BLANTERORBITv102

Bab 07

Sabtu, 23 September 2023

Nana dan keluarganya hanya bisa pulang dengan hampa. Harga dirinya makin tercabik dan terinjak-injak lebih dalam lagi. Ia benar-benar di pandang sebagai wanita murahan dan pembohong. Bahkan setelah semuanya. Setelah apa yang ia lalui, setelah janji-janji manis Aji yang terucap tiap hari.

Tak selembarpun uang yang di berikan eyang Tini di ambil oleh Nana ataupun keluarganya. Perlakuan Aji benar-benar kelewat kurang ajar di tambah caranya mengelak dan keluarganya yang begitu sombong membuatnya tak sudi menerima apapun darinya lagi.

Mau mengambil uang itu sama saja mengakui dirinya sebagai wanita murahan bagi Nana. Nana paham dia sudah tak suci lagi, bisa di bilang ia juga wanita yang rusak. Tapi ia rusak sampai kalap juga bukan kemauannya sendiri. Aji memiliki pengaruh besar di baliknya. Mulai mengajaknya untuk kontrak rumah dan tinggal bersama, lalu berkenalan dan menjemputnya ke rumah dengan dalih ingin tinggal di asrama.

Aji yang mengajaknya memulai semua kegilaan ini. Aji juga yang mulai minta untuk berkenalan dengan orang tua Nana begitu pula dengan om dan tantenya. Siapa sangka Aji bisa jadi sesembrono ini dan mencampakan Nana di tambah fitnah dan tuduhan-tuduhan keji yang menyertainya.

●●●

"Ya ampun Na! Kamu ketinggalan banyak pelajaran, kemarin kemana aja sih?" tanya Kiki yang menyambutnya begitu masuk kelas.

"Ah itu aku sakit, selain itu kontrakanku sudah habis, jadi aku sibuk mengurus pindahan..." jawab Nana lalu duduk di bangkunya.

Nana hanya bisa berkelit dan beralasan. Toh sebentar lagi ia ujian. Ia hanya perlu sedikit lagi bersabar minimal sampai ia dapat ijazah. Hanya itu, masalah nanti mau bagaimana urusan belakangan yang penting ia punya ijazah dulu.

Nana melalui semuanya semampu dan sebisanya. Pak Janto juga terus berusaha menguatkan dirinya dan menerima keadaan. Mempunyai cucu tanpa mempunyai menantu. Bram dan Yuni juga ikut mengusahakan kehidupan layak untuk Nana dan anaknya nanti.

Sempat terlintas di kepala Yuni untuk mengasuh anak Nana nantinya sebagai anak adopsinya. Tapi baru ia berangan-angan pada suaminya sudah langsung di tolak. Bukan karena Bram tidak mau mempunyai anak adobsi atau benci pada bayinya Nana, tapi ia merasa sebaiknya biar Nana yang mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri. Ini sebagai pembelajaran untuk semua.

Terdengar tega memang. Tapi Nana sendiri waktu mendengar ide Yuni juga menolak. Bukan tak mau di bantu. Tapi Nana merasa tak enak hati bila orang lain harus menanggung hasil dari dosanya nanti. Toh ia tetap ingin bertanggungjawab atas anaknya nantinya. Ia sudah bertekad untuk melanjutkan kehamilannya juga termasuk membesarkan dan mendidik nantinya.

Aji sendiri masih menyempatkan diri untuk memantau Nana, tapi sayangnya ia tak berani lebih jauh lagi dan meneruskannya saat melihat Nana sudah pindah kembali ke rumah orang tuanya. Ingin rasanya Aji meminta maaf pada Nana dan menanyakan kondisinya juga bayinya. Tapi ia terlalu takut untuk datang dan bertemu Nana secara langsung.

Acara perpisahan waktu itu pula Nana masih meraih nilai UN terbaik di sekolahnya, juga di dapuk untuk membacakan sambutan. Nana berusaha sebaik mungkin menunjukkan prestasinya di depan bapaknya yang datang waktu itu. Berulang-ulang Nana menyampaikan untuk menjauhi narkoba dan pergaulan bebas, juga untuk selalu mengisi waktu dengan kegiatan positif meskipun ia terdengar sangat munafik di depan.

Sedih dan malu juga merasa penuh tipu-tipu dan dosa di rasakan Nana. Begitu banyak pil pahit yang akan Nana telan mulai sekarang.

●●●

Pak Janto tentu tak mau bila putrinya di kucilkan masyarakat tempatnya tinggal saat ini tentunya. Oleh sebab itu pak Janto memutuskan untuk menjual rumahnya dan membeli rumah yang lebih kecil lagi dari rumahnya sebelumnya.

Lingkungan barunya cukup kumuh dan lebih sempit dari sebelumnya. Beruntung tempatnya di pinggir jalan. Jadi masih lumayan strategis untuk usaha. Hanya ada dua kamar, ruang tamu yang bergabung dengan ruang tengah, dapur dan kamar mandinya juga jadi satu, tempat menjemur di atas juga hanya cukup untuk dua kali langkahnya. Sempit sekali. Terasnya juga hanya cukup untuk memarkirkan satu buah motor. Pagar? Tentu saja nyaris tak ada. Terlalu ngepres ke jalan kalau di buat. Itu juga terhalang selokan.

Mesin jahit dan mesin obras di masukkan ke ruang tamu, TV juga, beberapa perabotan di jual sebelum pindah. Hanya tinggal membawa lemari, kasur juga tempat tidur, dan peralatan dapur yang tak seberapa. Semua serba minimalis dan di cukup-cukupkan.

Setelah memasang spanduk bertuliskan "JANTO TAYLOR" dan sedikit promosi pada tetangga terutama ibu-ibu dan menitipkan selebaran yang di tempel di gerobak tukang sayur. Pak Janto tinggal tunggu pelanggan datang dengan kain-kain siap jahitnya.

Nana yang masih memiliki uang di jadikan sedikit modal untuk memulai usaha. Hanya berjualan cilok dan es jus di rumah, kadang juga berjualan lauk bila ada modal lebih dan ia tak kelelahan. Nana benar-benar banting tulang untuk menghidupi bayinya nanti.

Tak sedikit juga yang tanya dan mengira kalau ia dan bapaknya adalah suami istri. Tapi Nana selalu menjawab dengan senyum kalau itu bapaknya dan ia juga bapak dari anaknya sudah berpisah. Beberapa tetangga barunya terutama ibu-ibu merasa tak tenang dengan status Nana yang di kira menjanda itu. Tapi begitu tau Nana benar-benar menjaga diri dan tidak tampak pria yang menggoda ibu-ibu itu sedikit mengurangi kecurigaan dan kewas-wasannya.

●●●

"Ji... Ini Wulan... " ucap Eyang mengenalkan seorang gadis pada Aji.

Aji hanya diam menatap gadis bernama Wulan itu dengan senyum getirnya. Raut mukanya sedikit judes, berbeda dengan Nana meskipun gadis di depannya ini tersenyum dan berusaha terlihat ramah. Aji mengulurkan tangan untuk menyaliminya, bahkan tangan Nana lebih lembut dari tangannya ketika Aji mulai menjabatnya.

"Wulan ini bakal jadi calon bojomu le... Jadi Eyang harap kalian bisa akrab... " ucap Eyang lagi.

Wulan hanya menunduk tersipu mendengar ucapan Eyang, sementara Aji hanya bisa tersenyum getir. Pikirannya masih terpaku pada Nana dan calon buah hatinya. Apa lagi sekarang Aji tau kalau Nana tak tinggal di kontrakannya jangankan di sana di rumah orang tuanya saja sudah di tinggali orang lain.

Hanya rumah Bram yang masih sama, itupun Aji kelewat tak berani untuk datang bertanya dimana Nana. Nomor telfonnya juga sudah ganti, sudah tidak ada pesan yang masuk lagi dari Nana.  Entah kapan Nana mengganti nomornya, akun sosmednya juga lama tak aktif lagi.

Kalau saja aku sedikit berani pasti sekarang Nana ada disini sama aku... Pasti kita lagi nunggu anak lahir... Batin Aji lalu menundukkan wajahnya.

"Mas ada apa? Kenapa murung? " tanya Wulan yang dari tadi memperhatikannya.

"Ah tidak apa-apa Na... Eh... Maksudku... Em... Siapa namamu? " Aji gugup.

"Wulan... " jawab Wulan sambil tersenyum. "Mas punya pacar? " tanya Wulan memulai pembicaraan.

Aji hanya diam lalu tersenyum miris sebelum mulai menggeleng ragu.

Nana aku minta maaf... Batin Aji sedih. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.