Bab 16 – Akur
Dave hanya
diam di kamarnya enggan mengajak bicara Allen terlebih dahulu. Dave
berulang-ulang membaca kontraknya. Allen benar, ia tidak mengatur soal
kemungkinan adanya anak. Karena memang waktu itu Dave kira ia tidak akan
tertarik pada Allen. Dave juga mengira ia tak akan jatuh hati pada Allen. Ia
hanya ingin mengobati rasa penasarannya dan memastikan kalau semua perempuan
hanya ingin uangnya saja. Tidak lebih dari itu. Tapi semakin Dave menjalani
hari dengan Allen, malah Allen yang merubah hatinya.
Dulu Dave
yakin sekali kalau Allen akan jatuh cinta dan mengejarnya dalam waktu dekat.
Dave yakin betul pesonanya pasti bisa menaklukkan semua wanita. Apa lagi Allen
waktu itu butuh uang dan hidup susah, Allen juga bekerja di bar. Pasti Allen
murah seperti wanita malam kebanyakan, ternyata perkiraan Dave melenceng jauh.
Allen jauh dari yang ia duga. Allen istimewa.
Dave
membolak-balik perjanjian dalam kontraknya, Dave berharap ia akan menemukan
tulisan yang mengatur soal kehamilan minimal hubungan intim. Tapi tak ada
satupun yang mengatur soal itu di dalamnya. Dave benar-benar kesal dan
frustasi. Dave berkali-kali menjauhkan pikirannya soal Allen yang nantinya akan
pergi setelah tepat 12 bulan masa kontraknya. Seramnya sekarang sudah melewati
bulan pertamanya.
"Tuan
Dave... " panggil Allen lembut sambil mendekati Dave ke meja kerjanya.
"Oh! Ya ampun aku lupa aku meletakkannya dimana! Ternyata di sini...
" ucap Allen begitu melihat surat perjanjiannya di meja kerja Dave.
"Kemarin waktu Nathan datang aku bingung menyembunyikannya dimana, jadi ku
letakkan diatas mejamu... " jelas Allen lalu mengambil berkasnya dan
membawanya ke lemari dan menyimpannya di bawah tumpukan bajunya.
Dave
melongo mendengar ucapan Allen. Ternyata dari awal Dave salah paham. Allen tak
bermaksud mengingatkannya soal kontrak, tapi Allen sedang mencari tempat untuk
menyembunyikannya. Dave yang sudah langsung mengambil kesimpulan sendiri makin
merasa bersalah, karena perbuatannya selama ini ia lakukan karena ingin menjaga
jarak dari Allen. Padahal hubungannya sudah sangat bagus dan sedang berkembang
ke arah positif saat itu.
"Aku
khawatir kalau Nyonya Penelope melihatnya. Aku takut dia akan membongkar
semuanya..." ucap Allen lalu duduk di tempat tidur.
Dave
menatap Allen dengan alis bertaut. Dave tak menyangka ternyata Allen
mengkhawatirkan hubungan dengannya.
"Ingat
waktu kita menikah dan aku ada di kamar mandi dengan ibumu?" tanya Allen
lembut lalu menundukkan pandangannya sambil tersenyum. "Aku khawatir kalau
dia tau kita hanya pura-pura, tapi sejujurnya waktu kita mengucapkan janji aku
merasa itu nyata. Aku juga menyatakan perasaanku... "
Dave
mendekat ke arah Allen.
"Lupakan,
a-aku tidak mau membebanimu dengan perasaanku. Tuan Dave... "
"Allen
berhentilah mengatakan omong kosong seperti itu! Aku bingung harus bagaimana
sekarang! Kau tidak membebaniku sama sekali! Argh!" geram Dave kesal akan
rasa bersalahnya yang bertubi-tubi menghantam seiring dengan tiap pengakuan
yang di berikan Allen padanya.
Allen
mengangguk lalu tersenyum lembut dan memberanikan diri menatap Dave yang
berdiri di hadapannya. "Hari ini aku senang, ternyata Tuan tidak memintaku
menggugurkan kandunganku..."
"Allen!
Aku tidak akan menyuruhmu menggugurkan anakku. Aku menyayanginya juga. Bahkan
meskipun dia belum lahir dan argh... Allen aku juga menyayanginya sama seperti
aku menyayangimu. Bahkan aku lebih menyayangimu daripada dia saat ini, "
Dave berlutut sambil memeluk pinggang Allen. "Aku ingin hidup bebas, tapi
aku lebih ingin hidup denganmu! " Dave mempertegas perasaannya saat ini
dengan masih sembunyi-sembunyi.
Allen
membiarkan Dave memeluknya. Allen tak paham dengan pola pikir Dave. Dave begitu
tidak setabil. Kadang ia bersikap kasar, ketus, dan dingin lalu tiba-tiba ia
bersikap penuh kasih sayang, perhatian, dan manja seperti sekarang. Kadang
Allen sedih akan perbuatan Dave. Tapi bila Dave begini Allen seketika lupa akan
perbuatan buruk Dave. Allen hanya ingin mengingat bila Dave menginginkannya dan
ia harus selalu ada untuk Dave.
"Tuan
Dave aku tidak akan pergi. Aku tidak punya tujuan lain selain dirimu... "
ucap Allen sambil mengelus punggung Dave yang memeluknya begitu erat sambil
sesekali menciumi perutnya.
Dave hanya
diam sambil menangis. Ia bingung harus bagaimana lagi. Dalam benaknya Dave
selalu terbayang saat Penelope meninggalkannya. Menurunkan di depan jalan yang
masih jauh dari rumah ayahnya begitu saja. Dave takut Allen akan
meninggalkannya juga. Dave takut suatu saat nanti Allen akan meninggalkannya
juga. Sambil membawa anaknya dan tinggal ia sendiri yang ada di rumah tanpa
bisa bertemu dengan keluarga kecilnya lagi.
Cup! Sebuah
kecupan dari Allen di kening Dave. "Aku tidak akan meninggalkan suamiku sendirian..."
bisik Allen seolah paham apa yang ada di kepala Dave, karena Dave selalu
menangis bila ingat soal ibunya dan Allen selalu melihat itu saat bekerja dulu.
"Kau
janji?" lirih Dave sambil menatap Allen.
Allen
langsung mengangguk tanpa ragu. "Aku akan terus mendampingimu Tuan...
" ucap Allen sambil menyeka air mata Dave.
Dave
kembali memeluk perut Allen sambil membenamkan wajahnya. Dave berusaha keras
meyakinkan dirinya bila semua akan baik-baik saja.
"Kalian
sudah tidak bertengkar lagi?" tanya Nathan saat makan malam dan melihat
Dave yang sudah begitu akrab dengan Allen bahkan memakai piama dengan warna
yang sama.
Allen
mengangguk sambil tersenyum sumringah, Nathan ikut tersenyum senang.
"Allen
hamil... " ucap Dave memberitahu Nathan.
Nathan
langsung membelalakkan matanya, kaget dan tak menyangka ternyata Allen hamil
selama ini. "Aku akan jadi kakak?!" pekik Nathan.
"Tidak,
kau menjadi paman. Kau kan adikku," ucap Dave menjelaskan urutannya.
"Hah?!"
Nathan langsung cemberut. "Kenapa paman? Aku kan masih anak-anak... "
protes Nathan yang langsung lesu.
"Kau
boleh menjadi kakak kalau kau mau... " hibur Allen.
Nathan
hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Allen. "Kapan bayinya
lahir?" tanya Nathan.
"Masih
lama, masih 8 bulan lagi."
Nathan
mengangguk mendengar jawaban Allen. Nathan sudah membayangkan ia harus mulai
belajar menjadi kakak dan paman yang baik untuk bayi kecil Allen nanti.
"Bagaimana
sekolahmu?" tanya Dave mengalihkan pembicaraan dan mulain mengontrol
pendidikan adiknya seperti biasa.
Obrolan
saat makan malam terasa lebih hangat dan menyenangkan. Nathan juga lega tau
bila Allen dan Dave sudah berbaikan. Meskipun Nathan sempat berfikir bila Dave
dan Allen bertengkar karena kehadirannya.
"Sudah
sikat gigi?" tanya Allen yang sudah menunggu di kamar Nathan.
"Sudah...
" jawab Nathan sambil naik ke tempat tidurnya. "Aku bisa tidur
sendiri Allen, tidurlah bersama Dave saja..." ucap Nathan sambil menguap.
Allen
mengangguk lalu mengecup kening Nathan. "Selamat tidur Nathan... "
ucap Allen lembut lalu keluar dari kamar Nathan.
Nathan
mengangguk lalu menarik selimutnya hingga dadanya. Nathan senang bisa mengenal
Allen, dia lebih lembut dan penyayang dari pada ibunya sendiri.
"Tidurlah besok sekolah... " ucap Dave yang sudah menunggu Allen dari tadi.