"Cancel
jadwalku hari ini, aku ada urusan keluarga..." ucap Dave pada
sekretarisnya sebelum mulai bicara serius dengan adiknya.
"Allen
ini pembicaraan serius, kau tidak usah ikut! " usir Nathan pada Allen yang
menemaninya duduk di ruang makan berhadapan dengan Dave.
Allen
melongo ia di usir Nathan, tapi ia memberi waktu untuk mengobrol bersama Dave.
"Pindahkan
pakaianmu ke lemariku... " ucap Dave memberi kegiatan pada Allen sebelum
Allen pergi.
Allen
mengangguk patuh lalu meninggalkan kakak dan adik itu berbicara. Tapi karena
pakaian Allen tak sebanyak milik Dave ia hanya butuh waktu singkat untuk
memindahkan dan merapikan kembali pakaiannya ke lemari Dave yang paling bawah,
karena hanya itu yang kosong.
"Aku
akan berbelanja, kalian habiskan bicara saja... " ucap Allen
mempersilahkan Dave dan Nathan lanjut bicara karena melihatnya yang baru keluar
dari kamar.
"Kau
mau ku antar?" tanya Dave.
Allen
langsung menggeleng. "Aku bisa sendiri. Tidak apa-apa tu-... Em... Dave...
" ucap Allen gugup dan hampir keceplosan memanggil Dave dengan sebutan Tuan.
"Tunggu
di kamar! " perintah Dave singkat.
Allen ingin
melawan tapi ia takmau cekcok di depan Nathan apa lagi setelah apa yang terjadi
padanya. Dave dan Nathan tampak benar-benar serius dalam obrolan mereka. Bahkan
meskipun Nathan terpaut usia sangat jauh dengannya Dave tetap mendengarkan
Nathan dengan baik dan serius.
"Lalu
bagaimana dengan ayahmu?" tanya Dave.
"Dia
sudah menikah lagi, bulan depan ibu menikah. Jadi katanya aku harus ikut
denganmu. Kata ibu, pacarnya tidak suka anak kecil yang nakal. Padahal aku anak
baik... " ucap Nathan sedih.
Dave
menghela nafas dengan berat. "Daniel?" tanya Dave lagi.
"Dia
membenciku dari dulu."
"Kenapa?
"
Nathan
mengedikkan bahunya. "Entahlah, mungkin dia seperti pacar ibu. Tidak suka
anak kecil juga."
Dave
mengusap wajahnya dengan gusar. "Apa yang kau janjikan padaku kalau kau
sekolah, makan, dan tinggal di bersamaku?"
Allen
merasa Dave terlalu keras pada Nathan. Tapi Allen hanya diam sambil menguping
dari kamar.
"Aku
bisa belajar, nilaiku bagus, aku suka olahraga, aku bisa membantu Allen
berbelanja atau menjaga anakmu nanti... " ucap Nathan memberikan
penawaran.
"Baiklah
akanku buatkan surat perjanjian. Kau laki-laki harus menepati omonganmu,"
ucap Dave lalu berjalan masuk ke kamarnya di ikuti Nathan. Sementara Allen
langsung pura-pura tidak tau apa-apa sambil menonton TV.
Dave mulai
mengetik surat perjanjiannya dengan Nathan. Nathan belum bisa tanda tangan jadi
ia memberikan cap jempol karena merasa kurang mantap Nathan memberikan cap
kelima jarinya di atas kertas perjanjiannya dengan Dave.
"Laki-laki
harus menepati janjinya, ingat itu... " ucap Dave lalu memasukkan surat
perjanjian barunya kedalam brangkas sementara Nathan sibuk mencuci tangannya
yang kotor terkena tinta tadi.
"Apa
kau tidak terlalu keras pada adikmu?" tanya Allen setelah menemani Nathan
tidur.
Dave
menggeleng. "Dia harus belajar kehidupan, lagi pula dia ini anak laki-laki
jadi harus kuat." Dave kembali ke kamarnya membawa banyak berkas dari kantornya.
Allen
mengangguk lalu membereskan ruang makan dan dapur setelah makan malam tadi.
Mungkin bila tidak ada Nathan sekarang ia sudah bercinta dengan Dave. Tapi
karena ada Nathan jadi harus di tahan dulu. Allen juga menata barang-barang
belanjaannya tadi, lalu mengisi tempat sabun yang sudah kosong dan mengganti
tisu toilet.
Dave keluar
lagi dari kamarnya lalu pergi keluar. Tak lama Dave kembali masuk dengan
membawa tempat tidur lipat tipis dan membawanya ke kamar. "Aku tidak mau
tidur denganmu," ucap Dave dingin.
Allen
bingung kenapa Dave tiba-tiba enggan tidur dengannya, padahal selama ini mereka
tidur bersama. Tadi pagi juga Dave tak mau berpisah darinya. Kenapa sekarang
begini? Tapi Allen tak mau ambil pusing, mungkin memang karena ada Nathan jadi
mereka harus membatasi diri satu sama lain.
Allen hanya
dapat bantal dan selimut tipis, padahal Dave selalu menggunakan pendingin
ruangan dengan suhu 15°C tapi Allen tak berani komplain atau menurunkan suhunya
karena Dave tampak tidak nyaman dan akan bersikap ketus padanya bila ia
mengganggu pendingin ruangannya. Karena suhu yang terlalu dingin bagi Allen, ia
jadi bolak-balik ke kamar mandi. Bahkan rasanya Allen ingin tidur di kamar
mandi saja karena lebih hangat dari pada kamar Dave.
"Seharusnya
kau tidak banyak minum," sindir Dave yang mengantri di depan kamar
mandinya.
"Maaf Tuan..."
ucap Allen sambil menundukkan pandangannya lalu berjalan melewati Dave.
Dave tidak
suka saat Allen memanggilnya Tuan, Dave lebih nyaman bila Allen memanggilnya
Hubby, sayang atau sejenisnya. Dave tidak suka Allen menegaskan jarak di antara
mereka dan mempertegas bila ada hubungan profesional diantara mereka. Tapi Dave
juga tak bisa banyak menuntut karena memang itu faktanya. Surat kontrak Allen
yang tiba-tiba ada di atas mejanya juga rasanya cukup menjadi mengingatkannya
atas jarak yang harusnya tercipta.
Tapi
melihat Allen tak ada dalam pelukannya minimal ada di ranjangnya juga membuat
Dave tak biasa. Apa lagi sudah satu minggu berlalu tidur bersama dengan Allen.
Bahkan Dave sudah terbiasa untuk bercinta terlebih dahulu sebelum tidur. Lalu
mengawali paginya dengan bercinta lagi. Sekarang ia harus membiasakan dirinya
kembali untuk kehilangan kenikmatan yang ia dapatkan dari Allen.
"Allen,
kau sudah 7 kali keluar masuk kamar mandi. Kau ini habis minum apa?" tanya
Dave yang jadi tidak bisa tidur.
Allen
menggeleng pelan. "Aku tidak tau, padahal terakhir aku minum tadi sore...
" jawab Allen lalu bersiap tidur.
Allen
menghela nafasnya, rasanya penat sekali harus menggunakan bra saat tidur. Jadi
Allen kembali ke kamar mandi untuk melepaskan branya. Tapi saat Allen hendak
mengenakan pakaiannya kembali Allen sedikit memperhatikan payudaranya. Bukan
hanya banyak bekas kissmark saja tapi ukurannya jadi sedikit lebih besar dan
makin padat. Pantas bila branya terasa sesak.
"Allen
apa yang kau lakukan?" tanya Dave yang melihat Allen sedang memperhatikan
payudaranya.
Allen
langsung menurunkan bajunya dan menyembunyikan branya kebelakang punggung.
Dave
menghela nafas. Dave mengira Allen akan memuaskan dirinya sendiri membuat Dave
sebagai laki-laki merasa tersinggung. Ada aku kenapa harus masturbasi, apa aku
ini tidak di anggap? Apa dia kira aku tak bisa memuaskannya? Batin Dave kesal.
Allen
langsung masuk ke dalam selimut tipisnya dan menyembunyikan dirinya dari Dave.
Allen agak sedikit mual dan pusing, ia tak mau cekcok dulu dengan Dave. Selain
itu ia juga malu saat tadi Dave melihatnya sedang memperhatikan payudaranya.
Pagi
menjelang, Allen belum menyiapkan sarapan untuk Dave maupun Nathan. Allen masih
pusing sejak semalam. Beruntung Nathan tidak merepotkan dan bisa menyiapkan
sarapannya sendiri. Dengan susu dan sereal. Sementara Dave memutuskan untuk
tidak bergantung pada Allen jadi ia hanya sarapan dengan kopi dan roti yang di
oles selai.
"Besok
kau sekolah, nanti minta Allen untuk menemanimu membeli peralatan sekolah...
" ucap Dave sebelum berangkat dan sama sekali tidak berpamitan pada Allen
yang ada di kamarnya.
Nathan
mengangguk lalu menyelesaikan sarapannya dan meletakkan peralatan makan yang
kotor ke dalam wastafel.
"Sudah
sarapan?" tanya Allen lembut pada Nathan.
Nathan
mengangguk. "Dave bilang besok aku sekolah, jadi hari ini kita beli
peralatan sekolah... " ucap Nathan memberitahu Allen.
Allen
mengangguk sambil menuangkan air dingin ke dalam gelasnya yang berisi air
panas. "Aku siap-siap dulu ya... " ucap Allen lalu kembali masuk ke
kamarnya.
"Kau
mau sarapan dulu?" tanya Nathan yang khawatir melihat Allen yang pucat.
Allen
menggeleng. "Aku belum selera."
"Apa
kau sakit Allen?" tanya Nathan khawatir.
Allen
kembali menggeleng. "Aku hanya sedikit pusing. Nanti kita beli taco
oke?" tawar Allen yang di setujui Nathan.
Sebenarnya Allen tidak benar-benar baik-baik saja. Kepalanya tambah pusing saat ia membuka selimut dan mencium aroma parfum Dave. Bahkan ia sudah muntah tadi makannya ia tak selera makan sama sekali. Allen ingin diam di rumah saja sebenarnya. Tapi ia tak mau kehilangan semangat Nathan yang mengajaknya pergi belanja perlengkapan sekolah. [Next]
0 comments