Bab 56
Semalaman Alif sedih. Pagi
Nana sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Menyiapkan diri untuk menikah juga
menyiapkan diri untuk mulai perkuliahan. Alif belum mandi, belum cuci muka,
belum makan sudah duduk dimasjid menunggu Aji datang.
Sampai hampir jam sebelas Alif tetap
menunggu. Pak Janto sudah mengajak pulang untuk mandi dan makan, paling tidak
makan saja tapi Alif tetap kekeh mau menunggu Aji. Tak selang lama Aji
benar-benar datang.
Berbeda dengan hari sebelumnya, Alif
langsung mengetuk pintu mobil Aji dengan wajah sedih dan kesal.
"Ada apa nak? " tanya Aji.
"Ayo ikut aku! " ajak Alif yang
langsung berjalan ke rumah Lila.
"Kita mau kemana? " tanya Aji
sambil mengikuti Alif yang berjalan cukup cepat.
"LILA... LILA... " panggil Alif
begitu sampai di depan rumah Lila.
Duar!!! Dilempar sapu dari dalam rumah yang
beradu dengan pagar besi.
"Pergi! Ga boleh main kesini lagi!
" terdengar suara bundanya Lila mengusir Alif.
"INI AKU SAMA OM ANEH! AKU TIDAK CURI
HADIAH! KAMU BISA TANYA SAMA OM ANEH! AKU BUKAN PENCURI! AKU MISKIN TAPI AKU
TIDAK CURI! " teriak Alif meluruskan tuduhan semalam.
"Assalamualaikum... " ucap Aji
sambil menggendong Alif.
"Eh! Waalaikumsalam... " saut
bundanya Lila dengan lebih halus dan bersahabat saat tau Alif tak datang
seorang diri.
Aji diam menatap bundanya Lila menunggu
konfirmasi darinya atau apalah terserah. Tapi bagi Aji sudah cukup jelas apa
yang dilakukan Alif pasti karena diperlakukan buruk.
"Aku tidak curi mainan buat Lila, aku
di beliin... Iya kan om... " ucap Alif dengan suara yang bergetar.
Flashback ~
"Siwi makan apa itu?! " tanya
eyang dengan suara melengking melihat Siwi yang diam-diam memakan es manisan
pepaya dari kulkas.
Siwi hanya bisa diam panik dan takut. Ia
tau kalau manisan itu diperuntukkan untuk Aji dan teman-teman kelompoknya nanti.
Tapi sungguh Siwi hanya ingin mencicipi saja, hanya sebatas penasaran dan
ngidam saja.
"ITU AKU BIKIN BUAT AJI SAMA
TEMEN-TEMENNYA! BUKAN BUAT KAMU! PENCURI! " bentak eyang penuh amarah pada
Siwi yang tengah mengandung Alice kala itu.
Tak ada yang berani membela Siwi waktu itu.
Bahkan pembantu dirumah saja boleh mencicipi. Siwi yang baru makan satu gigitan
sudah dimaki sedemikian rupa.
Aji hanya diam mendengar setiap ucapan
eyang yang terus membentak mamanya dari ruang tamu. Suara wanita tua itu terdengar
begitu nyaring bahkan di rumah yang terbilang cukup besar.
"Aku pulang..." ucap Aji sebelum
mamanya makin parah dimaki-maki.
"Eh tole cah bagus, sudah pulang...
Gimana sekolahmu? " tanya eyang yang menyambut Aji dengan ramah dan
hangat.
Aji langsung masuk ke kamar begitu saja.
"Kayak gitu didikanmu, anakmu ga tau
tata krama! " maki eyang lagi yang makin menjalar kemana-mana.
"Mama ambilin makan, temenku ga jadi
dateng! " pinta Aji sambil berteriak dari kamar setelah menelfon temannya membatalkan
pertemuan.
Siwi langsung mengambilkan apa yang Aji
minta, dan sesegera mungkin mengantarkannya.
"Mama kalo di marahin ngelawan dong
ma... Mamakan istrinya papa bukan pembantu disini... " ucap Aji kesal
melihat mamanya yang selalu tak berdaya.
"Udah gapapa, eyang gitu soalnya
terlalu sayang sama cucu-cucunya... Itu bagus buat masa depanmu... Mama juga
gapapa... " ucap Siwi menenangkan putranya.
"Yaudah mama aja yang makan... Belum
makan jugakan mama... " ucap Aji.
Siwi hanya diam berusaha tersenyum menutupi
rasa sedih dan lelahnya.
"Mama tu lagi hamil, mama harusnya
seneng aja ga usah ngurus apa-apa... Makan, minum susu, belanja... Ga usah
capek-capek ini itu... " ucap Aji sambil ganti baju. Sungguh Aji
benar-benar marah dengan tuduhan eyang pada mamanya, pada perlakuan buruk
eyangnya yang terus-menerus memperlakukan mamanya sebagia pembantu.
Flashback
off~
Aji tak begitu peduli dengan pembelaan yang
dilakukan bundanya Lila atas perbuatannya.
"Aku yang beliin mainan buat anakmu
yang banyak nuntut ke Alif. Kamu yang harusnya minta maaf... Kenapa terus
mengelak? " putus Aji yang sudah pengar telinganya mendengar suara
bundanya Lila.
"Oh iya iya, bude minta maaf ya
Alif... Bude sih gak salah... Dimana-mana anak kecil kan yang salah tapi ini
bude dah mau minta maaf ya... " ucap bundanya Lila. "Emhh gemes!
" sambungnya sambil mencubit pipi Alif kuat-kuat sambil beralibi gemas.
Alif hanya diam dengan alis berkerut
tangannya juga langsung memegang kedua pipinya yang baru saja dicubit.
Kalo kamu ikut papa, mamamu juga ikut papa
hidupmu pasti bahagia nak... Batin Aji sambil menatap Alif lalu bundanya Lila
yang langsung masuk ke dalam rumah. "Alif hari ini mau ngapain? "
tanya Aji berusaha menghibur Alif.
Alif hanya menggeleng lesu lalu berjalan
pulang sambil menahan tangis.
"Kita pergi makan ke mall kayak
kemarin yuk! Nanti main mobil kecil lagi... " ajak Aji sambil mengikuti
Alif.
"Tidak usah, aku mau pulang mau
mandi... " jawab Alif sedih.
"Om tungguin, habis mandi kita main...
Oke? " tawar Aji tak menyerah menghibur Alif hingga sampai depan rumah.
"Tidak, om pulang saja... Da... Da...
" usir Alif lalu masuk rumah dan melepas bajunya. "Ayo mandi...
" ajak Alif pada pak Janto yang tengah menjahit.
●●●
"Na... Kan Aji itu bapak kandungnya
Alif meskipun secara agama Alif ga punya bapak dan ga bisa pakek Bin nama
bapaknya, terlepas dari itu Aji kan bapak biologisnya... " ucap Arif
sambil menutup resleting celananya.
Nana hanya menghela nafas, dari hatinya
Nana ingin kembali pada Aji. Memberikan keluarga yang sesungguhnya pada Alif. Tapi tiap
ia mengingat bagaimana keluarga Aji yang membencinya dan bagaimana cara Aji
memperlakukannya dulu sungguh masih menyakiti
hatinya.
Nana mengelap sudut bibirnya dan lagi ia
kembali menghela nafas. "Alif itu anakku, aku yang hamil, aku yang
melahirkan, menyusui sampai besar kayak sekarang... Aku sendirian... Ga adil
kalo orang lain datang tiba-tiba ambil anakku... Aku sayang Alif... "
jawab Nana kekeh.
Arif mengecup kening Nana lalu tersenyum.
"Yaudah kalo gitu kita sama-sama jadi orang tua Alif... " ucap Arif
menahan diri.
"Iya mas... " Nana tersipu.
"Ayo pergi ga enak kalo ada yang
liat... " ajak Arif.
Nana nurut-nurut saja mengikuti perintah
pria yang hanya menjanjikan cinta padanya itu. Nana terus memikirkan bagaimana
kalau Aji membawa Alifnya pergi, apakah Alif akan benar-benar terlindungi?
Padahal dulu saja Aji tak bisa mempertahankan dirinya sendiri atas tekanan
keluarganya.
Tidak! Tidak usah memikirkan soal mas Aji
lagi! Ini godaan soalnya aku mantep dihalalin mas Arif. Mas Aji masa laluku, ga
usah dipikirin lagi! Batin Nana menguatkan hati sepanjang perjalanan pulang.
"Aku mau lagi boleh tidak? "
tanya Alif yang masih mau makan baso goreng yang di jual keliling.
"Boleh kalo Alif panggil om, papa...
" ucap Aji.
"Papa... " ucap Alif yang membuat
Nana membelalakkan mata tak terima dengan apa yang ia dengar. "Papa aku
mau lagi boleh tidak? " tanya Alif sambil tersenyum canggung berusaha
menutupi rasa senangnya.
"Boleh... Doni juga mau? " jawab Aji
sembari menawari Doni juga.
Apa maunya mas Aji ini ?! Batin Nana kesal
bukan makin melihat kedekatan Alif yang makin lama makin menjadi-jadi.
"Aku jadi papanya Alif boleh tidak?
" tanya Aji ketika Nana dan Arif berhenti menghampirinya.
"Tidak bisa, kan mama mau nikah sama
ustadz... " jawab Alif.
Nana dan Arif diam melihat percakapan
antara Alif dan ayah biologisnya itu.
"Ya gapapa, mama nikah sama ustadz
tapi Alif papanya aku... " tawar Aji.
Alif hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Hihihi... Ya aneh dong... " tolak Alif.
"Ya gapapa... " jawab Aji
meyakinkan Alif.
"Ya nanti rumahku tambah-tambah
sempit, ada bapak, ustadz, mama, aku, om aneh... " ucap Alif menjelaskan
kondisinya.
Aji terbahak-bahak mendengar jawaban Alif
yang mengkhawatirkan rumahnya yang jadi sempit. "Nanti Alif ikut aku biar
tidak sempit, mama sama ustadz sama bapak aja... " tawar Aji.
"Mas udah gausah kayak gitu. Dulu kamu
ga mau, jangan menjilat ludahmu! " ucap Nana lalu menggendong Alif dan
membawanya secara paksa. [Next]