Bab 25
"Aku capek Ma... Aku mau pergi dari
sini... Aku ga tahan... " adu Aji sambil menangis memeluk mamanya.
"Aku ga tahan hidup kayak gini... Aku pengen kembali sama Nana sama
anakku... " sambungnya.
Siwi hanya diam air matanya ikut mengalir
mendengar putranya yang begitu tertekan dan ia tak bisa berbuat apa-apa bagini.
"Sstt... Jangan keras-keras nanti eyang sama papa denger... " ucap
Siwi sambil mengusap air mata Aji.
Aji hanya mengangguk lalu berusaha
menghentikan tangisnya, berusaha tenang dan kembali menguasai dirinya.
"Anakku sama Nana sudah besar, cowok, namanya Alif... Aku ketemu dua kali...
" ucap Aji pelan lalu tersenyum lembut mengingat pertemuannya dengan Nana
dan Alif beberapa waktu lalu.
Siwi ikut tersenyum mendengar ucapan
putranya. Sambil menggenggam tangannya dengan erat.
"Sejak aku tau di mana Nana... Rasanya
aku mau kembali ke Nana, meninggalkan semuanya... Hidup sederhana, jadi guru
bimbel, buka warung... " ucap Aji lalu tertawa kecil.
"Maaf ya... Mama ga banyak bela kamu,
bela Nana... Sudah... Istirahat... " ucap Siwi lalu keluar dari kamar Aji.
●●●
Alice hanya diam menguping pembicaraan
kakak dan ibunya di depan pintu lalu buru-buru masuk ke kamarnya begitu
mendengar langkah kaki mendekat. Di tatapnya kamar bernuansa biru muda dan
abu-abu itu. Begitu banyak buku tebal di atas meja belajarnya, juga laci
samping tempat tidurnya. Kling!
Alice tersenyum melihat pesan dari kakak
pertamanya. Hanya kakak-kakaknya yang paling mengerti bagaimana dirinya
sekarang. Bahkan meskipun ia sinis pada Aji sekalipun Aji tetap bisa mengerti
dirinya.
"Halo? " ucap Alice menelfon
kakaknya Mia.
"Hai,
ada apa? Uangnya kurang? " saut Mia di ujung
sana.
"Mas Aji bermasalah lagi... "
ucap Alice lalu menghela nafas.
"Soal?!"
"Harusnya kamu dah cek di grup... Mas
Aji mau cerai... "
"Terus?
" Mia langsung memotong ucapan adiknya.
"Belum tau, besok kalau ada apa-apa
lagi ku kabari... " putus Alice. "Nanti ku hubungi lagi !"
Suara pintu kamarnya yang di ketuk membuat
Alice cukup panik.
"Ya?! " teriak Alice dari kamar.
"Eyang bikin cumi goreng... "
ucap Eyang dari luar.
Alice langsung membukakan pintu lalu
menerima mangkuk berisi cumi goreng dari Eyang. "Aku mau langsung belajar... "
ucap Alice tak mengijinkan eyang masuk.
"Iya Eyang tau... Semangat!
" Eyang tersenyum sumringah menyemangati cucunya itu meskipun Alice
langsung menutup pintu.
Alice langsung membuka jendela kamarnya dan
mematikan pendingin ruangan. Dinyalakan ring light di mejanya lalu mulai
membuat konten makan di atas meja belajarnya. Ecila eat! Nama kontennya yang
hanya menunjukkan separuh wajahnya, dari hidung ke sampai sebatas dada.
Kontennya hanya makan cemilan dan makan sehari-hari, cukup berbeda dari
kebanyakan video makan yang tampak rakus dan dalam jumlah banyak. Tidak banyak
followersnya hanya sepuluh ribu, itupun ia kerjakan sembunyi-sembunyi dengan
ponsel bekas milik Aji.
"Hmm... " Alice mulai makan dan
mengacungkan jempolnya menikmati cemilannya.
Hanya Aji dan kakak-kakaknya yang tau apa
yang ia kerjakan. Tentu saja semua diam saling menutupi dan mensuport satu sama
lain. Menutupi hobi dan apapun yang mereka sukai atau sayangi. Seperti saat Aji
bersama Nana kedua kakaknya juga Alice ikut menutupi. Bahkan saat itu Alice
sengaja membully temannya agar orang tuanya juga Eyang berhenti menyudutkan
Aji.
Aji juga menutupi hobi adiknya itu dan
kerap memfasilitasi adiknya untuk bolos bila sudah terlihat suntuk. Aji juga
kerap masuk kedalam konten milik adiknya tiap kali membolos untuk makan
bersama. Meskipun memang sejak ia menghamili Nana, Alice jadi kecewa dan
menjauhinya. Terlebih saat ia menyerah untuk melawan dan memilih untuk tidak
tanggung jawab.
●●●
Nana mulai menata kembali hidupnya dan
menerima Arif yang datang tiba-tiba untuk ta'aruf
dengannya. Keluarganya jelas merestui hubungannya dengan Arif yang lebih aman
dan dapat di awasi. Kuliahnya pun juga mulai berjalan di semester awal dengan
baik, punya teman baru, kelompok belajar yang kompak, bahkan Nana boleh
menitipkan dagangan di koprasi fakultasnya. Alif juga mulai sekolah di paud
dekat rumah. Berangkat dan pulang naik sepeda sendiri, lalu mengerjakan PR di
temani tante Yuni sebelum makan siang dan menunggu Nana pulang kuliah.
Tak pernah ada masalah lagi, tak pernah
berkonflik dengan tetangga. Fokus Nana hanya kuliah dan anaknya. Masalah Arif
dan hubungannya juga begitu fleksibel.
Arif tak banyak menuntut, ia juga fokus mencari uang untuk menikahi Nana dan
menghidupi Alif.
Berkomunikasi dan berkirim kabar tiap hari,
bertemu tiap minggu. Tak ada cemburu tak ada kekangan. Meskipun di akui Nana
sebenarnya ia tak ingin menikah dulu. Terlalu nyaman dengan kesendirian dan
kesibukannya. Terlalu fokus pada hidupnya yang begitu keras dan penyebab itu semua
sebenarnya hanya satu, benteng pertahanan di hatinya yang sudah di buatnya
selama itu di gempur dengan mudah oleh Aji yang datang mengejarnya meski tak
sengaja dan Aji yang rela menerima amarah bapaknya meskipun akhirnya bapak
drop.
"Na, nanti ini kasih bapak ya...
" ucap Yuni yang memberikan kotak makan siang yang di isi teri balado.
"Iya Tante... " jawab Nana
lalu memakai helem.
"Aku pergi dulu ya... " ucap Alif
menyalimi Yuni lalu naik ke motor sambil berpegangan pada Nana.
Sepanjang jalan Alif begitu cerewet
mengobrol dengan mamanya sambil melemparkan lelucon. Sebelum sampai Nana juga mengajaknya membeli baso
dulu yang membuat Alif makin bahagia tiap kali pulang ke rumah pak Janto.
"Nanti ustadz di kasih juga ya...
" ucap Nana yang masih tak mau membiasakan Alif memanggil Arif dengan
sebutan papa atau sejenisnya.
"Iya, nanti aku yang antar... "
ucap Alif semangat.
Jalan masuk ke rumah terutama masjid
sedikit terhalang oleh sebuah mobil mewah. Tapi Nana tetap melewatinya begitu
saja.
"Aduh mobilnya penuhi jalan... "
komentar Alif.
Sesampainya di rumah Alif langsung turun
dari motor dan berlari masuk ke dalam rumah. Pak Janto langsung menyambut Alif
yang datang dengan ceria. Nana langsung masuk dan menyiapkan makan juga
mengurus rumah sementara Alif dengan kakeknya.
Tapi saat Nana dan keluarganya tengah
berbahagia dengan kesederhanaannya. Tamu yang tak pernah di harapkan lagi
kedatangannya muncul. Aji, ia datang bersama ibunya. Kali ini masih di temani
Arif yang terus-menerus menghalangi langkah Aji dan Siwi.
"Alif itu anakku... Kenapa kamu terus
menghalangi? " tanya Aji pada Arif begitu sampai dekat rumah Nana. [Next]