Part 54
Operasi yang dijalani Lisa
berjalan dengan sangat lancar. Hasil grafik kesehatannya pun menunjukkan banyak
peningkatan. Hingga hari yang ditunggu semua orang datang. Semua anggota
keluarga berkumpul tanpa terkecuali. Bahkan para besan pun juga ikut datang
sesuai permintaan Lisa.
Perlahan dokter membuka
perban di mata Lisa. Sementara Anna dan Adam terus menggenggam tangan Lisa.
Bara berada di sisi Bundanya bersama Clara yang ada di belakangannya. Rey juga
berada di belakang ayahnya bersama Hana.
"Kak Bara?" panggil
Lisa ketika perban di matanya mulai terbuka dan beberapa kali ia mengerjapkan
mata.
"Iya sayang?" jawab
Bara.
"Oke Lisa liat sini.
Ikuti arah jari telunjuk saya ya kalo bisa liat," ucap si dokter sambil
menggerakkan jarinya ke kanan dan ke kiri. Lisa mengikuti tiap gerakan jarinya
dan tiap tes kecil yang dilakukannya.
"Lisa ini Bunda,"
ucap Anna sambil menempelkan tangan Lisa ke wajahnya.
Suasana haru sangat terasa di
ruangan tempat Lisa di rawat. Semuanya menangis haru. Lisa dapat melihat. Clara
mengenali tiap wajah. Lalu untuk pertama kalinya Lisa bercermin. Menatap
wajahnya untuk pertama kalinya.
"Terus kamu siapa? Sini
aku pegang wajahmu biar aku ingat," ucap Lisa setelah mengenali semuanya.
"Siapa Sa?" tanya
Bara bingung.
"Itu, anak cowok yang
pakek baju kayak aku," jawab Lisa sambil menunjuk ujung tempat tidurnya.
"Gak ada. Cuma ada Leo
loh di sini yang seumuran kamu," ucap Rey ragu sambil celingukan mencari
yang Lisa lihat.
"Baju Lisa warnanya
hijau. Apa baju yang dia pakai?" tanya Anna penasaran.
"Sama kayak aku
persis," ucap Lisa lalu merangKak untuk menyentuh anak laki-laki yang ia
maksud "Loh kok gini?" ucap Lisa bingung lalu menyentuh Leo,
wajahnya, Kakaknya.
"Kenapa?" tanya
Bara khawatir.
"Kok dia gak bisa
dipegang," jawab Lisa heran dan masih berusaha menyentuhnya.
Bara langsung menahan tangan
Lisa lalu membenarkan posisinya. Suasana yang tadinya haru mendadak jadi horor
dan mencekam.
"Besok aku boleh
pulang?" tanya Lisa.
"Hari ini kita pulang
sayang," jawab Anna lembut.
"Kamu kapan
pulang?" tanya Lisa pada anak itu "Besok aku boleh main Bunda?"
tanya Lisa pada Bundanya.
"Main ke mana?"
tanya Anna.
"Dia mau aku temenin
main," ucap Lisa lalu turun dari tempat tidurnya dan berjalan mengikutinya
anak itu Bara dan Rey langsung mengikuti Lisa yang berlari mengikuti anak yang
hanya dilihat Lisa sendiri.
"Lisa mau ke mana?"
tanya Bara dan Rey.
Bugh!
Tanpa sadar Lisa berhenti
karena menabrak seorang ibu.
"Eh Lisa," sapa ibu
itu lalu menempelkan tangan Lisa di wajahnya.
"Oh mama Jalu,"
ucap Lisa lalu memeluk tubuh tambun mamanya Jalu.
"Gimana lancar?"
tanya mama Jalu.
"Lancar mama Jalu jangan
nangis. Nanti tidak cantik lagi loh," ucap Lisa sambil menyeka air mata
mama Jalu di pipi tembemnya.
"Mama suka kamu dah bisa
lihat," ucapnya tulus.
"Dia siapa ma? Kenapa
peluk mama?" tanya Lisa yang duduk di samping mama Jalu.
"Dia?" tanya mama
Jalu bingung.
"Anak cowok itu. Dia
peluk mama, rambutnya gini," ucap Lisa yang mulai mendeskripsikan apa yang
ia lihat.
"Dia Jalu sayang. Ini
kan?" tanya mama Jalu lalu menunjukkan foto yang ada di ponselnya.
"Jalu sudah bisa jalan
ya?" ucap Lisa dengan senyumnya yang mengembang.
Tak lama anggota keluarga
lainnya datang dan mendapati Lisa yang berbincang dengan mamanya Jalu.
"Enggak sayang Jalu
sudah di surge," jawab mama Jalu dengan air matanya yang mengalir
"Ini mata Jalu, Jalu bilang dia mau Lisa bisa lihat semuanya. Operasinya
gagal Jalu dah meninggal. Dia minta Lisa jagain matanya," ucap mama Jalu
sambil menangis tersedu-sedu.
"Tidak! Salah! Jalu
masih asa! Jalu masih ada! Besok aku sekolah Jalu masih ada!" jerit Lisa
histeris.
Mama jalu hanya bisa
menggelengkan kepalanya dengan air matanya yang berlinangan.
"Pembohong!" jerit
Lisa tak percaya, bila Jalu satu-satunya teman dekat di sekolahnya sudah mati
"Enggak, Jalu bilang dia mau sehat. Dia mau berdiri biar bisa jalan-jalan
sama aku. Jalu bilang masih mau main sama aku kok!" ucap Lisa tidak
terima.
"Lisa," panggil
Anna sambil memeluk putrinya yang menangis tersedu-sedu sementara Hana dan
Clara menenangkan mama
Jalu yang juga menangis.
"Besok aku sekolah Jalu
juga masuk! Semua orang bohong sama aku! Jahat sama aku!" ucap Lisa sambil
menangis tak terima.
"Lisa, Jalu memang sudah
meninggal sayang. Mama juga sedih, mama gak percaya juga tapi Lisa sayang Jalu
titip ini buat kamu. Jalu kasih matanya buat Lisa. Jalu dah janji kan mau jadi
matanya Lisa? Jadi Lisa jangan sedih lagi ya. Ini memang yang diinginkan
Jalu," ucap papanya Jalu yang ada dan tengah menenangkan istrinya juga
memberi tau Lisa kebenaran semuanya.
"Aku gak mau mata! Aku
gak mau lihat! Aku maunya temanku ada! Aku maunya Jalu hidup!" pekik Lisa
sambil menangis dan sudah mengepalkan tangannya menahan rasa sedihnya.
Lisa terus menangis dan
menangis. Lisa menjerit dengan sangat histeris dan terus menangis, kehilangan
hanya itu yang Lisa rasakan.
***
Selama seminggu full Lisa
tidak mau keluar dari kamarnya. Semua anggota keluarga bingung membujuk dan
menghibur Lisa. Anna dan Adam jelas yang paling sedih dan khawatir melihat
kondisi putrinya yang sedih dan mengurung diri di kamar.
Semuanya sudah kehabisan cara
untuk membujuk Lisa. Hingga akhirnya Clara masuk ke kamar Lisa dan menyalakan
lampu di kamar Lisa yang biasa dimatikan. Clara tau betapa silaunya ia bila
terkena lampu yang sangat terang, jadi ia sengaja memasang lampu tidur dengan
bentuk jamur di kamar adik iparnya.
"Sa kamu gak bisa kayak
gini terus!" ucap Clara tegas sambil menarik selimut yang dipakai Lisa
untuk menutupi tubuhnya.
"Aku benci
semuanya!" ucap Lisa membentak Clara "Semuanya pembohong!"
sambung Lisa.
"Terus kamu mau gimana?
Kamu mau ngurung diri sampai kapan?" bentak Clara dengan tegas.
Bara langsung berlari ke
kamar adiknya begitu mendengar suara dan teriakan Clara dan Lisa yang
bersaut-sautan. Anna juga langsung datang dengan tergopoh-gopoh.
"Clara! Kamu ngapain
Lisa?" bentak Bara pada istrinya.
"Jalu itu emang dah gak
bisa tertolong. Waktu kenal kamu pun umurnya tinggal hitungan bulan! Semua
bukan mau bohongi kamu Sa. Kita sayang sama Lisa makannya kayak gini,"
ucap Clara yang mengabaikan bentakan suaminya.
"Bohong!" bentak
lisa.
"Aku kasih tau yang
sebenarnya, pait kan? Itu makannya gak ada yang kasih tau kamu dari awal Sa.
Jalu juga kan dah bilang mau kasih matanya buat kamu, dia mau jadi pangeranmu,
dia mau ketemu kamu lagi. Tapi Allah ambil Jalu, biar bisa kasih Lisa yang
terbaik."
Plak!
Belum selesai Clara
menasehati Lisa, Bara sudah melayangkan tamparan pada pipi Clara hingga Clara
terjatuh.
"Kamu kebanyakan ngomong
Cla," ucap Bara tegas dan penuh emosi karena menganggap Clara akan
menyakiti adiknya.
Clara segera bangun dan
membuka penutup mata Lisa secara paksa.
"Aku tau perasaanmu Sa.
Aku tau. Aku kehilangan temenku juga. Temen baik ku satusatunya. Kita sama
Sa," ucap Clara lalu menyeka air mata Lisa yang kembali berlinang tanpa
peduli bagaimana kondisinya saat ini.
Lisa hanya mampu menangis dan
Clara langsung memeluknya erat. Berusaha menenangkan Lisa dan membagi sedikit
semangatnya pada Lisa.
"Anak itu aku gak bisa
lihat tapi aku yakin itu Jalu temanmu. Kamu tau kenapa dia bisa kamu
lihat?" tanya Clara pada Lisa yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.
"Dia belum tenang Sa.
Dia mau kamu ikhlas. Dia mau kamu memanfaatkan apa yang dia kasih dengan
sebaik-baiknya. Dia mau kamu ketemu dia. Setidaknya biar dia tenang dan kamu
bisa hidup dengan baik seperti cita-citanya," jawab Clara menyemangati
Lisa.
Anna hanya diam melihat
bagaimana cara Clara membujuk Lisa. Bara sendiri sudah sangat geram pada
istrinya yang dirasa terlalu kasar pada adik kesayangannya ini, bahkan Bara
sudah tak peduli lagi dengan kondisi Clara yang tengah hamil dan dengan
ringannya ia tampar tadi.
"Ayo kita move on Sa.
Ayo kita sama-sama bangkit. Kita doakan Jalu. Kita ke makam Jalu. Kita kasih
yang terbaik buat dia. Lisa mau kan?" bujuk Clara yang masih memeluk Lisa.
Lisa hanya mengangguk pelan
sambil memeluk tubuh Clara.
"Gapapa sedih tapi
jangan lama-lama. Nanti semuanya ikut sedih juga kan kasian," ucap Clara
lalu melepaskan pelukannya.
Lisa kembali mengangguk lalu
memegang kedua pipi Clara dan mengelusnya.
"Kak, aku gak punya
temen. Kak Clara temenin aku terus kan?" tanya Lisa dengan napasnya yang
masih tersengal.
"Iya Sa aku bakal
temenin Lisa terus. Selamanya, seumur hidupku. Kita sama-sama terus,"
jawab Clara lalu tersenyum melihat adik iparnya yang mulai membaik.
Anna segera memeluk putrinya
yang langsung disambut Lisa dengan sangat baik, tak seperti sebelumnya. Clara
yang tau situasi sudah membaik akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar
Lisa. Membiarkan mertuanya mengurus Lisa yang sudah berangsur membaik.
Clara yang baru saja ditampar
suaminya dengan cukup keras benar-benar merasa sakit. Tak hanya fisik tapi juga
hatinya. Pipinya terasa sangat panas, bahkan bibirnya pun luka tanpa ia sadari,
tak hanya itu tamparan yang dilayangkan Bara tadi juga membuat Clara pusing
juga sakit di tubuh karena sempat jatuh.
Duh semoga kamu gapapa ya
nak. Batin Clara sambil mengelus perutnya, dan berjalan terhuyung-huyung ke
kamarnya di lantai dua.
Satu persatu anak tangga
dilaluinya. Beberapa kali Clara akan terjatuh. Clara berusaha menahan sakitnya
hingga beberapa tetesan darah mengalir dari pahanya. Clara hanya memejamkan
matanya, bukan tak ingin melihat. Tapi Clara merasakan nyeri dan sakit kepala
juga di saat yang bersamaan.
"KaKak," panggil
Clara dengan sangat pelan karena sudah kehabisan tenaga "Argh,"
rintihnya menahan sakit dan keseimbangannya.
Hingga akhirnya Clara terjatuh
dari tangga. Tidak tinggi hanya beberapa anak tangga. Tapi dua kali benturan
keras tentu tidak baik untuk Clara dan bayinya.
Clara berusaha mempertahankan
kesadarannya. Hingga semuanya terasa berputar dan berkunang-kunang,
pandangannya pun jadi gelap. Para pelayan yang melihat Clara dalam kesusahan
langsung menghampirinya dengan sesigap yang mereka bisa.
Tak ada Bara, itu yang Clara
ingat sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri. Kerumunan para pelayan dan Ayah mertuanya
hanya itu yang Clara ingat. Tubuhnya terlalu lemas, pikirannya juga kacau dan
ceMasakan kondisi lainnya, hatinya pun juga hancur karena perlakuan kasar
suaminya tadi.
Apapun yang terjadi aku
pasrah. Kalau Allah kasih ini yang terbaik tolong mudahkanlah untukku. Kalau
bukan tolong tunjukkan yang terbaik meskipun pahit. Doa itu yang terbersik di
pikiran clara sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri.