Bab 32 – Keguguran
"Allen
bangun Allen! " teriak Nathan histeris mendapati Allen yang tak sadarkan
diri dengan darah yang mengalir di kakinya menodai celana piama tidur yang ia
kenakan.
Kevin
begitu khawatir tapi ia tak mau di salahkan bila membantu Allen sekarang. Kevin
benar-benar mengutuk orang-orang di rumahnya yang tak siaga untuk membantu
Nathan.
Kemana
semua orang?! Ada anak-anak dan ibu hamil yang kesulitan kenapa tidak ada yang
membantu?! Geram Kevin dalam hati.
"Astaga!
Allen! " pekik Helga yang datang bersama Antonio lalu di susul para
pelayan yang mulai berdatangan dengan tergopoh-gopoh.
"Kevin!
Kevin! Allen pingsan! Kevin! " teriak Helga histeris dan berharap putranya
bisa memberikan pertolongan sebagai seorang dokter.
Perlahan
setelah mengatur nafas beberapa kali agar bisa tenang Kevin baru keluar dari
kamarnya. Begitu melihat Allen yang jatuh dan langsung pingsan Kevin tak dapat
berpikir jernih lagi, di tambah ia melihat noda tumpahan kopi yang tadi tak
sengaja ia tumpahkan. Jelas sekali bila Allen terpeleset dan itu ulah Kevin.
Kevin tidak sengaja mencelakai istri dan calon anak kakaknya sendiri.
"Panggil
ambulance! " perintah Kevin yang sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.
"Terlalu
lama! Siapkan mobil! Cepat! " perintah Antonio yang mengambil alih
perintah.
Kevin tak
dapat menyembunyikan rasa paniknya lagi. Ia tak tau harus menjelaskan bagaimana
pada Dave nanti. Apa lagi Kevin tau betapa bangga dan bahagianya Dave atas
kehamilan Allen. Kevin memang menaruh curiga pada Allen tapi ia tak bermaksud
mencelakainya seperti ini.
Sepanjang
perjalanan ke rumah sakit Allen masih tak sadarkan diri. Nathan terua
menggenggam tangan Allen sambil sesekali mengelus perut Allen dengan lembut.
Tampak sekali bocah itu mengkhawatirkan Allen dan bayinya melebihi ke
khawatiran Kevin.
"Semuanya
akan baik-baik saja kan?" tanya Nathan dengan suara bergetar menatap
Kevin.
"Semua
akan baik-baik saja sayang... " ucap Helga menguatkan Nathan.
●●●
Dave
berkali-kali berusaha menelfon dan melakukan panggilan video call pada Allen
tapi tak ada jawaban. Padahal Dave ingin memamerkan oleh-oleh dan beberapa
perlengkapan bayi dan boneka-boneka kecil yang ia beli. Dave jadi kesal
sendiri. Tapi saat ia menelfon Kevin, juga kedua orang Tuanya dan sama-sama
tidak mendapat jawaban perasaan Dave langsung tidak enak.
"Kediaman
keluarga Mcclain... Ada yang bisa di bantu?" jawab kepala pelayan
mengangkat telepon Dave.
"Kemana
semua orang? Kenapa tidak ada yang mengangkat teleponku?" tanya Dave yang
langsung menggunakan nada tinggi.
"A-ah...
Tuan Dave... Em... A-ada sedikit masalah... S-saya tidak berani bicara...
" ucap kepala pelayan dengan gemetar takut memberitahu Dave.
Dave
langsung mematikan sambungan teleponnya. Perasaannya sudah langsung tidak enak.
Antara Allen atau Nathan yang bermasalah hingga semua orang tiba-tiba
menghilang dan menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku
pulang sekarang! " ucap Dave pada sekretarisnya.
"Ada
apa Tuan?" tanya Jimmy kaget tiba-tiba Dave ingin pulang jauh lebih awal.
"Ada
masalah dengan keluargaku... " jawab Dave sambil terus berusaha
menghubungi keluarganya.
●●●
Nathan
hanya bisa menangis melihat dokter yang langsung menangani Allen dan
pembicaraan yang serius yang di lakukan Helga, Antonio dan Kevin dengan dokter
tanpa mengizinkannya untuk terlibat. Nathan begitu menyesal lebih memilih terus
bermain bersama Kevin di arcade dari pada menemani Allen. Padahal Nathan sudah
berjanji pada Dave akan menjaga Allen.
"Tidak
papa sayang, Allen akan baik-baik saja... " ucap Helga yang kembali dengan
mata sembab menemui Nathan. "Allen akan baik-baik saja... " sambung
Helga lalu memeluk Nathan.
"Bagaimana
dengan keponakanku? Aku tetap menjadi pamankan?" tanya Nathan sambil
menahan tangisnya dan menolak pelukan Helga. "Aku sudah bekerja, aku
mengumpulkan uang untuk keponakanku. Dia baik-baik saja kan? Iya kan?"
cerca Nathan yang begitu mengkhawatirkan janin di perut Allen.
Kevin hanya
diam mendengar ucapan Nathan yang begitu berharap Allen dan bayinya akan
baik-baik saja setelah semua sepakat untuk melakukan prosedur kuretase agar
pendarahan Allen berhenti dan bayinya juga sudah tak bernyawa lagi. Kevin baru
menyadari bila hanya ia yang membenci Allen dan bayinya yang tak bersalah, ia
juga yang menyebabkan Allen celaka. Sementara Nathan yang masih anak-anak sudah
mempersiapkan diri menjadi paman yang baik dan Dave yang begitu flamboyan juga
bersiap menjadi seorang ayah.
"Lima
bulan lagi bayinya Allen akan lahir kan? Iya kan?" Nathan terus menanyakan
pertanyaannya yang sulit di jawab. "Ini semua salahku. Ini pasti karena
aku terus bermain dan tidak menemani Allen!" Nathan menyesali kesalahan
yang seharusnya tidak ia sesali sementara Kevin hanya diam dan menatap
ponselnya yang terus di telfon Dave.
"Beritahu
kakakmu... Kau dokter, kakakmu pasti lebih bisa memahami keadaan bila kau yang
menjelaskan... " ucap Antonio sambil menepuk bahu Kevin.
"Dave
bilang kita akan menjadi keluarga kecil yang bahagia, aku, Allen, bayinya Allen
dan Dave. Tapi kenapa jadi begini... Ini salahku.... " Nathan terus
menyalahkan dirinya sambil menangis.
"Tidak...
Ini bukan salah Nathan... Ini musibah... Tidak apa-apa... Jangan menangis ya
sayang... " ucap Antonio ikut menenangkan Nathan.
Nathan diam
sambil terus menangis dan menyeka airmatanya sendiri. Dalam hatinya Nathan
masih merutuki dirinya. Kalau saja ia terus bersama Allen, kalau saja ia jadi
anak baik, kalau saja ia tidak di bawa ibunya ke rumah Dave, dan masih banyak
lagi alasan tidak mendasar yang bermunculan di pikiran Nathan.
"Halo...
Kak Dave... " ucap Kevin mengangkat telfon dari Dave.
"Kenapa
lama sekali?! Mana Allen? Nathan?" cerca Dave.
"Maaf
kak, Allen tadi jatuh terpeleset. Allen pendarahan banyak sekali..."
"Astaga...,
bagaimana kondisi Allen?" potong Dave.
"Allen
masih belum sadarkan diri, janinnya juga sudah tidak berdetak dan memberi
respon lagi...."
"Selamatkan
Allen! Apapun yang terjadi selamatkan Allen! " sela Dave lagi.
"Semuanya
sedang berusaha kak, dokter juga mengutamakan keselamatan Allen... "
Dave langsung mematikan telfonnya. Dave sudah dapat menyimpulkan bila ia tak bisa menjadi seorang ayah. Kenyataan pahit yang musti ia telan, tapi rasanya itu lebih baik dari pada harus kehilangan Allen dan bayinya di saat yang bersamaan.