Bab 23 – Nathan Sedih
Allen makan
dengan lahap, sudah tiga kali sebelum ia menemani Nathan tidur. Tapi masih saja
Allen ingin makan. Dave juga sama sekali tak keberatan bila Allen banyak makan
dan malah mendukung. Bahkan Dave menawarkan diri untuk memesankan makanan
apapun yang Allen mau.
"Nathan
tidak mau nuget?" tanya Allen yang melihat Nathan murung setelah orang tua
Dave pulang.
"Tidak,
aku tidak ingin makan. Aku kenyang... " jawab Nathan lalu masuk kamar dan
menyikat giginya sendiri tanpa di perintah.
"Nathan
kenapa?" tanya Allen pada Dave.
Dave
mengedikkan bahunya. Menurut perasaan Dave, adiknya itu baik-baik saja dan
ceria sepanjang hari ini. Apa Nathan sakit karena lupa bawa bekal? Tapi tadi ia
juga sudah makan dengan lahap bersama Helga. Apa karena Nathan tidak bisa jajan
dan menggunakan kuponnya? Tapi tadi ia baik-baik saja dan tidak
mempermasalahkan itu. Dave jadi ikut bingung dan bertanya-tanya kenapa adiknya
tiba-tiba jadi murung.
"Apa
Nathan sakit?" tanya Allen khawatir lalu menyudahi makannya untuk
memastikan kondisi adik iparnya itu.
Dave
kembali mengedikkan bahunya, Dave membiarkan Allen yang turun tangan menemui
Nathan. Ia masih harus mengecek data dan laporan serta proposal persiapan
pembangunan cabang bisnis barunya juga klinik milik Kevin yang juga baru akan
di bangun.
"Nathan...
Kau sakit?" tanya Allen lalu duduk di tempat tidur Nathan sambil memegang
keningnya untuk mengecek suhu badan.
Nathan
menggelengkan kepalanya lalu memunggungi Allen.
"Maaf
ya aku salah memasukkan kotak bekalmu, jangan marah ya... " tebak Allen
yang juga meminta maaf.
"Aku
tidak marah! " bentak Nathan dari balik selimutnya.
Allen diam
lalu tiduran di belakan Nathan sambil memeluknya. "Nathan kenapa? Kalau
Nathan tidak bilang aku tidak tau apa yang membuatmu murung. Nanti aku tidak
bisa membantumu... " bujuk Allen lembut. Biasanya jurus ini selalu mempan
melunakkan hati adik-adiknya di panti asuhan dulu.
"Ternyata
Dave punya keluarga, aku tidak... " ucap Nathan sedih dengan airmata yang
sudah tak bisa ia tahan lagi. "Dave punya orang tua yang memintanya
pulang, orang tuaku tidak." Nathan mulai menangis sambil
membanding-bandingkan nasibnya dengan Dave.
Allen hanya
bisa diam mendengarkan sampai Nathan puas berbicara mengadukan kecemburuannya.
Allen paham perasaan Nathan, mendengar Nathan yang menangis sambil mengadu
nasibnya dengan Dave seperti ini seperti membawanya ke masa lalu saat ia masih
bekerja di bar dan mendengar Dave yang mabuk meracau atas masalah yang sama.
"Allen...
Aku ingin keluargaku seperti dulu lagi... " pinta Nathan sambil menangis.
"Aku sedih tidak punya keluarga... "
"Kan
ada aku dan Dave. Kita keluarga... " hibur Allen sambil memeluk Nathan
yang menangis agar tenang.
Dave yang
semula ingin membiarkan Allen saja yang menangani Nathan karena terlalu lama
menunggu dikamar akhirnya datang juga menemui Allen dan Nathan. Tapi begitu
Dave membuka pintu dan mendapati Nathan menangis dalam pelukan Allen, Dave
langsung khawatir.
"Nathan
kenapa? Sakit? Mau beli mainan? Ada apa?" tanya Dave panik lalu duduk di
tempat tidur Nathan.
"Bukan!
" Nathan menghentakkan kakinya menolak setiap pertanyaan Dave.
Dave
langsung tersenyum geli melihat tingkah Nathan yang menangis sambil
marah-marah. "Terus apa? Ada yang membullymu? " tanya Dave lalu naik
ke tempat tidur Nathan dan ikut bergabung tiduran bersama Nathan dan Allen.
"Aku
tidak punya keluarga sepertimu! " bentak Nathan kesal pada Dave yang membuatnya
iri.
"Aku
kan keluargamu, ada Allen juga... " hibur Dave yang mirip seperti yang di
ucapkan Allen barusan.
"Bukan
begitu Dave, aku tidak punya orang tua yang memintaku pulang... " ucap
Nathan sedih.
Dave
mengangguk pelan. "Helga bukan orang tuaku, Helga istri baru ayahku... Ibu
kita tetap sama Nathan... " ucap Dave meluruskan.
"Tapi
ayahmu baik padamu, dia sayang kau Dave tidak seperti ayahku... " bantah
Nathan yang masih saja ingin mengadu nasibnya dan merasa jadi yang paling
tersakiti.
Dave
tersenyum lalu memeluk Nathan. "Dulu aku juga sama sepertimu, aku bahkan
di turunkan di gang yang jauh dari rumah ayahku. Aku juga tidak dekat
dengannya... Ibu kita memang sifatnya seperti itu, bukan dia tidak sayang. Dia
sayang. Tapi cuma sebentar... " ucap Dave berusaha memberikan pengertian
pada Nathan.
Nathan
langsung memalingkan wajahnya.
"Allen
bahkan lebih sedih daripada kita, dia sejak bayi tinggal di panti asuhan. Tidak
kenal ayah ibunya... " ucap Dave berusaha menghibur Nathan.
Nathan
langsung menatap Allen. Allen mengangguk setuju dengan apa yang di katakan
suaminya.
"Makannya
kita bergabung, kita bersama-sama membuat keluarga kecil kita sendiri. Aku akan
bekerja seperti ayahmu, Allen akan mengurus rumah seperti seorang ibu, tidak
ada yang perlu kau pikirkan hingga sedih Nathan... Kita punya segalanya bila
bersama-sama... " hibur Dave.
Nathan
mengangguk lalu menyeka airmatanya. "Maaf Allen, ternyata kau anak kecil
yang lebih sedih dari pada aku... " ucap Nathan yang berangsur-angsur
mulai tegar kembali.
Allen
tersenyum lalu mengecup kening Nathan. "Sudah tidak apa-apa, jangan sedih
lagi ya... " ucap Allen lembut.
Hingga pagi
Allen dan Dave tidur bersama Nathan di kamar Nathan. Dave tidak suka tempat
tidur yang sempit apa lagi tidak bisa memeluk Allen. Tapi sesekali tidur
bertiga agar Nathan merasa di sayangi dan lengkap tidak masalah bagi Dave.
"Aku
akan menemui gurunya Nathan dulu sebentar... " ucap Dave sambil menepuk
bokong Allen pelan yang sedang menyiapkan bekal.
Allen
mengangguk sambil tersenyum membayangkan apa yang akan Dave lakukan nanti
sepulang dari sekolah Nathan.
"Dave
lihat aku membuat balon air!" seru Nathan yang mengisi sekotak kondom
milik Dave yang ia temukan dengan air.
"Balon?"
Dave dan Allen saling tukar pandang lalu berlari ke arah suara Nathan.
"Dia
tidak meledak, kuat sekali, keren! " ucap Nathan sambil membanting kondom
berisi air yang ia anggap sebagai balon.
Allen hanya meringis bingung berkomentar apa, sementara Dave menepuk jidatnya dan bingung harus menjelaskan bagaimana nantinya.