Bab 39 – Feeling
"Nathan
kenapa?" tanya Allen khawatir pada Nathan yang tiba-tiba menangis dan berteriak
mengusirnya dan Dave.
"Menelfon
ibu tidak sesuai ekspektasinya... Tidak usah kau pikirkan, ini hanya masalah
kecil. Nathan baru mendapat pengalamannya... " jawab Dave lalu mengecup
kening Allen dan duduk di sofanya setelah melempar ponselnya entah kemana.
"Sepertinya
hubungan kalian dengan nyonya Penelope kurang baik ya... " ucap Allen
prihatin lalu duduk di samping Dave bersiap menjadikan pahanya sebagai bantal
Dave.
Dave
mengangguk lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Allen. Membiarkan jemari
lentik Allen mengelus rambutnya atau menelusuri wajahnya. "Hubunganku
sudah jauh lebih baik sekarang, sejak aku bisa menghasilkan banyak uang. Tapi
kondisiku jauh lebih baik dari Nathan di usia yang sama. Setidaknya aku tinggal
bersama ayahku sendiri. Ayahku menginginkanku. Tidak seperti Nathan... "
Allen
mengangguk lalu mengelus batang hidung dan alis Dave yang cukup tebal, Allen
tersenyum lembut lalu mengelus hidung dan alisnya sendiri. "Anakku pasti
akan sangat tampan..." ucap Allen yang tiba-tiba teringat pada bayinya
yang keguguran.
Dave
langsung bangun untuk memeluk Allen. "Tentu, kita pasti mempunyai anak
yang tampan dan cantik..." ucap Dave lembut.
"Aku
tidak cantik, ku harap anakku lebih banyak mirip denganmu... " ucap Allen
sambil tersenyum getir.
"Sayangku
Allen, kau cantik. Aku yang boleh menilaimu cantik atau tidak. Aku suamimu, aku
ayahnya anak-anakmu, dan aku yang menikmatimu tiap waktu. Mustahil bila kau
tidak cantik... " Dave langsung meyakinkan Allen sambil menatapnya dengan
intens.
Allen
mengangguk sambil tersenyum. "Menurutmu apa anakku... "
"Anak
kita! " potong Dave.
"Menurutmu
apa anak kita punya banyak teman di sana? Apa dia bahagia?" tanya Allen
pelan dengan suara yang mulai bergetar.
"Tentu
saja dia punya banyak teman, dia bermain dengan bahagia, dia banyak yang
menyukai dan menyayanginya. Ingat dia cucu pertama keluarga kita. Dia jelas
akan bahagia di sana. Ku dengar dia di asuh kakek dan nenekku..." ucap
Dave membesarkan hati Allen sambil mengarang cerita indah membayangkan kehidupan
anaknya.
Allen
mengangguk lalu memeluk Dave. "Aku merindukannya... Menurutmu apa dia
merindukanku juga?" tanya Allen dalam dekapan Dave.
"Tentu
dia merindukanmu, tapi dia lebih sibuk bermain sekarang. Jadi dia tidak ada
waktu untukmu... " hibur Dave.
Allen
mengangguk lalu tertawa kecil membayangkan betapa bahagia anaknya sekarang di
surga dan ia masih saja sedih. "Aku hanya punya keluarga di panti asuhan,
sekarang sudah di gusur. Sudah tidak ada panti. Lalu kau memungutku..."
"Aku
menikahimu, bukan memungut! " potong Dave.
"Aku
hanya memilikimu lalu Nathan. Aku tidak punya keluarga lain. Aku sangat senang
ketika aku hamil dan yakin bisa segera... Kau tau? Punya keluargaku sendiri
yang tidak akan meninggalkanku dengan alasan apapun... Tapi dia tidak mau hidup
bersamaku... Itu yang membuatku sedih... " ucap Allen lalu menyeka
airmatanya sendiri.
"Tidak
papa, kau berhak sedih. Menangislah sampai kau puas. Tapi sayangku, life must
go on... Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Kita akan selalu bersama-sama,
mempunyai anak, tinggal di rumah sungguhan, memelihara anjing atau kucing bila
kau mau, menghabiskan waktu bersama-sama sampai kita tua, sampai jadi abu...
Aku janji kita selalu bersama-sama... " janji Dave yang terus terucap
setiap menguatkan Allen yang rapuh sejak kehilangan bayinya.
Allen hanya
diam sambil terus memeluk Dave tanpa berani menatap mata atau wajahnya yang
makin membuat Allen sedih dan ingat betapa cepat waktu berlalu. Semula Allen
mengira setahun adalah waktu yang sangat lama, menghadapi sikap ketus dan kasar
Dave, ke egoisan dan keangkuhan yang Dave, juga cara Dave yang memandangnya
rendah membuat Allen berpikir bila hidup bersama Dave akan begitu menyiksa.
Allen juga tak menyangka Dave akan bersikap begitu baik dan lembut padanya saat
tau ia hamil. Allen tak menyangka Dave akan mencurahkan perhatiannya hingga
Allen jadi begitu nyaman seperti sekarang. Lebih dari nyaman, Allen sudah
menyayangi Dave bahkan lebih dari nyaman dan sayang. Allen mencintai Dave
dengan segala hal yang membuatnya terbiasa hidup bersama Dave.
"Tuan
Dave, kita ini hanya orang asing yang kebetulan bertemu lalu saling mengisi.
Kita akan kembali asing lagi seperti sebelumnya... "
"Tidak!
Tidak bisa begitu! Kau bukan orang asing bagiku! Kau istriku Allen! Kau istriku!
Punyaku! Bagian hidupku! Jangan berpikir bodoh seperti itu! Aku tidak suka!
" ucap Dave tegas menolak ucapan Allen.
Allen
terdiam lalu tersenyum lembut menatap Dave. "Kalau aku pergi apa kau akan
mencariku?" tanya Allen.
"Tentu
saja! Aku akan mencarimu! Kau tidak akan pergi jauh dariku. Bahkan kalau kau
pergi ke mati aku akan ikut menyusulmu!" jawab Dave tegas yang benar-benar
takut kehilangan Allen. "Sudah Allen jangan memikirkan hal mengerikan
terus... "
Allen
mengangguk lalu kembali memeluk Dave sebelum melanjutkan aktivitasnya memasak
sambil menunggu Nathan keluar dari kamarnya. Dave jadi memikirkan betapa
kejamnya ia dulu yang memotong gaji karyawan yang mengambil cuti cukup lama
karena istrinya keguguran. Dave tak menyangka bila kehilangan janin sama
menyedihkannya dengan kehilangan anak. Dave tak bisa memahami perasaan
kehilangan itu sebelumnya. Baru saat bersama Allen, Dave mulai memahami banyak
perasaan yang lama ia lupakan.
Semula Dave
mengira bila keguguran cukup menunggu selesai pendarahan lalu siap berhubungan
intim dan bisa hamil lagi. Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Dave juga
mengira kesedihan ketika keguguran hanya sebatas rasa sakit ketika pengobatan
dan pemulihan saja. Ternyata lebih dari itu.
"Sayang
biar aku pesan makanan yang lain juga agar kau bisa istirahat dan berhenti
berkutat di dapur... " ucap Dave yang melihat Allen baru memanggang zuppa
soupnya.
Allen mengangguk lalu tersenyum mendengar ucapan Dave dan melihat Nathan yang sudah puas bersedih akhirnya keluar kamar. "Sini sayang... " panggil Allen sambil merentangkan tangannya yang malah di hampiri Nathan dan Dave bersamaan.