Bab 51
Pengumuman hasil ujian masuk
perguruan tinggi diumumkan. Nana harap-harap cemas mengecek pengumuman secara
daring dilaman web universitas berulang-ulang. Arif yang berencana menentukan
hari baik juga ikut cemas menemani Nana.
Alif tidak tau apa yang dikhawatirkan
orang-orang tapi ia tetap ikut cemas. Alif pelan-pelan memegang tangan Nana
atau baju dan jilbab Nana meskipun berkali-kali pula Nana menghardiknya. Entah
apa yang ada di pikiran Nana, sejak ia menerima lamaran Arif ia makin abai pada
Alif.
Arif juga hanya melihat Alif dengan tatapan
acuh tak acuh. Niatannya menikahi Nana untuk menjadi ayah bagi Alif perlahan
juga hilang. Alif yang tidak nyaman duduk diantara Nana dan Arif juga hanya
bisa berdiri sambil memeluk daun pintu dengan mata yang terus melihat mamanya.
Mama suka marah terus... Batin Alif.
"Aku mau main dulu ya ma... " pamit Alif lalu pergi setelah berdiri
lama menunggu respon mamanya yang mengabaikannya.
Pak Janto hanya menghela nafas dan
geleng-geleng kepala melihat Nana yang mengabaikan Alif terus menerus. Adanya
Arif juga tak memberikan apapun pada Alif. Tidak kasih sayang, apalagi nafkah.
"Alhamdulillah lolos!" pekik Nana
senang bukan main sambil bertepuk tangan.
Pak Janto ikut senang melihat putrinya
senang, begitu pula dengan Arif. Jiwa ambisius dalam diri Nana kembali lagi,
semangatnya menggebu-gebu. Apalagi ia dapat suport dari Arif yang sebentar lagi
akan sah menjadi suaminya.
Hanya kuliah dan karir serta asmara saja
yang ada dipikiran Nana saat ini. Sangat berbanding terbalik ketika ia masih sendirian,
hanya Alif, Alif dan Alif yang ada dikepalanya. Nana bahkan terfikir untuk
berhenti mengejar mimpinya agar Alif bisa sekolah nantinya.
●●●
Alif hanya diam duduk sambil bermain dengan
mobil truk kayu yang dibelikan Aji. Di isinya kerikil lalu membawanya pergi.
Doni tak ada dirumah, keluarganya sedang berlibur. Ingin bermain ke rumah Lila,
Alif merasa tidak cocok bermain dengan anak perempuan. Akhirnya Alif hanya
duduk menunggu waktu dzuhur di masjid.
Mama kenapa tidak sayang aku lagi ya? Apa
aku jadi anak nakal? Batin Alif sedih.
"Alif... " panggil Aji yang iseng
memanggil saat melihat ada truk kayu di masjid.
"Hai Om! " jawab Alif
semangat dan langsung bangun sambil melompat-lompat girang begitu senang bisa
melihat Aji.
Aji tak kalah senangnya melihat Alif.
Apalagi Alif sudah tampak lebih layak, baik mainan, pakaian atau alas kakinya
ditambah pula Alif mau menyambutnya.
"Aku bawa makan, ayo makan sama-sama!
" ajak Aji lalu mengeluarkan kantung plastik berisi bento dan dessert.
"Ayo! " pekik Alif senang.
Aji dan Alif duduk di tangga depan masjid.
Aji benar-benar memanfaatkan waktunya bersama Alif apalagi setelah ia
menghadapi banyak masalah, rasanya bertemu dengan Alif adalah sebuah
refreshing. Hiburan tersendiri bagi Aji ketika ia bisa menebus kesalahannya
pada Alif meskipun hanya sedikit.
"Om bekerja di mana? " tanya Alif
tiba-tiba disela makannya.
"Om kerja dimana-mana, kadang disini,
kadang diluar kota, kadang jauh harus naik pesawat... " jawab Aji sambil
memakan nuget terakhir diwadah bentonya.
"Em... Begitu... Uangnya banyak?
" tanya Alif lagi.
"Banyak, lumayan... " jawab Aji
sambil menganggukkan kepalanya.
"Ini... " Alif memberikan
nugetnya pada Aji lalu melanjutkan makannya yang sengaja hanya dihabiskan
setengah.
"Alif ga suka? " tanya Aji
memperhatikan Alif.
"Aku suka, ini enak. Mamaku harus
cobain juga... " jawab Alif lalu merapikan makanannya dan meletakkan
dengan hati-hati ditruk kayunya. "Trimakasih ya... " sambung Alif
lalu membawa sisa bento dan dessertnya yang belum ia makan pulang.
"Alif, om mau pergi jauh lama
sekali... " ucap Aji yang menahan langkah Alif.
"Kenapa? Mau kerja? " tanya Alif.
"Om mau pindah rumah diluar negeri,
tidak disini lagi... Tidak bisa ketemu Alif lagi... " jelas Aji sesingkat
mungkin agar ia tetap terlihat tegar dan Alif tidak sedih.
"Em... " Alif tak bisa
menyembunyikan kesedihannya didepan Aji. "Yasudah tidak papa... "
sambung Alif lalu melanjutkan langkahnya.
"Alif boleh ikut kalo Alif mau...
Nanti kita naik pesawat, naik mobil, rumahku besar ada tempat bermainnya... Ada
TV sama buku cerita banyak... Ada mainan juga... " ucap Aji berusaha
membujuk Alif.
"Mama? " tanya Alif yang kembali
tertahan dengan matanya yang berkaca-kaca.
Aji hanya bisa diam mendengar tanggapan
putranya. Putranya yang ingin di gugurkan dulu begitu mirip dengannya. Hanya
ada "mama" dipikirannya, menjadi anak mama.
"Kalo tidak ada mama, aku tidak mau...
" ucap Alif lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Om bakal sering main kesini, kita
makan siang sama-sama terus ya... Sampai nanti om pergi keluar negeri. Oke?
" tawar Aji yang hanya di angguki Alif sambil terus berjalan.
Alif sedih. Bukan karena Aji akan pergi dan
penyuplai jajanan dan mainannya pergi juga. Tapi karena setelah sekian lama ada
orang-orang berlaku buruk padanya, ada Aji yang tiap hari bila bertemu selalu
dipukuli dengan pralon, diusir, dimarahi tapi tetap baik padanya.
Alif sedikit merasa sedih dan menyesal
sudah berbuat buruk pada Aji. Bahkan setelah semua yang ia lakukan pada Aji,
Aji tetap baik padanya. Mau menemaninya tanpa marah-marah, tidak mencubit atau
meneriakinya.
Alif sudah berurai air mata sepanjang jalan
pulang. Tapi sayang sesampainya di rumah mamanya tidak ada. Tidak pamit pada
Alif lagi sekarang. Hanya ada pak Janto yang menggambar pola jahitan.
"Adek kenapa? " sambut pak Janto
yang melihat Alif sesenggukan.
"Om aneh... " ucap Alif sambil
menangis sambil menyeka air matanya sendiri juga ingusnya dengan kerah baju
yang ia kenakan.
"Om aneh kenapa? " tanya pak Janto
khawatir sambil memeluk Alif.
"Dia mau pergi jauh begitu... Hiks... Luluar negara gitu... Nanti tidak bisa
ketemu aku... Aku sedih... " jawab Alif berusaha menjelaskan dengan
tersengal-sengal. "Nanti tidak ada yang baik sama aku lagi!!! "
tangis Alif makin menjadi.
"Cup... Cup... Kan ada bapak, ada
Doni, ada mama... Ustadz juga... " hibur pak Janto.
"Tapi beda, aku suka om aneh juga...
" jawab Alif sambil menghentakkan kakinya.
Pak Janto hanya bisa diam mendengarkan
tangis Alif. Ia tak menyangka kalau Alif sudah bisa membedakan orang yang
sayang atau tidak dengannya. Mungkin anak kecil memang polos, tapi mereka tidak
bodoh. Mereka punya perasaan yang murni, tapi bukan berarti tidak peka akan apa
yang dialami.
Pak Janto ingin menyangkal ucapan Alif yang
mengatakan kalau Aji adalah orang baik. Tapi sayang pak Janto tak enak hati
untuk bicara. Toh apa yang Aji lakukan ke Alif itu nyata, apa yang di rasakan
Alif juga nyata.
Bila ingin menarik ke masalalu tentu saja
Aji salah karena lepas kendali dan membodohi Nana hingga hamil bahkan sampai
Alif lahir. Tapi bukankah tiap orang juga punya dosa, maka tuhan menciptakan
jalur pertaubatan?
Pak Janto di buat bingung harus bersikap
bagaimana. Benar menurut prespektifnya Aji seorang bajingan, benar pula
menurut Nana kalau Aji seorang pria mesum yang mengencinginya lalu pergi begitu
saja, tapi pandangan Alif yang menganggap Aji orang baik dengan prespektifnya
juga tak bisa disalahkan.
Toh Alif tak melihat bagaimana masalalu
Aji, tidak melihat pula apa penyebab keluarganya benci pada Aji. Bahkan bila
Alif memukul, ketus, atau memarahi Aji... Alif sendiri tak benar-benar paham
kenapa, yang Alif tau Aji membuat mamanya sedih dan ia harus membela mamanya.
Tapi begitu Alif mengenal Aji yang berbaik hati dengannya, apakah Alif salah
menganggap Aji baik? [Next]