Part 21
"Maaf ya. Aku gak bisa
anter pulang. Aku ada keadaan darurat. Maaf ya. Lain kali aku pasti antar kamu
pulang," ucap Bara yang mengabaikan pertanyaan Clara lalu mengecup
keningnya dan berlari keluar duluan.
Siapa? Kenapa Kak Bara sampai
ninggalin aku di sini. Batin Clara kecewa.
Apa Kak Tina lagi ? Kenapa
dia bisa seistimewa itu? Apa Kak Bara gak mungkin move on dari dia. Batin Clara
sedih.
Clara berjalan dengan lesunya
keluar dari restoran juga mall. Bahkan saat ada temannya yang menyapa pun ia
tak menghiraukannya. Ingin cepat pulang! Mungkin hanya itu tujuan Clara saat
ini.
Waktu berjalan begitu lambat.
Apalagi Clara menunggu taksi sendiri. Ponsel pun tak disentuhnya, pikirannya
mengembara ke manamana. Memikirkan Bara, Tina, cintanya yang bertepuk sebelah
tangan.
"Apa kalo aku sakit baru
dipedulikan seistimewa Kak Tina ya," gumam Clara.
"Kamu istimewa terus
Clara," ucap Bob mengejutkan Clara hingga ia terlonjak "My little
monster," sambung Bob lalu duduk di samping Clara.
Clara hanya tersenyum dan
mengelus dadanya yang masih deg-degan karena kaget.
"Apa kabar?" tanya
Bob lalu menyenggol bahu Clara.
"Em baik," jawab
Clara sambil mengangguk pelan.
"Kelihatannya gak baik.
Kamu itu dah out dari kita. Semuanya susah tau gak sih kehilangan Kapten
Monster kayak kamu," ucap Bob lalu meregangkan tubuhnya yang kumal.
"Ah lu suka lebay deh
Bob," tanggap Clara sambil tertawa kecil.
Bob terdiam, hanya menatap
Clara dan penampilannya yang sudah banyak berubah.
"Kamu cantik. Kata Nita
sama Ninda kamu mau nikah ya?" tanya Bob dengan frontal mengungkapkan isi
hatinya yang mengganjal.
"Ya gitu deh. Dipaksa
nikah sama anaknya Om Adam. Kata Ayah kalo aku mau Ayah gak bakal jadiin kalian
jadi TO, target operasi lagi. Ayah dah janji," ucap Clara lalu mengikat
rambutnya ke belakang.
"Kita ngobrol di sana
aja yuk," ajak Bob sambil menunjuk restoran ayam.
"Boleh aku traktir
minum," ucap Clara lalu berjalan bersama Bob ke dalam restoran.
"Kamu lebih cantik dari
biasanya. Lebih rapi. Keliatan kayak nona-nona sosialita," ucap Bob lalu
duduk di salah satu tempat duduk di bangku depan.
"Hahaha dari dulu kalo
gue mau dah jadi sosialita kali Bob. Bonyok, bokap nyokap dah
memfasilitasi," ucap Clara santai.
"Eh iya, calon suamimu
kayak gimana?" tanya Bob penasaran "Sama gue cakep mana?"
sambung Bob lagi.
"Em gimana ya,"
jawab Clara bingung lalu mengambil foto Bob, kemudian mengeditnya di sejajar
kan dengan foto Bara "Menurut lo cakep mana?" tanya Clara sambil
menunjukkan ponselnya.
"Ya pantes lu mau. Tipe
lu banget gini," puji Bob dengan berbesar hati.
Padahal baru aja mau
ngungkapin perasaan. Dah ada aja yang nikung. Bangsat! Batin Bob kesal.
"Iya," jawab Clara
pelan berusaha menutupi rasa sedihnya.
"Lu gak suka sama
dia?" tanya Bob sambil sesekali meminum pepsinya.
"Bukan. Bukan gak suka.
Aku cuma, gimana ya. Agak rumit," jawab Clara lalu mengusap wajahnya.
"Rumit gimana?"
tanya Bob yang makin penasaran.
"Aku suka dia, cinta.
Aku kagum sama dia. Dia alasan aku mau berubah. Tapi cinta bukan hanya di mata,
cinta hadir di dalam jiwa. Aku cinta dia, mata dan jiwaku. Tapi kurasa dia
enggak," jelas Clara yang dengan susah payah menahan tangisnya.
"Hey ada apa? Kenapa?
Bukanya dia begitu kamu puja? Kenapa dia bisa campakan kamu?" tanya Bob
sambil menduga-duga.
"Kak Bara itu sempurna,
jelas banyak cewek yang mengelu-elukan dia. Aku cuma cewek kesekiannya. Mungkin
iya aku nikah sama dia. Tapi hatinya? Aku gak tau buat siapa," jawab Clara
lesu.
Bob cukup prihatin dengan
nasib Clara. Rasa untuk merebut Clara muncul lagi. Ingin rasanya Bob merebut
Clara yang sebentar lagi akan resmi jadi pendamping Bara baik secara hukum
maupun agama.
"Perlu dibuntuti?"
tanya Bob menawarkan bantuan.
Clara malah tertawa mendengar
tawaran Bob. Bagaimana bisa Bob membuntuti Bara, apalagi Bara hampir tak
tersentuh
"Gak usah. Lagian Kak Bara
sama aku lagi mulai membuka hati," ucap Clara lalu menggenggam tangan Bob
"Jangan khawatir," sambung Clara.
"Clara inget ya kamu
butuh apapun, kamu ada masalah bagaimanapun sama Baramu itu. Inget aku dan yang
lain selalu ada buat kamu," ucap Bob pada akhirnya sambil menghela napas.
"Iya gue tau,"
jawab Clara santai "Mau pesen makan gak? Ku traktir. Anggap aja pajak
jadian ku," tawar Clara.
"Mentahnya aja
gimana?" tanya Bob basabasi.
Clara hanya tertawa begitu
pula dengan Bob.
Kamu cantik. Selalu cantik.
Kamu dekat. Selalu dekat. Tapi aku gak bisa lebih jauh selain genggam tanganmu
dan peluk tubuhmu di saat kamu jatuh. Aku hanya petugas asuransimu. Tapi tidak
masalah. Selama itu untukmu. My little monster Clara. Batin Bob sambil menatap
wajah Clara yang begitu ceria.
"Boleh, mau
berapa?" tanya Clara saat sudah selesai tertawa.
"Enggak becanda,"
jawab Bob lalu bangun dari duduknya "Tadi aku mau COD sama. Lupakan. Aku
mau. Mulai hidup baru kayak kamu. Bisa bilang ayahmu? Aku mau direhabilitasi.
Biar bisa pulang. Aku kangen papaku,"sambung Bob.
"Serius?" tanya
Clara antusias.
"Iye," jawab Bob
lalu mengampit kepala Clara dan membawanya keluar mengabaikan tatapan para
pengunjung yang menatapnya ngeri dan menghindarinya untuk cari aman.
***
Bara terdiam penuh rasa
khawatir dan tegang saat menunggu Tina dioperasi bersama dengan Robi yang
menemaninya dengan wajah yang tak kalah pucatnya dengan Bara.
Tapi kekhawatirannya seolah
hilang begitu dapat foto saat Claranya bicara dengan pria penuh tato dengan
gaya rambutnya yang seolah melawan gravitasi. Tiap ekspresi Clara seolah
menunjukkan betapa senangnya ia bersama pria itu, wajah Clara terlihat sangat
ceria, bahkan Clara terlihat beberapa kali tertawa.
"Bajingan!" umpat
Bara sambil mengamati tiap foto.
Tak henti sampai di situ,
Bara makin terbakar saat melihat Clara dan pria itu saling genggam tangan dan
berjalan beriringan keluar.
"Bocah! Baru ditinggal
bentar dah bikin masalah!" umpat Bara lalu membanting ponselnya hingga
layarnya pecah.
Robi hanya memperhatikan
kelakuan bosnya dengan bingung. Bara terlihat masih kesal bahkan sama sekali
tak peduli dengan kondisi Tina lagi sejak melihat foto-foto Clara tadi.
"Ada apa pak?"
tanya Robi setelah Bara cukup tenang.
"Clara nakal!"
jawab Bara lalu pergi membawa ponselnya yang pecah itu pulang dengan emosinya
yang menggebu.
Sekarang aku harus gimana?
Dia pasti gak di rumahku, gak di apartemenku juga. Gimana cara hukum Clara?
Batin Bara kesal lalu masih mukul setir mobilnya beberapa kali dengan kesal.
"Siapa pria itu?"
gumam Bara penasaran.