Bab 53
Nana langsung masuk kamarnya
setelah mandi besar. Nana buru-buru menunaikan salat dan berdoa memohon
ampun dengan berurai air mata, tak lupa Nana juga sudah mengunci pintu
kamarnya. Nana mendekap tubuhnya erat-erat sambil terduduk bersandar ke lemari
plastiknya.
Masih teringat jelas dipikirannya bagaimana
Aji dulu merayunya hingga bisa berhubungan intim dan lahir Alif. Bagaimana bisa
ia melakukannya lagi dengan Arif yang notabene seorang ustadz. Nana merasa
benar-benar bersalah sudah kehilangan kendali begini.
"Astaghfirullah... Astaghfirullah...
Astaghfirullah... " Nana mengucap istighfar berkali-kali.
Nana terduduk bersandar dilemari plastik
sambil memeluk lutut dan menyembunyikan tangisnya. Antara kesal, sedih,
menyesal, kecewa bercampur jadi satu. Nana kalut, bingung bagaimana sekarang.
Ia sudah mengulang kesalahan yang sama.
Tubuhnya terlalu rindu, bahkan sampai
membutakan pikirannya buntu. Membuatnya kalap dan membiarkan hasratnya
menggebu-gebu sampai lupa diri, lupa daratan sekali lagi. Bila dulu Aji
membayarnya sekolah, bimbel, makan, buku, bahkan beberapa hal-hal keinginannya.
Kini Arif yang hanya menjanjikannya menikah dan tak pernah memberikan apapun
sudah membuatnya kalap.
"...sejak kapan aku jadi murah
begini... " kesal Nana sambil memukul-mukuli kepalanya sendiri dengan
frustasi.
Nana terlalu berhasrat dan kesepian, Nana
terlalu kehausan sampai rasanya ia rela menenggak racun sekalipun agar
dahaganya hilang tanpa peduli apa konsekuensinya.
"Mama... Mama... " panggil Alif
sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Nana. "Mama sudah makan belum? "
tanya Alif dari luar kamar.
"Bentar dek, baru pakek baju mau salat..."
dusta Nana yang tengah meratapi perbuatannya tadi.
●●●
Arif langsung bergegas pulang kembali ke
tempat pengabdiannya, Arif buru-buru mengambil peralatan mandinya untuk mandi
besar. Masih teringat dikepalanya dengan jelas betapa nikmat tubuh Nana.
Wajahnya, bibirnya yang mengkilap karena liurnya dan jadi kemerahan karena
telah dicumbu, tatapan takut-takut sayunya, lehernya yang mulus dan jenjang,
kedua buah dadanya yang padat berisi, tidak tepos tidak juga terlalu besar.
Bahkan lubang surgawinya yang sudah pernah mengeluarkan bayi juga terasa begitu
rapat dan ahh... Sulit di gambarkan.
Arif menyadari apa yang ia lakukan tadi.
Bohong kalau ia khilaf, toh ia dengan sadar mencumbu wanita kesepian itu. Ia
juga yang dengan sadar mengajaknya pergi, jangan lupa ia juga yang mengajaknya
ke penginapan. Rencana awal memang hanya makan, traktiran makan. Awalnya
ikhlas, tapi kalau bisa di meminta feedback kenapa tidak sekalian.
Ah hasutan setan sudah menghanyutkannya.
Bahkan saat Nana tengah dirundung penyesalan akan perbuatan tadi, Arif malah
teringat dan jadi mau lagi. Ayolah jangan naif, Imam besar saja sampai kabur
karena chat musem... Apalagi Arif dan Nana yang masih muda. Apa yang kalian
harapkan pada getaran jiwa perempuan muda umur 21 tahun seperti Nana ? Apa yang
kalian harapkan kontrol diri kuat dari pria muda 23 tahun seperti Arif?
Bahkan rasanya menentukan mau makan apa,
dimana, dengan siapa saja masih labil. Apalagi Nana yang harus mengurus dan
membesarkan Alif dengan gejolak birahinya yang perlu diurus apalagi sudah
pernah puas dan kini dipancing lagi.
"Aku salah... Aku yang salah... "
lirih Arif sambil mengocok penisnya.
Ia menyesal, sedih, kecewa, perasaannya
sama kalutnya dengan Nana tapi sungguh nafsunyapun tetap tinggi.
"Emfffhhhh.... " kembali muntah
cairan itu. Tertembak bukan didalam Nana lagi.
"Aku tanggung jawab... " lirih
Arif lagi sebelum melanjutkan mandi besarnya. "...nawaitu ghusla liraf'il
hadatsil akbar...." Arif kembali mengulang niatnya.
●●●
"...maaf Na aku lancang sudah
menidurimu tadi, ku pastikan kita benar-benar menikah, aku janji wallahi...
" bunyi pesan Arif pada Nana setelah kejadian tadi.
"Ma... Besok Lila ulang taun, dia
bilang aku harus datang kasih kado... " ucap Alif pada Nana sambil
menunjukkan undangan ulang tahun yang sudah kucel bentuknya.
Nana masih memandang pesan yang dikirim
Arif dengan lesu tertunduk. Alif yang melihat mamanya sedih mendekat dan
memeluknya dari samping. Tapi Nana segera mengedikkan bahunya menolak pelukan
Alif.
"Besok kita cari kado, sekarang adek
bobo... " ucap Nana sedikit ketus.
"Baca cerita... " pinta Alif.
"Mama capek! Jangan tambah capek!
" bentak Nana yang benar-benar membuat Alif sedih dan merasa bersalah.
Alif langsung memunggungi Nana, sambil
menangis dalam diam. Tentu saja Nana tau Alif sedih dan tengah menangis, tapi
Nana memilih diam mengabaikannya. Nana benar-benar di luar kendali belakangan
ini.
●●●
Pagi-pagi seperti biasanya Alif sudah mandi
setelah subuh berjamaah. Alif kali ini belajar membaca di temani pak Janto.
Sementara Nana sibuk memasak. Usai sarapan Alif langsung pergi ke masjid sambil
membawa undangan ulang tahun Lila. Alif duduk diam menunggu Aji datang.
Sebenarnya Alif ingin menagih soal kado
pada Nana tapi ia terlalu takut karena pagi-pagi sudah diabaikan dan sibuk pula. Alif
merasa tidak enak hati, meskipun sebenarnya apa yang Alif lakukan wajar-wajar
saja. Toh Alif masih anak di bawah umur.
"Alif!!!" panggil Aji dengan
semangat saat melihat Alif menunggunya.
"Om aneh! " jerit Alif senang
melihat Aji.
"Alif pulang! " panggil Nana
dengan ketus saat melihat Alif dan Aji mulai akrab.
Alif hanya diam menatap Aji dan Nana
bergantian.
"Cepetan pulang! Alif! Denger mama
enggak kamu?!!" ketus Nana lagi yang sukses menarik Alif kembali padanya.
Sambil membawa tas belanjanya Nana
menggiring Alif pulang.
"Tadi Alif tunggu om ya? " tanya
Aji sambil sedikit berteriak dan buru-buru mengejar Alif dan Nana.
"I-iya, aku mau tunjukin ini... "
ucap Alif sambil menoleh dan menggerakkan tangannya yang membawa undangan.
"Apa itu? " tanya Aji excited
dengan apa yang di tunjukkan Alif.
"Lila ulang tahun, aku tidak bisa beli
kado... " jawab Alif.
"Kan mama dah bilang nanti beli sama
mama! " bentak Nana kesal lalu menarik lengan Alif hingga ke rumah.
Alif tampak ketakutan tapi hanya diam,
sambil terus berjalan dan menjaga keseimbangannya agar tidak jatuh.
"Ayo beli sama om... " ajak Aji
di depan rumah Nana. "Nanti om janji Alif boleh pulang lagi... " sambung Aji.
Brak!!! Nana langsung membanting pintu
didepan Aji.
"Mama jangan marah, jangan gitu... Aku
takut ma... " lirih Alif lalu mulai menangis.
Pak Janto yang sedikit menyemak hanya bisa
geleng-geleng kepala melihat Nana yang jadi makin galak dan labil sejak
memutuskan menikah.
"Na... Ijinin aja, kamu ikut...
Sekali-kali biar Alif pergi sama Aji... Aji bentar lagi juga pindah keluar
negeri... Biar Alif ga sedih... " bujuk pak Janto.
"Biasanya juga dia ga disini! Semuanya
baik-baik saja! " bentak Nana.
Alif langsung berlari membuka pintu lalu
keluar memeluk Aji yang menunggunya. "Ayo pergi! " ucap Alif.
"ALIF!! " bentak Nana begitu
melihat Alif yang sudah memeluk Aji.
Alif langsung mendelik ketakutan. Aji tak
mau membuat Alif tertekan langsung menggandeng Nana. "Udah kamu ikut juga
aja Na... " ajak Aji lalu menggandeng Nana menuju mobilnya sambil
menggendong Alif.
Nana hanya mengikuti Aji tanpa kuasa
melawan lagi. Terlalu terkejut dengan apa yang dilakukannya.
"Ayo beli kado! " ucap Aji
menghibur Alif.
Alif hanya mengangguk lesu sambil
mempererat pelukannya. [Next]