Part 28
Bara yang terpukul dan
terkejut dengan apa yang disampaikan ayahnya memutuskan untuk memastikannya
sendiri.
Tak hanya Bara, tapi Clara
juga sangat terkejut ternyata ayahnya mengabulkan permintaannya meskipun
sebenarnya Clara tidak benar-benar menginginkannya. Bahkan saat Caca memberi
tahu, Clara langsung sedih dan sangat terpukul. Ada rasa ingin memperbaiki hubungannya,
tapi di sisi lain ada rasa senang karena orang yang begitu sadis padanya pergi.
"Clara! Keluar
Clara!" teriak Bara begitu sampai di depan rumah Clara.
"Kak Bara!" pekik
Clara dari dalam kamarnya.
Tak ada jawaban. Bara tau ia
sengaja tak dihiraukan di luar. Bel rumah Clara juga di tekannya berkali-kali.
"Clara! Keluar
Clara!" panggil Bara lagi dengan buket bunga mawar merah besar di tangannya.
"Maaf Mas, mbak Claranya
gak ada," ucap Yola yang akhirnya keluar untuk mengusir Bara.
"Clara! Keluar kamu Cla!
Aku tau kamu ada di dalem!" teriak Bara yang tidak memperdulikan ucapan
Yola sama sekali.
Dengan frustrasi Bara
melemparkan batu ke kaca jendela rumah Clara.
"Clara keluar!"
teriak Bara.
Dengan langkah lebar Fajar
keluar dari rumahnya dengan ember berisi air lalu menyiram Bara yang baru saja
memecahkan kaca rumahnya.
"Clara gak ada!
Pergi!" usir Fajar dengan sinis.
"Clara keluar! Ayo
bicara!" teriak Bara yang bahkan tidak menghiraukan Fajar sama sekali.
"Yola panggil satpam.
Suruh seret dia pergi!" perintah Fajar lalu meninggalkan Bara sambil
membanting ember yang dibawanya.
Clara hanya diam, menatap
Bara yang terus memanggilnya dengan air matanya yang terus mengalir. Clara tak
bisa menemui Bara, Clara tak kuasa melawan ayahnya. Bisa mengintip Bara dari
jendela kamarnya saja bagai mukjizat bagi Clara, meskipun ia sangat ingin turun
dan menemui Bara.
"Clara, aku minta maaf.
Aku minta maaf. Keluar Clara! Ayo bicara! Clara cepat keluar!" teriak Bara
lalu melemparkan batu ke kaca jendela rumah Clara lagi.
"Kak Bara pergi kak.
Jangan di sana. Aku takut Ayah marah ke kamu," lirih Clara meratapi Bara
yang baru saja disiram dan diusir Fajar.
Tak lama berselang Fajar
kembali keluar membawa ember berisi air dan kembali menyiramkan pada Bara. Bara
hanya diam menerima siraman air dari Fajar. Tak lama gerbang dibuka Fajar sudah
siap menghajar Bara. Tendangan keras dilayangkan Fajar hingga Bara tumbang.
"Jangan cari Claraku
lagi," ucap Fajar saat melihat Bara berlutut.
"Clara! Clara!"
teriak Bara yang masih saja memanggil Clara sambil berusaha bangkit dan berdiri
tegak lagi.
"Jangan cari anakku
lagi!" ucap Fajar dengan sinisnya lalu mengangkat tangannya akan menghajar
Bara.
"Sudah mas!" tahan
Caca sambil memeluk suaminya dari belakang.
Perlahan Fajar menurunkan
tangannya, menahan diri untuk menghajar Bara.
"Kamu gak tau gimana
Clara. Kamu cuma tau gimana cara menekan dia. Impianmu buat bikin keluarga juga
gak bakal terwujud! Aku gak bakal izinin Clara buat nikah sama pria yang punya
wanita simpanan lain," ucap Fajar.
"Clara kita cuma salah
paham," teriak Bara.
Plak!
Tamparan keras melayang ke
pipi Bara dari tangan Fajar. Darah mulai mengalir di sudut bibirnya.
"Cukup ayah, jangan
lagi," ucap Clara sambil menangis tersedu-sedu di kamarnya.
"Sudah Bara. Nanti tante
sampaikan. Kamu pulang saja," perintah Caca dengan lembut.
"Clar."
Bugh!
Hantaman kuat dilayangkan
Fajar ketika Bara berusaha bangun hingga buket bunga yang dibawanya jatuh ke
tanah. Bara terhempas, Fajar langsung menginjak-injak buket bunga yang dibawa
Bara.
"Pergi!" usir Fajar
lalu masuk ke dalam rumahnya begitu melihat satpam datang "Bawa dia
pergi!" perintah Fajar.
Caca yang melihat betapa
gigihnya Bara bertemu Clara untuk meminta maaf sangat tersentuh hingga ikut
prihatin dan sedih.
***
"Kamu gak usah nangis
lagi! Semuanya sudah Ayah balas. Kamu dah gak ada hubungan apa-apa lagi sama
Bara," ucap Fajar saat memasuki kamar Clara.
Clara hanya diam di depan
jendelanya menatap buket bunga dari Bara yang dirusak Ayahnya.
Aku cuma mau pisah. Bukan
bikin sakit Kak Bara. Batin Clara yang masih menangis.
"Aku mau sendiri,"
ucap Clara begitu ayahnya menyentuh bahunya.
"Mas," panggil Caca
pada suaminya dari ambang pintu.
Fajar hanya diam lalu
berjalan mengikuti istrinya keluar, meninggalkan Clara sendiri.
Kak Bara angkat. Batin Clara
yang langsung menelfon Bara begitu orang tuanya meninggalkan kamarnya.
Nomor yang Anda tuju sedang
sibuk.
Kak Bara maaf. Ayo angkat
kak! Batin Clara sambil menangis dan menempelkan ponselnya ke telinga.
Berkali-kali Clara mencoba
menghubungi Bara hingga ia kesal dan membanting ponselnya.
***
Clara angkat. Ayo angkat
sayang. Batin Bara sambil menelfon Clara begitu keluar dari kompleks perumahan
Clara.
Nomor yang Anda tuju sedang
sibuk.
"Ck angkat Clara!"
teriak Bara frustasi lalu mencoba menelfon Clara tanpa ia tau kalau Clara juga
melakukan hal yang sama.
Bara terus mencoba
menghubungi Clara. Terus mencobanya hingga Bara lelah dan melempar ponselnya di
jok belakang.
Clara aku kena virus cinta.
Apa kamu juga? Atau cuma aku yang sakit? Aku gak tau apa obatnya. Aku gak tau
apa ada vaksinnya. Clara aku kena virus. Cinta. Bagaimana ini Clara? Aku takut
kalau kamu tidak mencintaiku juga. Tapi yang paling ku takutkan. Kalau aku gak
bisa ketemu kamu meskipun sudah tau perasaanmu ke aku. Batin Bara sambil
menyetir, dengan tatapannya yang nanar ke depan seolah ia sudah kehilangan
jiwanya.
Tanpa tujuan, Bara terus
menyetir lurus ke depan. Tidak dalam kecepatan tinggi. Hanya 40 km/jam tapi
Bara terus menerobos lampu merah bahkan Bara mendapat caci maki para pengguna
jalan lain. Bara tak peduli, ia terus menyetir dengan tatapan lurus ke depan
tanpa tujuan pasrah dengan arah jalan yang membawanya entah ke mana.
***
Baik Bara maupun Clara
sama-sama tidak bisa tidur, sama-sama berusaha menelfon satu sama lain dalam
waktu yang bersamaan hingga merasa sama-sama dijauhi.
Apa ini yang diinginkan
Clara. Batin Bara sedih.
Apa Kak Bara sudah menyerah.
Batin Clara menduga-duga.
Bahkan hingga pagi menjelang
Bara hanya diam saja saat dokter Indarto memeriksanya dan mengobati lukanya.
"Aku mau ketemu
Clara," ucap Bara pada Robi.
"Sebaiknya jangan
dulu," tahan Robi "Kita gak tau gimana marahnya orang tua Clara,
sebaiknya ditahan dulu pak. Biar gak ada perang orang tua," sambung Robi
memberi saran.
Bara hanya mengangguk.
"Kalo keluargaku ke
sini. Bilang aku sibuk ngajar atau apalah. Kamu cari sendiri. Aku gak mau
ditanyai masalah luka," perintah Bara lalu kembali mencoba menghubungi
Clara.
"Baik pak," jawab
Robi patuh lalu keluar meninggalkan Bara sendiri.
***
Clara benar-benar kacau.
Matanya bengKak karena menangis, rambutnya kusut berantakan, bekas linangan air
matanya masih membekas di pipinya.
"Kak Bara aku pengen
ketemu sama Kak Bara," gumam Clara.
"Sekarang dah gak ada
lagi Bara!" ucap Fajar yang masuk ke kamar Clara.
Clara terdiam. Enggan
menanggapi ayahnya.
"Kamu gak bakal boleh
keluar selama kamu masih kacau gini. Juga kalo kamu masih mikirin Bara!"
ucap Fajar tegas.
Clara hanya menoleh ke arah
ayahnya lalu masuk ke dalam selimutnya, memendam rasanya sendiri. Caca yang tau
suaminya tak kunjung berangkat langsung pergi ke kamar putrinya.
"Ayah tunggu,"
tahan Clara.
"Iya ada apa?"
jawab Fajar dengan senyumnya yang mengembang.