Empat bulan berselang sejak kematian Alif.
Arif tampak sumringah bersama istri
barunya, Zulia. Apalagi Zulia tengah mengandung buah cintanya.
Gosip beterbaran dimana-mana. Mulai yang
fitnah hingga fakta. Semua tersebar cepat bagai kereta ekspres. Berita seputar
Arif dan Zulia begitu digemari para warga. Mulai dari pernikahannya yang
berlangsung setelah 40 harian Alif. Zulia yang hamil duluan. Nana yang dituduh
zina lagi dengan mantan pacarnya. Alif yang dibunuh Arif. Arif melakukan KDRT
sampai tuduhan kalau apa yang ditimpakan pada Nana adalah suatu azab karena ia
seorang pezina.
Tapi semua terdengar samar dan kabur bagai
kabar burung seperti umumnya. Arif tetap menjadi ustadz dan seorang pendakwah.
Zulia tetap menjalani karirnya. Tak ada yang berubah terlalu drastis.
"Hus! Gak baik gosipin ustadz... Dia
ini kan paham agama, orang suci, pandangan aja dijaga, tutur katanya sopan.
Mana mungkin kayak gitu... Kalo bikin gosip ngawur! Jangan jelek-jelekin
ustadz! Jangan mencoreng nama pemuka agama. Kualat nanti... " bela ibu-ibu
yang sudah begitu fanatik pada Arif.
●●●
"Ini buat anakku... " ucap Aji
sambil mengantongi sebuah Apel yang dibawakan suster untuknya.
Aji terus menggendong guling sambil
berpura-pura kalau guling itu adalah Alif. Beberapa kali Aji menciumi gulingnya
seolah sedang menciumi Alif.
"Adek kalo sama papa ga usah
khawatir... Ga ada yang jahatin adek... " ucap Aji pada gulingnya.
"Nanti kalo kita pulang, kita main ke
waterboom... Main ke mall, naik mobil-mobilan... " ucap Aji terus
membayangkan tengah berbincang dengan Alif.
Aji terdiam lalu meletakkan gulingnya
setelah meminum obat. Aji terdiam lalu menangis histeris mengingat putranya
dibunuh. Terlepas atas unsur apapun itu, yang Aji tau dan percayai putranya
dibunuh.
Putranya pergi benar-benar seorang diri.
Bahkan batu nisannya pun tak tercantum bin siapa. Alif pergi sendiri, pergi ke
keabadiannya seorang diri.
Eyang menatap cucunya dari sela-sela
jendela sambil menggenggam permen yang di beri Alif waktu itu. Eyang tak berani
menemui Aji. Ia tak kuat di salahkan, dihakimi cucunya yang menyesal tak bisa
bertanggung jawab atas kehamilan Nana saat itu.
"Kalo papa pemberani... Kalo papa
lebih kuat... Kalo papa mau cepat datang... Apa adek masih di sini? Kalo adek
ada... Gapapa aku dipanggil om aneh seumur hidup... " gumam Aji.
"Orang sepertiku tak pantas dipanggil
papa..."
●●●
"Berhentilah memanggilku pembunuh
Na... Hidup mati seseorang itu ditangan Allah... " ucap Arif yang akhirnya
menemui Nana yang tinggal bersama om dan tantenya.
Entah apa yang dipikiran Arif. Tapi rasanya
ia hanya menumpahkan garam diatas luka. Ia tak mengakui kesalahannya,
dipamerkan pula istri barunya pada Nana. Arif juga seolah tak sudi berlama-lama
bersama Nana yang diam dalam keterpurukannya.
Dalam gelap malam, diiringi rintik hujan.
Nana berjalan dengan pakaian terbaiknya tanpa arah, tanpa tujuan, jelas tanpa
pamit pula.
Dinikmatinya tiap tetes air yang membasahi
tubuhnya. Nana terus berjalan hingga berhenti ditengah rel kereta, dibukanya
lolipop yang ia simpan dalam kantung.
Srassssshhh!!!
Kereta itu melaju menabrak Nana yang sudah
menunggunya dengan senyum sumringah.
"Alif... Mama datang.... "
Tamat.
Terimakasih semua pihak yang sudah mengilhami saya
dalam menulis cerita, terimakasih tiap kasus yang datang dalam keprihatinannya
masing-masing. Kisah ini di tulis sebagai pembelajaran untuk kita semua.
0 comments