Naila dan Witri
yang mengira bila pagi nanti akan terpisah lagi merasa sedikit lega karena tak
ada tanda-tanda kegiatan yang mengharuskan pergi di rumah. Naila dan Witri
berkeliling rumah dengan ceria, sarapan bersama lalu mencoba berenang di kolam
renang milik Robi. Lanjut lagi mencoba perawatan dengan pijat dan facial yang
belum pernah di coba sebelumnya.
Witri dan Naila
juga di izinkan untuk memetik buah-buahan yang ada di kebun. Tanpa ada
kehadiaran Robi atau keluarganya yang lain. Entah kemana perginya semua orang,
yang jelas Naila senang ia bisa bersama dengan ibunya lagi. Terlebih Robi
memberinya waktu lebih lama dari yang ia kira juga dengan bermurah hati
mengijinkannya menikmati segala hal yamg ada di rumahnya, meskipun para pelayan
tampak bermuka dua dan hanya semangat saat ada Robi, bahkan ada yang ikut
memandang rendah Naila. Ia tetap berusaha mencari hal positif yang ada di sana
sebelum kondisinya jadi lebih buruk.
"Suamimu
itu sebenarnya baik. Buktinya Ibu boleh kesini. Di jemput jauh-jauh dari rumah,
boleh nginep, boleh main-main di sini. Kemarin Ibu nyusul ke acaramu tapi sudah
selesai, suamimu suruh pegawainya buat temenin Ibu," ucap Witri berusaha
membuat Naila betah dan mau bertahan di sini.
"Aku ga
bilang mas Robi jahat Bu... " ucap Naila sambil menghela nafas dan
mengalihkan pandangannya.
"Tapi wajah
kamu itu bilang kalo ga betah di sini."
"Ibu kok
tau?"
"Iya lah,
ibu kan sakti mandra guna!" Witri menyombongkan diri lalu tersenyum
hangat. "Kamu anak ibu, masak ibu ga tau... " aku Witri lalu memeluk
Naila.
Naila membalas
pelukan Witri lalu kembali menangis. "Aku ga suka di sini. Aku ga nyaman.
Aku kangen ibu terus," adu Naila.
Witri mengangguk
lalu mendekap Naila yang baru pertama kalinya berpisah darinya ini. "Naila
kan sekarang dah nikah, Naila mau gak mau harus berbakti kesuami, ke mas
Robi..." ucap Witri lembut menasehati Naila.
"Naila...
" suara berat Robi terdengar menggema dari lantai satu yang baru datang.
Witri menyeka
air mata Naila lalu mengecup keningnya. "Udah gapapa... Cup jangan
sedih... " ucap Witri menguatkan Naila dan dirinya sendiri.
Naila mengangguk
lalu melepaskan pelukannya dari Witri. Robi yang sudah mempertemukan Witri dan
Naila di kamar hanya diam lalu tersenyum simpul ke arah Witri.
"Sudah
bersenang-senang?" tanya Robi sambil berjalan mendekat ke arah Naila dan
Witri.
Witri mengangguk
senang. Ia bahagia sudah bisa bertemu Naila lagi. Naila juga begitu.
"Sudah
memaafkanku?" tanya Robi sambil mengalihkan pandangannya pada Naila.
Naila
menundukkan kepalanya lalu mengangguk pelan. Ia tak bisa menyembunyikan rasa
bahagianya. Robi ikut tersenyum.
"Ayo pergi,
kita punya acara pribadi."
"Terus
ibuku gimana? " Naila belum ingin berpisah dari Witri.
"Eh ibu ya
kerja! Kamu ini gimana, kamu bulan madu aja, liburan... Healing. Nanti kalo ibu libur ada waktu luang kita ketemu lagi...
" ucap Witri cepat menjawab pertanyaan Naila yang tak mau berpisah
darinya.
"Sudah
dengarkan?" Robi menguatkan ucapan Witri agar Naila yakin.
Naila mengangguk
pelan lalu memeluk ibunya lagi sebelum pergi.
"Jangan
lupa makan, jangan kecapekan ya... " ucap Witri sambil mengelus rambut
Naila.
Naila
mengangguk. "Ibu juga, aku sayang ibu..." jawab Naila lalu mengambil
ponselnya dan pergi sambil mengikuti langkah Robi yang menggandengnya keluar.
“Mas Robi...”
panggil Witri yang sukses menghentikan langkah Robi dan Naila. “Ibu titip Naila
ya. Tolong di jaga dengan baik, Ibu percaya sama Mas Robi,” ucap Witri sambil
menjabat tangan Robi dengan kedua tangannya.
Robi hanya diam
sambil melihat tangannya yang di genggam wanita paruh baya di depannya itu
dengan begitu hangat. Sudah lama tak ada orang yang memperlakukannya seperti
ini. Sedetik, Robi teringat pada mendiang mamanya tapi ia langsung kembali
sadar dan kembali kedunianya yang keras.
●●●
Naila tak
membawa apapun, lagi-lagi Robi yang sudah menyiapkan semuanya. Ia benar-benar
hanya pasrah mengikutinya kemanapun Robi mau. Sepanjang jalan menuju bandara
Robi hanya diam. Sesekali menatap Naila, tapi lebih sering sibuk dengan ponsel
atau tabletnya.
"Makasih ya
Mas," ucap Naila memecah keheningan.
"Hmm...
" saut Robi.
"Aku takut
ga bisa ketemu Ibu lagi. Aku masih marah sama ayah."
"Karena
kita nikah?" tebak Robi.
Naila menggeleng
pelan lalu mengangguk dengan ragu. "Kalo itu 50:50. Aku seneng setidaknya
aku sekarang dah jelas, tapi aku sebel kamu ga terus terang ke aku."
Robi tertawa
kecil lalu mengangguk paham kemana pembicaraan Naila akan bermuara.
"Aku sebel
ternyata aku di jual, uangnya malah di pakek buat nikah lagi. Kasian ibuku.
Cuma di ajak susah sama di peras keringatnya," ucap Naila sambil menghela
nafas.
"Ibumu
cerita sesuatu?" tanya Robi.
Naila
menggeleng. "Kita cuma main sambil ibu bilang harus ngapain aja jadi
istri..." jawab Naila malu-malu lalu memalingkan wajahnya.
Robi mangangguk
lalu keduanya kembali diam dengan pikiran masing-masing. Sampai di bandara Robi
kembali menggandeng Naila berjalan ke pesawatnya. Awalnya Naila bisa mengikuti
langkah Robi yang panjang dan cepat itu tapi lama-lama ia jadi ngos-ngosan
sendiri. Bagaimana tidak, Robi berjalan cepat dengan santai, sementara Naila
berlari mengikutinya dengan kondisinya yang belum pulih dan masih nyeri.
"Lama kamu
ini, dasar pendek!" omel Robi lalu menggendong Naila ala bridal style secara mendadak karena
Naila berada beberapa langkah di belakangnya.
"Mas! Aku
bisa jalan sendiri! " pekik Naila yang kaget dan malu karena jadi tontonan
orang-orang di bandara.
"Kalo kamu
berisik makin banyak yang liat kita," ucap Robi yang sukses membuat Naila
diam, berhenti meronta, dan akhirnya pasrah dalam gendongan Robi.
Jantung Naila
berdebar-debar karena Robi yang Naila rasa jadi lebih baik padanya sekarang.
Belum lagi ucapan ibunya yang menasehatinya soal pernikahan dan keintiman
bersama pasangan benar-benar membuat Naila berdebar-debar. Wajah tampan dan
tubuh atletis Robi, sikapnya yang perlahan melunak, semuanya menyirhir Naila.
"Kita cuma
ke Bali," ucap Robi begitu masuk ke pesawat pribadinya dan menurunkan
Naila dengan hati-hati di sana.
Naila
mengangguk. "Tapi kalo Mas masih belum mau jelasin apa-apa aku ga mau
berhubungan sama Mas... " ucap Naila.
Robi menghela
nafasnya lalu tersenyum sinis. "Kamu ini siapa kok ngancam aku?" Robi
menempeleng kepala Naila pelan. "Aku yang menentukan, bukan kamu."
"Terus aku
ga berhak tau? Kalo gitu aku ga ikhlas kalo hamil anakmu nanti. Aku bakal...
"
"Oke! Stop!
Aku jelasin! " bentak Robi memotong ucapan Naila.
Naila tersenyum penuh kepusan, sekarang ia tau dimana letak kelemahan Robi. Meskipun ia sempat kesal kembali dengan sikap Robi yang angkuh tapi tetap sekarang Naila tau kelemahan Robi. Itu sudah lebih dari cukup untuknya. [Next]
0 comments