Bab 36
"Mas... " sapa Wulan
begitu Aji datang menemuinya di salah satu warung makan dekat pengadilan agama.
"Lancar? " tanya Aji lalu duduk
berhadapan dengan Wulan.
Wulan hanya mengangguk pelan lalu
tertunduk, wanita garang itu tampak gugup kali ini. Pertama kalinya Wulan
bersikap seperti ini di depan Aji setelah perceraian dan masalah yang mereka
hadapi.
"Ada apa? " tanya Aji sambil mengaduk
minuman yang sudah di pesankan Wulan sebelumnya.
Wulan tersenyum malu lalu kembali
menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa aku sudah memaafkanmu,
aku sekarang bakal tanggung jawab ke Nana sama anakku..." ucap Aji.
"Maaf dari awal aku tak jujur terutama soal Nana... " sambung Aji
lalu menghela nafas.
Wulan terdiam mendengar ucapan Aji dan
sedikit rencana yang terucap darinya. Kalau dulu ia di pusingkan soal keturunan
yang tak kunjung hadir dalam pernikahannya dengan Aji, kini Wulan di pusingkan
dengan hal serupa namun kebalikannya. "Mas... " lirih Wulan bingung
memulai pembicaraan dari mana.
Aji menatapnya dengan sebelah alis
terangkat. "Ya? " sautnya.
"Aku... A-... Aku... Aku hamil...
" ucap Wulan lalu menggigit bibir bawahnya.
"Ha-hamil? Hamil? Hamil anak siapa?
" tanya Aji yang di jawab gelengan oleh Wulan. "Aku sudah lama sekali
tidak menidurimu, aku tak pernah menyentuhmu lagi sejak aku lihat kamu ML[1] sama ajudanmu! " elak Aji lsebelum di suruh tanggung jawab.
Air mata Wulan mengalir begitu mendengar
pernyataan Aji yang hanya bisa di jawab dengan gelengan.
"Berapa kali... Argh! Maksudku berapa
banyak pria yang menidurimu? " tanya Aji sambil mengacak-acak rambutnya
sendiri dengan frustasi.
"A-aku... Aku hanya dengan Hari..." jawab
Wulan terbata-bata. "Tapi sekarang Hari pergi... Hilang... " sambungnya yang
mulai menangis.
Aji hanya bisa geleng-geleng kepala, heran
dengan kelakuan Wulan yang bisa separah itu. Mungkin kalau hanya selingkuh Aji
bisa maklum, tapi kalau sudah seperti sekarang rasanya Aji bersyukur sudah di
gugat. "Aku mau pergi... Urusi urusanmu sendiri... " Aji langsung
beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Wulan sendiri.
"Mas aku hamil... Bentar lagi kita
jadi orang tua... " ucap Nana yang tampak begitu ceria di ruang makan
sambil menyiapkan sarapan.
Aji menggelengkan kepalanya.
"Loh Mas..." Nana tampak
murung lalu menangis menatap Aji. Perutnya perlahan membuncit, makin besar dan
besar.
Aji tampak panik dan mulai ketakutan
melihat Nana. Tak lama Nana terduduk kesakitan memegangi perutnya.
"Ahh Mas sakit! " pekik
Nana. Aji kembali menggeleng dan berjalan mundur perlahan. Wajah Nana perlahan
berubah menjadi wajah Wulan, tak hanya wajah namun juga badan.
Aji membelalakkan matanya, di lihatnya
Wulan dengan perut buncit tengah mengandung berbaring di tempat tidur. Tak lama
seorang pria muncul dari bawah tempat tidur lalu memasukkan kepalanya ke dalam
daster yang di kenakan Wulan.
"Mas Aji, ini benar-benar anakmu...
" ucap Wulan sebelum akhirnya mendesah penuh gairah.
"Papaku... " ucap Alif yang sudah
ada di gendongan Aji bahkan Alif sudah memeluknya erat. "Aku baik, tidak
nakal... Kenapa papa ga mau aku? " tanya Alif.
"Enggak Nak, papa suka kamu...
Tapi papa... " Aji berusaha menjelaskan tapi suara desah dari Wulan
mengalahkan suaranya yang seketika hilang teredam jalangnya desahan yang keluar
dari Wulan yang tengah bercinta.
Aji menatap sekeliling ada keluarga Nana
yang ikut menyaksikan apa yang di lakukan Wulan, tapi tetap saja Wulan asik dan
makin binal ketika banyak yang melihatnya.
Tak lama Eyang datang lalu ikut
menyaksikan apa yang di lakukan Wulan. "Le... Wulan itu istri yang baik... Udah mau bekerja, berpolitik,
bantu bisnis keluarga... Wulan itu sebaik-baiknya perempuan... " ucap Eyang lalu dengan
wajah sumringah menikmati pemandangan Wulan yang sedang berzina
terang-terangan. "Wulan itu perempuan yang paling susah di dunia ini.
Lihat biar kamu ga kecapekan Wulan sampe minta tolong orang lain... Ckckck...
Baik sekali... Idaman... " ucap Eyang lagi.
Aji menatap ke belakang sudah ada orang
tuanya yang mengikuti Eyang, ayahnya dengan mulut terbungkam dan ibunya dengan mata tertutup.
Sementara Alice tampak acuh sambil berusaha membuka jendela berusaha kabur.
"Argh... Aku keluar! " jerit
Wulan penuh kenikmatan.
Aji menyipitkan matanya. Tampak Nana
berdiri sambil menggandeng seorang pria. "Papa... " Alif turun dari
gendongan Aji secara paksa lalu berlari ke arah Nana.
Ding!
Ding! Ding! Sraz!!! Tiba-tiba kereta api yang entah
datang darimana datang menubruk badan Aji.
▲△▲
"Ah! Sial! Kenapa mimpi itu lagi!
" Aji terlonjak bangun dengan terkejut.
Keringat dingin di telapak tangan Aji sudah
begitu banyak hingga tampak seperti baru saja cuci tangan. Aji mengatur
nafasnya berusaha menenangkan pikirannya. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa
yang ia lihat dalam mimpi hanya sekedar mimpi. Bunga tidur.
Drrt...
Drrt... Drrt...
Getar ponsel Aji yang tergeletak di atas
laci. Aji mengerutkan alisnya lalu mencabut ponselnya dari charger semalam. Aji
tersadar bila ini hari putusan sidang pengadilan agama, hari dimana palu
diketuk dan ia sah menjadi duda.
Aji kembali menjatuhkan kepalanya ke atas
bantal lalu menatap langit-langit kamarnya. Ponselnya kembali berbunyi begitu
nyaring. Aji kembali mengambil ponselnya dan melihat ada nomor tak di kenal
menelfonnya.
"Ya halo? " ucap Aji mengangkat
telfonnya.
"...Mas
Aji, kirimin uang... " ucap suara gadis yang
tak asing lagi di telinga Aji.
"ALICE! Kamu kemana aja? Ini kamu di
mana? Kamu sama mama? " cerca Aji yang langsung bangun.
"...iya
sama mama, abis di rumah ga enak aku sebel yaudah aku minggat aja... " saut Alice santai.
"Mama mana? " tanya Aji yang
sudah ingin bicara dengan mamanya.
"...halo
assalamualaikum... " suara lembut yang begitu
lama ingin di dengar Aji akhirnya kembali terdengar.
"Ma, mama kemana? Kok nekat? Aku
khawatir ..."
"Mama
gapapa sama Alice... Mama nginep di rumah Joe, di Bali... " ucap Siwi agar Aji tenang.
"Bali? BALI? Mama sampe Bali?
Astaga... Kenapa mama ke Bali ga ngabarin aku? Mama di cariin Papa loh...
" ucap Aji panik.
"..." tak ada jawaban dari Siwi
maupun Alice. Rasanya Aji sendiri juga sudah lebih paham bagaimana kondisinya.
"Yaudah mama sama Alice butuh uang
berapa? Nanti kirim nomer rekeningnya... " Aji mengalah.
"...makasih
ya le... Maaf mama banyak ngerepotin... " saut
Siwi lalu mematikan sambungan teleponnya sepihak.
Aji yang awalnya hari ini ingin bertemu
Wulan di pengadilan jadi mengurungkan niatnya kembali. Ada hal penting yang
harus ia selesaikan dirumah. Ada keluarganya yang bermasalah dan harus ia urus.
●●●
"Sayang... " sapa Joe yang baru
bangun tidur pada Alice yang duduk sambil menonton TV di ruang tengah.
"Be!
" pekik Alice lalu menghampiri Joe dan memeluk erat pria blasteran itu
dengan manja.
Siwi hanya menghela nafas bingung bagaimana
cara merayu putrinya ini agar mau kembali pulang. Bayangan suaminya yang tak
terurus terus saja membayang-bayangi Siwi. Mungkin Siwi memang kesal akan
tindakan suaminya yang kasar dan kerap main tangan padanya, tapi dari lubuk
hatinya yang paling dalam Siwi sudah memaafkan semuanya. [Next]
[1] Making Love