Part 17
"Kak Bara," panggil
Clara begitu melihat Bara datang dengan emosinya yang meluap dan tentunya
kemarahan Bara membuat Clara merinding ketakutan.
"Ngapain kabur? Ngapain
pergi sendiri! Aku kan gak ngeizinin," bentak Bara yang membuat Clara
tersentak begitu pula dengan Nita.
"Kak maaf kan kamu gak
mau makan, makannya kutinggal. Tadi kukira kamu juga lagi ngegebet SPG
kopi," jawab Clara sambil menundukkan pandangan.
"Berani jawab! Tau kan
kalo kamu salah!" bentak Bara lagi.
Clara hanya diam tidak
melanjutkan makannya. Clara malu bukan main dimarahi Bara di depan umum, di
depan Nita temannya pula.
Apa aku sefatal itu sampai Kak
Bara benci banget sama aku. Aku salah apalagi. Toh gak kutinggal jauh-jauh.
Batin Clara dengan wajahnya yang tertunduk dan air matanya yang mulai mengalir
karena sedih dan malu.
"Lu bencong ya?"
tanya Nita yang kesal melihat Bara yang memarahi Clara.
"Nona kenapa kamu ikut
campur?" tanya Bara dengan tatapan tajamnya pada Nita.
"Gue temennya Clara. Lu
kalo emang gak suka Clara gak usah bikin Clara malu gitu kenapa? Dah enak ya
tadi jauh-jauh dari lo, eh dateng lagi," ucap Nita sinis pada Bara lalu
memeluk Clara.
Bara terdiam, giginya
bergemeletuk menahan amarahnya, napasnya menderu jelas bila menahan marah.
"Baru kali ini ada cowok
yang berani marahin Clara, bentak-bentak Clara kayak gini! Heran deh ada cowok
banci gini dijodohin sama Clara," sambung Nita penuh emosi.
"Nita udah ya. Jangan
marah-marah. Kak Bara emang gitu. Dah kasihan baby kamu. Aku gapapa," ucap
Clara lalu mengelus punggung Nita agar tenang.
"Apanya yang gapapa?
Kamu loh dimarahmarahin gini!" ucap Nita tak terima "Mending juga
kamu balikan sama Aji daripada sama dia!" sambung Nita sambil melirik
tajam pada Bara.
Bajingan! Tadi Min Ho
sekarang Aji! Berapa banyak lagi stoknya Clara ini? Batin Bara kesal.
"Dah ayo pergi
sekarang!" putus Bara lalu menarik tangan Clara.
Dengan sigap Nita memukul
tangan Bara lalu menggenggam tangan Clara.
"Cowok banci! Kasar
pula!" maki Nita.
Bara yang sudah tak memiliki
rasa sabar lagi sudah siap melayangkan tamparan atau pukulannya pada Nita yang
dari tadi menyulut emosinya.
"Kak Bara! Stop! Jangan
main tangan sama temenku!" ucap Clara yang langsung berdiri menantang Bara
dengan air matanya yang berlinang.
Deg…deg…deg…
Please jangan air mata itu
lagi. Aku gak suka. Batin Bara yang akhirnya sadar betapa keterlaluannya ia.
"Oke Clara gak. Aku gak
marah," ucap Bara yang bingung harus bagaimana.
Hening, Clara tak bicara
lagi. Hanya menunduk dengan air matanya yang masih mengalir.
"Em Nita makasih makan
siangnya. Aku pulang dulu ya. Nanti ku chat," ucap Clara pada Nita lalu
mengambil ponselnya dan pergi sambil menggandeng Bara dengan air matanya yang
masih berlinang.
Deg…deg…deg…
Tanganku digandeng Clara. Aku
dah biasa gandengan. Kenapa aku berdebar gini? Apa garagara habis marah? Batin
Bara yang mengikuti Clara sampai keluar mall.
"Mobil!" teriak
Bara minta diambilkan mobilnya.
Para valley langsung
berlarian dengan sigap mengambilkan mobil sport milik bara.
Clara langsung masuk ke dalam
mobil dan duduk dalam diam begitu pula dengan Bara yang sudah masuk dan mulai
menjalankan mobilnya. Clara masih menangis dalam diam, tak berusaha bicara
dengan Bara sama sekali.
"Clara," panggil
Bara dengan lembut pada akhirnya sambil menepikan mobilnya.
Clara hanya menoleh sambil
menyeka air matanya yang masih berkaca-kaca.
Deg…deg…deg…
Haduh deg-degan sialan dateng
lagi! Batin Bara saat menatap Clara.
"Ehm anu itu eng.
I-Itu," ucap Bara gugup dan jadi salah tingkah sendiri.
"Gapapa Kak lupakan
saja," ucap Clara seolah tau bila Bara akan meminta maaf padanya.
"Aku, aku. Em aku,"
ucap Bara yang masih tergugup.
"Jangan diulangi lagi
ya," potong Clara lalu kembali memalingkan wajahnya.
Bara hanya mengangguk pelan
dan kembali menyetir membawanya mengantarkan Clara pulang.
Deg…deg…deg…
Aku harusnya gak segugup ini
sama Clara. Apa cuma karena malu aja ya buat minta maaf. Dah lah ini positif
karena aku malu minta maaf. Batin Bara yang dari tadi bingung dengan debaran
hebat di jantungnya.
Kak Bara ini aneh. Kayak gini
kenapa dijadikan calon suami buat aku? Kenapa gak sama Ahmad apa Rino aja? Dah
kasar, playboy, cabul, pemarah. Kayak gini kok bisa-bisanya dipilih
ayah. Batin Clara heran.
***
Tak butuh waktu lama, Bara
sudah sampai di rumah Clara. Clara langsung turun dan masuk ke dalam rumahnya
lalu melesat masuk ke kamarnya.
"Eh dah pulang,"
ucap Caca.
"Iya tante, maaf ngaret.
Kemarin mau nganter dah terlalu ngantuk. Mana ada rencana beli buku juga
besoknya. Jadi sekalian semalam nginep dulu," jelas Bara pada Caca yang
menyambutnya.
"Iya gapapa tante ngerti
kok," jawab Caca lalu mempersilakan Bara masuk ke rumahnya.
Dengan senang hati Bara
mengikuti Caca ke dalam.
"Dah makan belum? Tadi
tante beli dendeng balado loh. Kesukaannya Clara," ucap Caca menawari
Bara.
"Enggak tante makasih.
Oh iya tante aku mau minta maaf. Soalnya kemarin waktu aku nginep sama
Cla,"
"Stop!" pekik Clara
memotong ucapan Bara yang belum selesai.
Caca dan Bara langsung kompak
menatap Clara yang tiba-tiba memotong pembicaraan.
"Ada apa?" tanya
Caca yang jadi penasaran dan khawatir.
"Gak ada apa-apa. I-Iya
kan Kak," jawab Clara cepat dan sedikit terbata.
"Bara ada apa?
Lanjutkan!" perintah Caca.
Mampus gue! Batin Clara
dengan kakinya yang mulai gemetar dan dingin menjalari tubuhnya.
"Jadi gini tante, Clara
kemarin kan ku ajak ke salon. Belum makan. Terus jajan kripik pedes. Abis itu
dia jatuh juga waktu pakek sepatu heels. Waktu sampai hotelku dia jajan ice,
mau makan tanggung. Eh ada konslet, makan di kondangan jadi ngaret. Clara nya
jadi sakit. Kambuh semua. Lecet juga. Tapi tante jangan bilang Om ya. Nanti aku
gak boleh nikahin Clara gimana kalo Om tau? Tante janji rahasia ya?" ucap
Bara menceritakan kejadian demi kejadian selama bersama Clara.
Clara langsung meluruh ke
lantai begitu tau apa yang akan disampaikan Bara pada Bundanya ternyata aman.
"Oh gitu! Pantes si
Clara wajahnya jadi kusut gini. Iya gapapa. Clara emang kadang suka males makan
juga anaknya," jawab Caca yang senang bagaimana bertanggung jawabnya Bara
pada Clara sambil membuka-buka plastik obat yang dibawa Bara.
Aduh! Goblok salep! Batin
Clara yang kalang kabut lagi.
"Ini?" tanya Caca
sambil menunjukkan salep racikan yang ada dari dalam plastik.
"Itu buat lukanya,"
jawab Bara.
Luka di dalam maksudku. Batin
Bara melanjutkan ucapannya.
Bara langsung bangun dan
membawa buku- buku yang dibelinya tadi juga obat-obatan tadi ke kamar Clara.
"Kak," panggil
Clara pada Bara sambil menutup pintu kamarnya.
"Aku gak bakal bikin
kamu dalam masalah Clara. Tenang jangan khawatir," ucap Bara lembut dan
pelan lalu memeluk Clara sambil mengecup keningnya.
"Terima kasih,"
ucap Clara tulus setelah pelukan Bara lepas.
"Buat?" tanya Bara
bingung.
"Buat semuanya,"
jawab Clara lalu duduk di tempat tidurnya.
Deg…deg…deg…
Terima kasih buat semuanya.
Itu kata yang paling indah hari ini. Batin Bara girang.
"Cincinnya jangan ilang
ya. Kamarnya dirapiin. Belajar," pesan Bara sebelum keluar kamar Clara
karena sudah tak sabar ingin berteriak girang.
Clara hanya mengangguk patuh
lalu tersenyum simpul.
Deg…deg…deg…
Duh pakek senyum segala lagi!
Bikin jantungku mau pecah aja ni anak! Batin Bara saat melihat senyum Clara
yang begitu manis walau hanya sedikit tersungging di bibirnya.
Bara langsung keluar rumah
setelah pamit pada Caca dan melesat pulang ke rumah orang tuanya.
Terima kasih buat semuanya.
Aku gak berhak dapat ucapan itu dari Clara. Aku payah. Gak tau diri. Tapi
kenapa aku senang? Senyumnya juga! Duh Clara! Anak nakal! Batin Bara heran,
bingung dan kesal pada dirinya sendiri sambil memukul setir mobilnya.