Alif begitu senang akhirnya bisa mengajak mamanya untuk ikut menikmati "hidup enak" bersama om aneh. Alif beberapa kali menyuapi mamanya dengan kripik kentang yang ada di mobil, ada nastar juga, ada wafer, kacang telur, banyak ciki juga. Aji bahkan sengaja mencari jalan yang jauh agar bisa lebih lama bersama Nana dan Alif.
"Ini rumah mamanya om... Namanya mama
Siwi... " ucap Aji memberitahu Alif.
"Mas, aku ga mau kesini... Aku
takut... " bisik Nana.
Aji tersenyum mendengar bisikan Nana. Nana
kali ini seperti Nananya dulu. "Gapapa... Ada aku... " bisik Aji
meyakinkan Nana. "Sebentar saja... Kalo kamu ga suka kita pergi... Pergi
kemana anak kita mau..." sambung Aji yang benar-benar Nana rindukan.
Pandangan Nana mulai teduh kembali seperti
dulu. Seperti saat masih menjadi kekasih Aji. Masih Nana yang polos. Nana yang
benar-benar dirindukan Aji dan Nana yang merindukan Aji. Merindukan ucapan yang
meneduhkannya, tanpa emosi, tanpa paksaan berlebihan.
Saat ini rasanya mereka adalah dua dalam
satu. Nana merasakan apa yang sama dengan Aji saat turun bersama dari mobil.
Aji menggendong Alif sambil menggandeng Nana menuntunnya masuk. Persetan Nana
sudah jadi istri orang, bagi Aji… Nana tetap kekasihnya yang sempat
dicampakannya. Nana tetap gadis manis yang ia rindukan.
Perasaannya masih sama, bahkan saat Aji
yang rasional itu tau kalau Nana sudah ditiduri pria lain. Sudah dipersunting
pria lain. Perasaannya masih sama. Nananya masih tampak cantik, ia bukan
bunga yang layu sebelum berkembang. Rasanya, rindunya, kasihnya, sayang dan
cintanya masih begitu hangat terasa bagi Aji.
"Izinkan aku merindukanmu Na... "
bisik Aji lalu mengecup punggung tangan Nana yang ada dalam genggamannya.
Nana hanya diam. Bingung harus mengizinkan
atau tidak, dosa atau tidak apa yang ia lakukan saat ini. Apakah ini bisa
disebut perselingkuhan bila hanya mengizinkan untuk merindu.
"Mas Aji! " sambut Eyang yang
membuat Nana ciut. Sementara Alif langsung memasang senyum cerianya dan sudah
mengulurkan tangan untuk menyalimi wanita tua yang menyambut om anehnya.
"Buat apa bawa wanita murahan itu kesini?! Anak haram! " sinis Eyang
yang langsung kesal dengan kehadiran Nana dan Alif. "Mau numpang hidup?!
"
"Aku di ajak om anehku kesini. Aku cuma
mau main, namaku Alif. Aku bukan anak haram... " saut Alif menjelaskan.
Eyang sudah menarik nafas siap mengomel
lebih lagi. Tapi belum ia mengucapkan umpatannya Alif langsung memotong.
"Kamu tidak baik marah-marah. Mamaku
bilang kalo orang suka marah dia tidak bahagia. Ini... " ucap Alif sambil
memberikan permen yang di ambilnya dari mobil Aji pada Eyang.
Eyang terperanjat kaget dengan apa yang di
lakukan Alif. Bagaimana bisa bocah ini tak takut padanya.
"Aku tidak makan makanan murahan!
" sentak Eyang dengan angkuh.
"Yasudah kalo tidak mau... " Alif
kembali mengantongi permennya.
Eyang langsung meninggalkan Aji dan
keluarga kecilnya dengan angkuh melenggang masuk ke ruang kerja Broto.
Buyutku... Kuat sekali dia... Batin Eyang
sambil menyeka airmatanya yang mengalir.
"Sudah biarkan saja... Tidak
apa-apa... " ucap Aji sambil mengeratkan genggaman tangannya dengan Nana.
"Yang tadi panggilnya Eyang, Eyang Tini. Eyang emang galak, suka
marah-marah... Tapi sebenarnya dia baik... " ucap Aji memberi tahu Alif
agar tidak sedih.
"Aku tau, dia tidak bahagia kan?
" ucap Alif yang diangguki Aji.
"Nana... " sapa Siwi yang sudah
berdiri diruang makan dengan apron yang masih ia kenakan.
"Mama... " sapa Nana dengan
lembut dan mata yang berkaca-kaca.
"Itu mamaku," ucap Aji
mengenalkan Siwi pada Alif.
"Aku panggilnya mama juga? " saut
Alif.
Siwi hanya mengangguk sambil tersenyum
senang. Air matanya sudah menggenang, akhirnya ia bisa bertemu cucunya yang
begitu sulit ditemui. Cucunya yang hidup nelangsa sementara ayahnya kaya raya.
Siwi langsung memeluk Nana juga Alif dan Aji.
"Mama minta maaf ya... Mama dulu
penakut... " bisik Siwi ditelinga Nana.
Eyang hanya diam melihat secuil kebahagiaan
itu dari sela-sela pintu.
Aku ga perlu bergabung... Mereka ga butuh
aku... Batin Eyang berusaha membesarkan hatinya yang begitu angkuh.
"…pulang sekarang! …" pesan Eyang
pada Broto.
"Ayo dicicipi... Tadi oma masak
banyak... " ajak Siwi. "Ada udang, adek suka udang tidak? " Siwi
langsung sibuk menawarkan ini dan itu pada Alif dan Nana.
Nana hanya tersenyum sambil mengangguk
pelan. Ini yang ia impikan bersama Aji. Sebuah keluarga kecil yang hangat dan
saling menjaga dan melayani. Hanya Aji, Nana, anak-anak dan mama Siwi yang ikut
bersama mereka. Rutinitas ini yang selalu didambakan, dinantikan.
"Aku kenyang banget dong nanti kalo
makan semuanya... " ucap Alif.
"Adek makan lauknya doang boleh.
Gapapa... " ucap Siwi lalu mengambilkan apa yang ditunjuk Alif. "Kamu
juga Na... Makan yang banyak... "
"TEHKU MANA?!"sentak Eyang yang
berusaha mengusik kehangatan yang ada diruang makan.
"Tunggu ya... " pamit Siwi.
"Aku titip ini... Ini katanya murah,
tapi bisa dimakan nanti kalo pengen.... Buat eyang biar bahagia... " ucap
Alif yang kekeh memberikan permen untuk Eyang.
●●●
"Jangan panik... Aku janji pasti aku
tanggung jawab. Pegang ucapanku!! " ucap Arif berusaha meyakinkan Zulia
yang sudah panik bukan main.
"Aku gak mau hamil! " jerit Zulia
tertahan.
"Enggak... Enggak hamil... Bayi gak
tumbuh dalam semalam... Tenang... " redam Arif lalu mendekap erat Zulia,
membiarkan zulia menumpahkan segala tangis didadanya. "Kita lalui semua
sama-sama... " Arif mengecup kening Zulia.
Tempat karaoke itu menjadi saksi bisu
betapa manis janji-janji Arif.
"Terus Nanamu? " tanya Zulia.
"Itu masalah belakangan, yang penting
kamu... " Arif kembali berusaha menenangkan Zulia. "Sudah...
Tenangkan dirimu, aku akan bertanggung jawab!" Arif masih berusaha
meyakinkan Zulia.
Arif menunggu Zulia hingga tenang, sebelum
akhirnya memutuskan untuk mengantarkannya pulang.
Harus bilang apa aku ke Nana kalau aku menghamili Zulia? Gimana caraku ngomong ke Abah kalau aku zina sama anaknya? Batin Arif bingung. [Next]
0 comments