalu menatap Aji dan Alif.
Aku bisa...aku pasti bisa move on, ini
pasti jodoh terbaik dari Allah... Batin Nana menguatkan hatinya.
[Next]