Part 11 🔞
Via membelalakkan matanya
melihat Bara yang begitu santai dan jelas ia penyebab semua ini. Tim keamanan
dan pemadam datang untuk mengevakuasi dan melakukan tindakan.
"Kenapa kamu begitu
kekanak-kanakan?" tanya Via kehabisan kata-kata.
"Pak Bara semuanya
baik-baik saja," ucap seorang pria yang merupakan sekretarisnya tak lain
adalah Robi.
"All clear?" tanya
Bara pada Robi.
"Robi Mahesa?"
pekik Via begitu melihat Robi yang merupakan model majalah dewasa dan salah
satu runner up di salah satu ajang modeling.
"Bisa kita keluar
sekarang pak?" tanya Robi pada Bara dan mengabaikan Via.
"Lepas dasimu!"
perintah Bara.
Robi langsung melepasnya
meskipun ia bingung apa yang akan dilakukan Bara pada dasinya.
"Bilang ini karena
kesalahan teknis. Atau apalah," perintah Bara lalu kembali ke kamarnya
meninggalkan Via yang terpesona pada Robi dan akhirnya percaya pada apa yang
diucapkan Bara.
"Robi," panggil
Tina yang dengan santainya datang dan memeluk Robi.
"Hai sayang," sapa
Robi sementara Via sudah pergi meninggalkan Robi dan Tina, sedangkan Bara sudah
pergi dari tadi.
"Kamu pasti tau siapa
yang bikin masalah," ucap Robi lalu mengecup kening Tina dengan lembut.
"The boss, right?"
tebak Tina lalu berjalan bersama Robi ke depan untuk menyelesaikan masalah yang
ditimbulkan Bara.
***
Bara masuk ke kamarnya dengan
Clara yang berada di dalamnya dan terlihat panik karena suara sirine kebakaran
yang berdering nyaring. Bahkan Clara sudah menanggalkan sepatunya dan siap
berlari menyelamatkan diri.
"Sstt aku yang nyalain
sirinenya," ucap Bara lalu menangkap Clara dan memeluknya erat.
"Gila kamu kak!"
pekik Clara panik sambil memukuli dada Bara yang bidang lalu duduk meluruh ke
lantai dengan lemasnya "Kamu bikin takut aja kak! Nyebelin!" sambung
Clara lalu menangis entah senang atau sedih di lantai.
Clara nangis? Ughh dia lebih
mempesona dari pada tadi. Batin Bara.
"Hey kenapa
nangis?" tanya Bara lembut lalu ikut duduk di depan Clara.
"Aku takut kak!"
pekik Clara menjawab pertanyaan Bara.
"Takut kenapa?"
tanya Bara heran sambil menatap Clara menangis dengan lucu.
"Ya kamu kunciin aku!
Nanti aku kepanggang di sini gimana? Sendirian pula! Aku gak mau dikremasi
kak!" pekik Clara ketakutan sambil menyeka air matanya sendiri.
Aku tau ini salah tapi
mendengarnya bicara, perlawanannya, emosinya, membuatku makin bergairah!
Terserah dia mau ngomong apa! Batin Bara yang terus memperhatikan Clara, bukan
pada pembicaraannya tapi pada tingkahnya.
Bara langsung menggendong
Clara ke tempat tidur lagi. Clara terus meronta bahkan menggigit tangan Bara.
"Sakit tau!" pekik
Bara lalu mengikat tangan Clara ke atas dengan dasi milik Robi yang di bawanya.
Clara terlihat makin takut
pada Bara karena tangannya yang diikat. Ingatannya tentang ciuman yang baru
saja dialaminya terputar lagi di kepalanya. Bara tidak sesabar dan sebaik yang
dikiranya.
Bara mengecup tangan nakal
Clara yang kerap memukulnya. Lalu turun ke pergelangan tangannya, terus turun
hingga ke bahunya. Clara tak mampu berkata-kata lagi, badannya gemetar dan
memucat. Takut Bara akan melakukan tindakan lebih jauh padanya.
"No, please. Don't do
it," lirih Clara memelas saat melihat Bara melepas jasnya juga dasinya.
"Ssttt," ucap Bara
memberikan isyarat pada Clara untuk diam lalu menutup mata Clara dengan
dasinya.
Bara mengecup kening Clara,
dengan lembut. Lalu kedua matanya yang sudah di tutupi dengan dasi, lanjut ke
pipinya juga hidung mancungnya dan berakhir pada kecupan lembut di bibir Clara.
"Kamu anak nakal Clara.
Kamu nakal sekali hari ini," ucap Bara sambil berbisik dan mulai
melepaskan gaun yang dikenakan Clara.
"Maaf Kak. Maaf please.
Jangan Kak," ucap Clara saat gaun yang dikenakannya sudah terlepas, hingga
ia tinggal mengenakan bikininya.
Perlahan tangan Clara turun
berharap mampu menutupi tubuhnya yang hampir bugil. Tapi dengan cepat Bara
menarik tangannya ke atas lagi.
"Jangan sampai turun.
Sampai tanganmu turun, ku pastikan kamu hamil sebelum kita nikah!" ucap
Bara mengancam Clara.
Clara takut bukan main
mendengar ancaman Bara. Clara pasrah, dalam pasrahnya ia teringat pada orang
tuanya, kesalahannya, semua aibnya. Clara yang biasanya brutal dan begitu
berani seolah kehilangan jiwa brutal dan semua keberaniannya. Clara benar-benar
pasrah.
"Berapa kali kamu pakai
pil?" tanya Bara
sambil mencumbu leher Clara
dan memberikan tanda kepemilikan tipis terhadapnya.
"Kakhhh shhh,"
desir Clara yang tak mau menjawab pertanyaan Bara karena fokusnya yang hilang.
Plak!
Sebuah tamparan keras di
layangkan Bara pada paha mulus Clara.
"Jawab Clara,"
perintah Bara setelah menampar paha Clara.
"Apa?" tanya Clara.
"Pil, sejak kapan?"
tanya Bara mengulang pertanyaannya.
"Baru dua bulan,"
jawab Clara.
"Jujur!" gertak
Bara lalu melepas bra yang di pakai Clara.
"Enam. Enam," ucap
Clara cepat.
"Enam?" tanya Bara
lalu mencubit puting
Clara.
"Enam bulan Kak akhhh,"
rintih Clara saat putingnya dicubit Bara.
"Aku gak suka dibohongi
Clara," ucap Bara lalu mengecup puting Clara yang baru saja dicubitnya
dengan lembut.
Clara mendesir penuh gairah
ketika Bara mengecup pucuk dadanya dengan lembut. Bara juga memberikan bonus
pada Clara karena mau jujur dengan menjilat dan menghisap putingnya dengan
lembut, yang malah makin menyiksa Clara.
"Eghh Kak stop
jangan," ucap Clara memohon dengan air matanya yang terus mengalir,
mulutnya memohon tapi dadanya membusung meminta lebih lagi.
"Kamu bilang jangan,
kamu bilang stop. Tubuhmu bilang lanjutkan, tubuhmu mau lebih. Aku harus
menuruti yang mana Clara?" tanya Bara lalu menurunkan cumbuannya ke perut
Clara dan pinggangnya hingga Clara menggelinjang kegelian.
"Berapa lama kamu masuk
genk?" tanya Bara sambil membuka celana dalam Clara.
"Sejak mulai semester
kedua. Sebelum UN,"jawab Clara cepat, air matanya makin deras mengalir.
"Jujur?" tanya
Bara.
"Jujur Kak," jawab
Clara lalu mengangguk cepat.
Tanpa disadari tangan Clara
turun secara reflek menutupi kemaluannya.
"Jangan turun! Clara
jangan turun!" bentak Bara sambil menarik tangan Clara ke atas lagi.
Clara tercekat lalu
mengangguk pelan karena takut. Bara kembali menelusuri tubuh Clara dari atas sampai
bawah. Lalu secara iseng menuangkan minyak zaitun yang selalu di sediakan untuk
kamar VIP.
Bara mulai meratakan minyak
zaitun tersebut ke perut, dada, bahu, paha, dan selangkangan Clara dengan
lembut sambil memijatnya pelan.
"Apapun yang ku lakukan
tahan tangan dan kakimu, paham?" perintah Bara pada Clara sambil
melebarkan kakinya hingga mengangkang tanpa memperdulikan apa jawaban Clara.
Apa hari ini aku bakal
kehilangan apa yang selama ini ku jaga? Apa aku harus kehilangan satusatunya
yang bisa kubanggakan selama ini? Batin Clara saat Bara mulai menciumi
tumitnya, dan terus menjalar ke atas hingga ke pangkal pahanya.
Kalaupun iya. Aku tak ingin
diperkosa orang yang kukagumi. Batin Clara meratapi perbuatannya yang tak
mungkin berubah hasilnya sekuat apapun ia berdoa dan meminta ampun.