"Allen
kau harus ke dokter nanti ya... " ucap Nathan sebelum berangkat ke sekolah
bersama dengan Dave.
Dave hanya
diam enggan bicara dengan Allen. Allen tidur di kamarnya dan menjaga moodnya saja
Dave bersikap ketus. Apa lagi Allen tidur di luar atas kemauannya sendiri
begini. Dave menganggapnya sebagai perlawanan dan red flag atas ketidak setiaan
Allen padanya. Apa lagi Allen terlihat lebih sehat setelah tidur di luar
meskipun Allen begadang sambil menonton TV dan membaca buku soal tumbuh kembang
anak usia Nathan di ponselnya.
Dave sudah
memikirkan soal perselingkuhan atau semacamnya. Dave tidak suka Allen mendua
darinya, bahkan Dave tak bisa membayangkan bila Allen akan bermesraan dengan
pria lain. Jangankan bermesraan chatting saja Dave tak tega membayangkannya.
Dave juga terus bertanya-tanya kenapa Allen bisa sehat tadi pagi padahal
semalam nyaris KO begitu. Apa yang membuat Allen semangat?
"Tuan
Dave, apa ada yang ketinggalan?" tanya Allen yang sedang membuat sup telur
kesukaannya di dapur.
Dave
berusaha menahan wajahnya agar tetap datar. "Bukan urusanmu! " ketus
Dave lalu masuk ke kamar di iringi bantingan pintu yang membuat Allen terkejut.
Allen
menghela nafas lalu mengikuti Dave masuk ke dalam kamarnya. Dave tampak sangat
kesal menatap Allen yang mengintilinya. Tapi Allen memberanikan diri untuk
mendekati Dave. "Tuan Dave, apa aku berbuat salah?" tanya Allen
lembut dan tak berani menatap mata Dave.
"Kau
pikir saja sendiri! " bentak Dave.
"Aku
tidak tau salahku di mana? Jadi aku tanya."
Dave
mendengus kesal.
"Kita
baru melewati beberapa hari masih lama hari yang harus kita lalui. Apa kita
harus terus begini? Tuan Dave tolong katakan sesuatu, salahku dimana, apa
kurangku? Agar aku bisa memperbaikinya. Aku ingin menjadi pasangan yang baik
untukmu... " ucap Allen lalu meninggalkan Dave di kamar karena sudah tak
kuat menahan airmatanya.
Dave
langsung duduk ke tempat tidurnya. Ia ingin sekali memeluk Allen dan
memanjakannya, apa lagi Allen baru saja sehat begini. Tapi Dave tak mau
terlihat membutuhkan Allen atau menyayanginya setelah Allen mengingatkannya
dengan jelas soal surat perjanjian itu. Dave kesal melihat Allen sedih seperti
tadi dan ia tak bisa melakukan apa-apa karena egonya.
Dave tak
berani keluar kamar, baru ia membuka sedikit pintu kamarnya ia mendengar Allen
menangis terisak-isak dari dapur. Tapi Dave enggan menunjukkan belas kasihannya
saat ini. Dave tak mau Allen memanfaatkannya dan mempermainkan perasaannya bila
Allen tau ia nyaman dan menyayangi Allen. Karena merasa tekatnya untuk menjaga
jarak dari Allen sudah kuat Dave akhirnya menguatkan diri untuk bersikap lebih
dingin lagi pada Allen.
Allen
menguatkan dirinya. Dave memang begitu dari awal. Moodnya mudah berubah-ubah.
Kadang Dave manja padanya dan sangat menyenangkan, kadang dingin dan ketus, dan
sekarang ia kasar sekali. Allen tak pernah terpikir meninggalkan Dave, Allen
tak yakin ada orang yang kuat dan mau menghadapi sikap Dave yang seperti itu
selain dirinya. Allen berfikir memperpanjang kontraknya dengan Dave, tapi Allen
juga tau diri bila bukan ia yang memegang kendali di sini. Dari awal Dave yang
memegang kendali atas semuanya.
Tadi Allen
sempat berpikir untuk marah pada Dave, tapi setelah Allen menangis ia merasa
jauh lebih baik dan lebih lega. Allen juga sudah menyampaikan apa yang
mengganjal di hatinya jadi itu saja cukup untuk Allen. Moodnya juga membaik
hari ini. Hanya saja ia perlu menghindari bau parfum Dave yang membuatnya mual
atau masakan yang menggunakan MSG. Jadi Allen merasa ia tak perlu pergi ke
dokter.
"Kau
sudah ke dokter?" tanya Nathan begitu pulang.
"Belum,
tapi aku sudah sehat. Mungkin aku hanya terlalu lelah kemarin, " jawab
Allen ceria. "Aku membuat pasta." Allen langsung menyiapkan pasta
untuk makan siang Nathan.
"Aku
suka kau sehat... " ucap Nathan setelah cuci tangan dan duduk manis di
meja makan untuk menyantap makan siangnya.
"Bagaimana
sekolahmu?" tanya Allen antusias mendengarkan pengalaman Nathan.
Nathan
langsung bercerita soal pengalamannya bersekolah dengan semangat. Bahkan Nathan
juga menggambarkan denah kelas dan lorong sekolahnya sesuai ingatannya.
"Kau harus ikut ke sekolahku, di sana seru! " ucap Nathan yang ingin
membawa Allen ke sekolahnya juga.
Allen
tertawa kecil. "Lain kali ya, bila ada undangan ke sekolahmu aku
datang."
Hanya
Nathan yang membuat Allen merasa berguna di rumah ini. Allen merasa seperti
keluarga seutuhnya bersama Nathan. Nathan juga selalu punya cara untuk
menghibur Allen.
Malamnya
Allen kembali begadang dan tidur di sofa luar. Allen kembali melanjutkan
bacaannya sementara Dave sesekali keluar kamar entah untuk mengambil minum atau
mengganggunya dengan menyindir soal TV yang tidak di tonton atau boros listrik.
Jadi Allen mematikan TVnya dan hanya membaca sambil mendengarkan musik dari
ponselnya.
"Kau
ini boros listrik! " ketus Dave lalu mematikan lampu dan masuk ke
kamarnya.
Allen hanya
menghela nafas panjang menghadapi Dave yang mudah sekali memarahinya.
Sebenarnya Dave hanya ingin agar Allen masuk ke kamar dan istirahat. Dave tak
bisa tenang kalau Allen tidak ada dalam jangkauan pandangannya sebelum tidur.
Dave bahkan sengaja menyemprotkan parfumnya kemana-mana agar Allen betah di
kamarnya tapi Allen malah memilih tidur di sofa depan yang membuat Dave
benar-benar kesal.
Keesokan
harinya Allen kembali pusing dan mual lagi hingga nyaris seharian lemas. Selema
Dave dan Nathan pergi juga Allen masih berusaha membersihkan tempat tinggal
mereka dan membuat makan siang untuk Nathan. Baru Allen mencuri kesempatan
untuk tiduran di tempat tidur Dave karena punggungnya sakit harus tidur di
sofa. Aroma maskulin Dave yang tertinggal di bantal juga membuat Allen merasa
lebih baik dan nyaman. Tapi Allen akan langsung bangun dan merapikannya begitu
Dave datang sebelum Dave marah.
"Kau
ini penuh penyakit, lalu tidur di tempat tidurku. Apa kau berencana
menulariku?" sarkas Dave yang melihat Allen merapikan tempat tidurnya saat
pulang kerja.
Allen
menggeleng lalu menghela nafasnya dan berjalan keluar.
"Allen,
kau mau tidur denganku?" tanya Nathan yang membawa gelas air putihnya ke
kamar.
Allen
tersenyum lalu mengangguk.
"Aku
sering melihatmu tidur di luar. Kau sakit, sebelumnya itu juga kamarmu, kau
harus istirahat dengan baik agar cepat sembuh... " Nathan menasehati
Allen. "Oh iya Allen apa kau dan Dave bertengkar?" tanya Nathan.
Allen
langsung menggeleng. "Mungkin Dave sedang mengalami masa-masa sulit jadi
perlu waktu sendiri. Kami baik-baik saja, " ucap Allen menenangkan pikiran
Nathan sebelum ia overthinking.
Allen
menemani Nathan tidur hingga ia ikut tertidur juga. Rasanya hangat dan nyaman
bisa tidur di kasur lagi. Tapi belum lama ia terlelap Dave menggoyang-goyangkan
tubuhnya hingga Allen terbangun.
"Apa
kau ingin menulari Nathan?" tanya Dave yang jelas mengusir Allen. Meskipun
sebenarnya ia ingin agar Allen kembali ke kamarnya.
Allen
bangun dan keluar dari kamar Nathan. Sudah hampir tiga minggu ia tak merasakan
nyamannya tempat tidur. Allen rasa ia akan segera sehat bila bisa istirahat
dengan nyaman. Itu saja, tapi karena kesehatannya tak kunjung membaik ia
berencana agar besok bisa pergi ke dokter.
"M-mau
di bawa kemana itu?" tanya Allen yang melihat Dave mengeluarkan kasur
lipatnya.
Dave tak
menjawab dan terus berjalan keluar. Tak lama Dave datang kembali membawa
matras. "Kau tidur di sini, kasurnya terlalu kotor, aku jijik!" ucap
Dave yang sebenarnya ingin agar Allen meminta agar bisa tidur dengan nyaman di
ranjangnya atau memohon fasilitas istirahat lainnya.
Allen ingin menangis rasanya. Kasur lipat saja dingin sekarang hanya matras. Dave benar-benar membencinya. Tapi Allen tak punya banyak pilihan. Ia hanya di kontrak, tak boleh banyak menuntut. [Next]
0 comments