Part 13
Bara menemani Clara selama
dokter Indarto memeriksanya. Bahkan Bara tak melepaskan genggaman tangannya
pada Clara sedikitpun.
"Jadi gimana?
Hamil?" tanya Bara saat dokter melepas stetoskopnya.
"Enggak, mungkin belum.
Tapi mbaknya ini asam lambungnya naik, magnya juga kambuh. Mungkin semalem
telat makan," jawab dokter Indarto "Nanti kubuatkan resepnya. Bisa
langsung tebus ke apotek aja mas," sambung si Dokter.
Bara dan Clara langsung
bernafas lega. Ternyata ketakutannya sama sekali tak terbukti.
"Yaudah dokter kasih ini
sama sekretarisku aja tadi," ucap Bara sambil membantu sang dokter berkeMasdan
cepat-cepat membawanya menjauh dari Clara.
"Eh dokter kalo cewek
habis gituan. Kan anunya sakit. Ada obat gak?" tanya Bara.
"Anu? Gitu? Apa to
mas?" tanya sang
Dokter heran.
Akhirnya Bara membisikkan apa
maksudnya dengan malu-malu. Dokter Indarto langsung tertawa terbahak-bahak lalu
mengeluarkan salep dari tas kerjanya.
"Ini Maslangsung oles
aja di anu," ucap dokter Indarto "Ini racikan sendiri, cewek-cewek di
rumah sama pasien pada cocok. Semoga mbaknya cocok juga ya mas," sambung
si dokter lalu pergi menemui Robi.
***
Clara langsung panik begitu
membuka pesan dari ayahnya. Wajahnya yang tadi ceria langsung murung dan
memucat.
"Siapa?" tanya Bara
yang tadinya ingin memberikan salep pada Clara.
"Ayah," jawab Clara
lalu memberikan ponselnya pada Bara.
Buset gue jawab apa ini?
Batin Bara panik.
Tak lama berselang ponsel
Bara berdering nyaring. Nama "Om Fajar" tertera di atasnya.
"Halo Om," sapa
Bara berusaha santai.
"Clara mana?" tanya
Fajar.
"M-Ma-Masih di kamarnya
Om," jawab Bara tergugup.
Gawat kudu ngomong apa lagi
gue? Ungkap Bara dengan panik sambil menatap Clara.
"Oh yaudah. Jangan
sampai telat makan. Gak ngerepotin kan si Clara?" tanya Fajar.
"Enggak kok Om, aman.
Cuma obrolan ringan. Biar makin kenal. Nanti mau ku ajak cari buku. Katanya mau
kuliah kan?" ucap Bara yang mulai bisa mengendalikan arah pembicaraan
setelah dapat bisikan dari Clara di sampingnya.
"Oh gitu dah mau kuliah.
Alhamdulillah. Kamu apain kok bisa mau?" tanya Fajar.
Mampus gue! Pekik Bara dalam
hati lalu menepuk keningnya.
"Ya gak kuapa-apain Om.
Cuma ku kasih pencerahan aja. Yaudah ya Om. Mau siap-siap," putus Bara
lalu menutup telfonnya lebih dulu.
Tak berselang lama ponsel
Clara mendapat pesan dari ayahnya lagi.
Bara langsung membuka chat
dari Fajar di ponsel Clara, lalu memberikannya pada Clara.
"Mandi?" tawar Bara
pada Clara setelah meletakkan ponselnya.
"Kamu dulu saja. Aku mau
pesan makanan," ucap Clara lalu meraih telfon di kamarnya untuk melakukan
pemesanan makanan.
Bara hanya mengangguk, lalu
pergi untuk mengisi bathtub dengan air sembari menunggu Clara selesai memesan.
"Clara, mandi bareng
yuk," ajak Bara yang sedikit memaksa.
Clara memutar matanya bosan
dengan sikap memaksa dan egois Bara.
Bara jelas tak suka
penolakan. Dan cara Clara yang tadi sudah cukup untuk menarik emosinya.
"Clara ayo mandi!"
tegas Bara.
Clara cukup tercekat dengan
ajakan Bara yang memaksanya.
"Kamu ambil yang gak
seharusnya kamu ambil sekarang! Terus sekarang mau maksa mandi! Aku gak mau!
Gak mau!" tolak Clara emosi.
Bara menghela nafasnya dengan
berat, lalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Clara sendirian di kamar.
Udah gitu aja? Batin Clara
yang heran karena Bara tidak memaksanya lagi.
Setelah dapat bentakan dari
Clara, Bara akhirnya masuk kamar mandi sendiri. Mengurungkan niatnya untuk
mengajak Clara mandi bersama.
Apa aku dah keterlaluan ya
sama Clara. Aku niat baik aja di tolaknya sampe kayak gitu. Batin Bara sambil
menyalakan lilin-lilin terapi.
"Clara," panggil
Bara sambil keluar kamar mandi.
"Apalagi?" bentak
Clara yang tercekat dengan panggilan Bara.
"Kamu aja yang mandi
dulu. Aku masih mau nunggu obatmu, sama ada urusan bentar," ucap Bara lalu
memakai celana boxer dan kimuno putihnya lalu keluar dengan membawa kartu untuk
kunci keamanannya meninggalkan Clara.
Clara mengernyitkan
keningnya. Heran dengan sikap Bara yang labil. Kadang tegas, brutal, suka
menghina dan bertengkar dengannya. Tapi terkadang Bara bersikap lembut, penuh
rasa khawatir, mengalah dan buas juga.
"Jangan mainan sirine
kebakaran lagi," pesan Clara sebelum Bara keluar.
"Iya, bawel banget
ih," jawab Bara yang berusaha menggoda Clara dengan candaannya.
"Elu tuh yang
bawel!" balas Clara.
Masih normal. Masih bisa
berantem. Batin Bara dengan tawanya lalu keluar kamar.
***
Bara langsung pergi ke
kantornya di atas dengan Robi yang mendampinginya.
"Gimana si Via bulan
madu di mana?" tanya Bara.
"Di hotel ini juga Pak,
kan pesen sepaket dia," jawab Robi.
"Haish nyebelin!"
geram Bara kesal sambil menggebrak meja.
"Oh iya pak, ini obatnya
buat mbak, yang digondol di kamarmu," ucap Robi sambil menyerahkan plastik
yang berisi obat.
"Em iya," jawab
Bara "Heh dia itu calon istriku ya. Bukan hasil gondolan kayak
biasanya," ucap Bara cepat.
"Wow," gumam Robi
pelan.
"Wow?" ulang Bara
bingung.
"Eng itu maksudku. Kamu
Bara kan gak pernah niat serius sama cewek. Kok bisa. Istri. Calon. Ini cepat
sekali," jawab Robi dengan canggung.
"Dijodohin Ayah aku sih
mau-mau aja," jelas Bara.
"Terus dia jadi target
juga buat diambil matanya?" tanya Robi.
"Gak lah, dia pakek
kokain, minum alkohol, merokok. Aku gak minat. Meskipun iya bisa aku tetap gak
mau. Princess harus cantik matanya," jawab Bara sambil menatap foto Lisa
yang dipajangnya.
"Terus ada kandidat
lain?" tanya Robi.
"Via buat gantiin Tina.
Tapi aku kehilangan posisinya. Padahal aku dah siap-siap bikin surat pernyataan
buat Via, tinggal ditanda tangani dah bisa eksekusi," ucap Bara sambil
mengambil baju untuknya dan memilih kaosnya untuk Clara "Ini bagus gak
buat Clara?" tanya Bara sambil menunjukkan kaosnya pada Robi.
"Buat daster?"
tanya Robi yang langsung diangguki Bara "Gapapa bagus pak," jawab
Robi.
Hening, Bara sibuk mencari
ini itu sebelum kembali ke kamarnya.
"Em, terus kenapa nolak
matanya Tina? Kan matanya gak bermasalah," tanya Robi.
Soalnya itu Tina. Tinaku yang
cantik. Aku mau dia cantik dalam keadaan apapun. Jawab Bara dalam hati.
"Kanker, aku gak mau ada
kanker masuk tubuh adikku," jawab Bara berdusta lalu melihat pesan masuk
di ponselnya.
"Bagaimana kalau ambil
aja yang dah siap?" tanya Robi.
"Aku gak tau siapa yang
punya. Aku gak mau. Udahlah, dipikir sambil jalan aja nanti. Ntar juga ada
cewek nempel lagi, " ucap Bara santai.
"Terus Clara?"
tanya Robi penasaran.
"Bisa dibuang, bisa
disimpan. Anggap aja dia baju. Aku ke acara formal pakek jas, main futsal ya
pakek kaos. Anggap aja gitu," ucap Bara lalu keluar ruangannya dengan
pakaian dan obat untuk Clara diikuti Robi.
Robi terus mengikuti Bara
sampai ke depan kamarnya, lalu Bara kembali mengusir Robi yang sudah akan
mengikutinya masuk kamar.
Ngintil mulu tu bocah. Batin
Bara setelah sampai dalam kamarnya.
"Clara," panggil
Bara ketika masuk ke dalam kamar.
Ting tong
Suara bel kamar berbunyi.
Bara yang baru sampai dan meletakkan barang-barang kembali membukakan pintu dan
menerima pesanan makanan Clara.
Clara memesan bubur ayam dan
roti bakar dengan isian coklat dan kacang. Ada juga segelas jus jeruk dan teh
manis hangat.
"Clara pesenanmu dah
jadi nih," panggil Bara setelah meletakkan makanan Clara di meja depan
sofa.
"Clara!" teriak
Bara memanggil Clara karena tak kunjung dapat jawaban.
Mau sampai kapan sih mandinya
tu bocah. Batin Bara lalu ke kamar mandi untuk memanggil Clara langsung.