BLANTERORBITv102

Bab 02 - Pesta

Rabu, 12 Juli 2023

 


Witri hanya bisa menangis sepanjang jalan untuk datang ke tempat pernikahan putrinya di antar pak RT. Tapi sayangnya ketika sampai bertepatan dengan acara yang sudah selesai. Dekorasi dan para tamu masih ada, tapi Naila dan Robi sudah tidak ada di tempat. Witri tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Apa lagi ia juga melihat dengan jelas suaminya malah menggandeng istri barunya dan memamerkan serta mengenalkannya pada para tamu dengan bangga.

“Mohon maaf Ibu, bila bukan tamu undangan tidak boleh masuk,” ucap seorang petugas yang menghampiri Witri.

Witri tampak sedih dan linglung. Ia tak punya undangan tapi apakah ia masih perlu undangan saat putrinya sendiri ya ng menikah?

“Ibu Witri! Ibu dari mana saja...” sapa Reyhan yang datang terlambat bersama keluarganya.

Petugas yang hendak mengusir Witri mengurungkan niatnya dan mempersilahkan Witri masuk. Reyhan tersenyum senang bisa membantu Witri yang kebingungan.

“Ibu Witri tau mau kemana kan? Aku mau ikut ayah dulu,” ucap Reyhan setelah membawa Witri masuk sebelum berpisah dengannya.

Witri hanya mengangguk dengan senyum yang begitu kikuk. Witri menanyakan soal Naila pada semua petugas yang ada berharap bisa bertemu Naila di hari istimewanya. Meskipun jelas hasilnya nihil.

“Permisi Ibu,” sapa Ester dengan ramah pada Witri. “Tuan Muda dan Nona Naila baru saja pergi. Tapi Tuan Muda meminta saya untuk menemani Ibu dan mengantar Ibu pulang setelah menikmati acara,” ucap Ester sambil tersenyum lembut.

Witri terhuyung lalu duduk meluruh di lantai. Ia begitu lemas, di hari yang begitu istimewa ini ia tak bisa bertemu dengan putrinya sama sekali. Witri hanya ingin memastikan putrinya yang ia besarkan tampak cantik di hari pernikahannya, Witri juga hanya ingin bicara langsung dengan pria yang mempersunting putrinya untuk menjaga Naila dengan baik. Tapi hal sesederhana itupun ia tak bisa.

Ester benar-benar terus bersama Witri dan menjaganya sesuai perintah. Ia merasa Witri dan Naila ada dalam barisan yang sama dengannya. Hanya saja dalam porsi yang berbeda. Melihat Naila yang sedih dan Witri juga dalam kondisi tidak jauh berbeda membuat Ester yakin bila Naila tak seburuk gosip yang beredar tentangnya di antara para pelayan.

“Dek, bisa antar saya pulang?” tanya Witri pada Ester yang menemaninya sambil menggenggam tangannya.

●●●

"Kamu mau sampe kapan nangisnya?" tanya Robi sambil mengambil ponselnya lagi.

"Aku sedih ibuku ga di sini, ayah ternyata nikah lagi. Aku pengen ketemu ibuku," jawab Naila sambil menyeka air matanya.

Robi menghela nafas lalu memandangi wajah bocah yang baru saja jadi istrinya itu. Make upnya sudah tak karu-karuan. Belum lagi Naila yang masih belum bisa menghentikan air matanya yang mengalir.

"Pak... Kenapa bapak mau menikahi aku? " tanya Naila sambil menatap Robi.

"Dari semua panggilan jangan panggil aku "Pak", aku cuma beda 10 taun dari kamu. Selain itu aku ga mau hubungan kita jadi canggung. Aku bukan bosmu, aku suamimu."

"Terus panggil apa?"

"Mas, sayang, apa lah jangan Pak."

Naila mengangguk pelan dan kembali menatap Robi menunggu jawaban alasan menikahinya.

"Aku butuh istri, aku butuh segera punya anak. Bapakmu, dia dateng butuh duit, terus jual kamu. Yaudah bungkus. Simpel. Selain itu kamu masih perawan."

"Itu saja?" tanya Naila tak puas.

"Ya, kamu berharap apa?" Robi menaikkan sebelah alisnya.

Naila menggeleng lalu tertawa kecil menertawakan khayalannya sendiri. Naila sudah jauh mengira bila Robi jatuh cinta karena kecantikannya atau kelembutannya atau apapun itu hingga ia berdandan ala princess seperti sekarang. Tapi Naila juga tersadar seorang anak dari keluarga yang bangkrut dan sekarang berantakan sepertinya tak mungkin punya kisah cinta seperti seorang Cinderella.

"Kenapa ketawa?" tanya Robi sedikit tersinggung tapi juga senang paling tidak Naila tidak menangis lagi.

"Lalu apa yang harus ku lakukan setelah jadi istrimu?" tanya Naila.

Baru Robi akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Naila, seorang pelayan dan petugas kesehatan datang untuk memeriksa Naila. Robi mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan Naila dan memilih untuk keluar agar Naila di urus yang lain dulu. Masih banyak rangkaian acara yang harus di jalani dan ada kekacauan lain yang harus Robi tenangkan.

Banyak pertanyaan yang belum di jawab Robi dan bertambah banyak seiring berjalannya rangkaian acara. Meskipun Robi sesekali mendatangi Naila yang di dandani dengan pasrah, Robi juga tak ada waktu untuk menjawab apapun. Tiap acara Naila lalui dengan berusaha sebisa mungkin tidak melirik sedikitpun ke arah Edo dan istri barunya.

"Mas... " panggil Naila yang merasa sudah dapat panggilan yang tepat pada Robi.

Robi menoleh ke arah Naila yang belum ganti baju menghampirinya. "Besok masih pesta sekali lagi, habis itu udah. Kamu istirahat aja, mandi, ganti baju."

Naila berkacak pinggang sambil mengerutkan keningnya kesal dengan cara Robi menanggapinya yang lebih mirip mengingatkan anak kecil yang susah tidur.

"Oke, ada apa?" tanya Robi sambil menggiring Naila ke kamar bersamanya.

"Mas mau aku gimana abis semua acara ini selesai?!" bentak Naila berusaha menolak di ajak masuk ke kamar oleh Robi. "Kita mau ngapain?! " bentak Naila makin keras.

Semua anggota keluarga Robi dan pegawai yang mendengar ucapan Naila seketika diam, kaget dengan ucapannya.

"Bulan madu, kawin, bikin anak. Ngapain lagi?" jawan Robi santai sambil melirik sekeliling yang sekarang menatap ke arahnya.

Naila ikut menatap ke arah mata Robi menatap. Ia baru sadar tak tinggal sendirian di rumah mewah itu. Wajah Naila langsung bersemu merah menahan malu dan hanya bisa masuk ke kamar yang sudah di sediakan Robi untuknya.

"Kita tidak melakukan negosiasi untuk saat ini. Jadilah anak baik, menurut, ikuti saja acaranya. Berpura-puralah jadi istri yang baik setidaknya di depan orang lain..." geram Robi sambil mencengkram pipi Naila hingga Naila kaget dengan perubahan sikap Robi yang begitu mendadak. "Ingatlah, kamu tidak lebih dari budak bagiku. Jadi jangan terlalu banyak bertingkah seperti tadi," sambung Robi lalu menghempaskan tubuh Naila ke tempat tidur.

Naila langsung berkaca-kaca mendengar ucapan Robi, ia masih tak berani menatap Robi setelah tubuhnya di hempaskan seperti tadi. Naila tak paham apa yang di inginkan Robi dan kesepakatan apa yang sudah di lakukan ayahnya, serta apa yang harus ia tanggung kedepannya. Naila tak dapat penjelasan dari manapun juga dari orang yang sudah membelinya ini.

"Jalani saja apa yang ku minta dengan baik, kamu juga boleh menikmati fasilitas mewah dariku. Tidak usah banyak tanya, tidak usah mencoba membangkang... " ucap Robo sambil menepuk-nepuk pipi Naila.

Naila mulai menangis. "Aku mau pulang!!! " tangis Naila tanpa berani menatap Robi.

Robi menggeram pelan. Ia paling lemah mendengar permintaan wanita yang menangis. Tapi ada keperluannya yang lebih penting dari pada menuruti Naila. Ia sudah di kejar waktu, ia sudah berbuat sejauh ini. Tak mungkin mundur atau melepaskan Naila.

Apa sekarang saja? Batin Robi sambil menatap Naila dan memaksanya untuk menatap mata Robi.

"Ibu!!! Aku mau pulang!!! Aku mau sama ibu!!! " tangis Naila yang makin keras terdengar sambil terus terisak-isak.

"Kamu yang memaksa ini di percepat, bukan aku... " lirih Robi lalu mengunci pintu kamarnya. [Next]



Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.