BLANTERORBITv102

Bab 04 – OTW Bulan Madu

Kamis, 25 Juli 2024

Naila dan Witri yang mengira bila pagi nanti akan terpisah lagi merasa sedikit lega karena tak ada tanda-tanda kegiatan yang mengharuskan pergi di rumah. Naila dan Witri berkeliling rumah dengan ceria, sarapan bersama lalu mencoba berenang di kolam renang milik Robi. Lanjut lagi mencoba perawatan dengan pijat dan facial yang belum pernah di coba sebelumnya.

Witri dan Naila juga di izinkan untuk memetik buah-buahan yang ada di kebun. Tanpa ada kehadiaran Robi atau keluarganya yang lain. Entah kemana perginya semua orang, yang jelas Naila senang ia bisa bersama dengan ibunya lagi. Terlebih Robi memberinya waktu lebih lama dari yang ia kira juga dengan bermurah hati mengijinkannya menikmati segala hal yamg ada di rumahnya, meskipun para pelayan tampak bermuka dua dan hanya semangat saat ada Robi, bahkan ada yang ikut memandang rendah Naila. Ia tetap berusaha mencari hal positif yang ada di sana sebelum kondisinya jadi lebih buruk.

"Suamimu itu sebenarnya baik. Buktinya Ibu boleh kesini. Di jemput jauh-jauh dari rumah, boleh nginep, boleh main-main di sini. Kemarin Ibu nyusul ke acaramu tapi sudah selesai, suamimu suruh pegawainya buat temenin Ibu," ucap Witri berusaha membuat Naila betah dan mau bertahan di sini.

"Aku ga bilang mas Robi jahat Bu... " ucap Naila sambil menghela nafas dan mengalihkan pandangannya.

"Tapi wajah kamu itu bilang kalo ga betah di sini."

"Ibu kok tau?"

"Iya lah, ibu kan sakti mandra guna!" Witri menyombongkan diri lalu tersenyum hangat. "Kamu anak ibu, masak ibu ga tau... " aku Witri lalu memeluk Naila.

Naila membalas pelukan Witri lalu kembali menangis. "Aku ga suka di sini. Aku ga nyaman. Aku kangen ibu terus," adu Naila.

Witri mengangguk lalu mendekap Naila yang baru pertama kalinya berpisah darinya ini. "Naila kan sekarang dah nikah, Naila mau gak mau harus berbakti kesuami, ke mas Robi..." ucap Witri lembut menasehati Naila.

"Naila... " suara berat Robi terdengar menggema dari lantai satu yang baru datang.

Witri menyeka air mata Naila lalu mengecup keningnya. "Udah gapapa... Cup jangan sedih... " ucap Witri menguatkan Naila dan dirinya sendiri.

Naila mengangguk lalu melepaskan pelukannya dari Witri. Robi yang sudah mempertemukan Witri dan Naila di kamar hanya diam lalu tersenyum simpul ke arah Witri.

"Sudah bersenang-senang?" tanya Robi sambil berjalan mendekat ke arah Naila dan Witri.

Witri mengangguk senang. Ia bahagia sudah bisa bertemu Naila lagi. Naila juga begitu.

"Sudah memaafkanku?" tanya Robi sambil mengalihkan pandangannya pada Naila.

Naila menundukkan kepalanya lalu mengangguk pelan. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Robi ikut tersenyum.

"Ayo pergi, kita punya acara pribadi."

"Terus ibuku gimana? " Naila belum ingin berpisah dari Witri.

"Eh ibu ya kerja! Kamu ini gimana, kamu bulan madu aja, liburan... Healing. Nanti kalo ibu libur ada waktu luang kita ketemu lagi... " ucap Witri cepat menjawab pertanyaan Naila yang tak mau berpisah darinya.

"Sudah dengarkan?" Robi menguatkan ucapan Witri agar Naila yakin.

Naila mengangguk pelan lalu memeluk ibunya lagi sebelum pergi.

"Jangan lupa makan, jangan kecapekan ya... " ucap Witri sambil mengelus rambut Naila.

Naila mengangguk. "Ibu juga, aku sayang ibu..." jawab Naila lalu mengambil ponselnya dan pergi sambil mengikuti langkah Robi yang menggandengnya keluar.

“Mas Robi...” panggil Witri yang sukses menghentikan langkah Robi dan Naila. “Ibu titip Naila ya. Tolong di jaga dengan baik, Ibu percaya sama Mas Robi,” ucap Witri sambil menjabat tangan Robi dengan kedua tangannya.

Robi hanya diam sambil melihat tangannya yang di genggam wanita paruh baya di depannya itu dengan begitu hangat. Sudah lama tak ada orang yang memperlakukannya seperti ini. Sedetik, Robi teringat pada mendiang mamanya tapi ia langsung kembali sadar dan kembali kedunianya yang keras.

●●●

Naila tak membawa apapun, lagi-lagi Robi yang sudah menyiapkan semuanya. Ia benar-benar hanya pasrah mengikutinya kemanapun Robi mau. Sepanjang jalan menuju bandara Robi hanya diam. Sesekali menatap Naila, tapi lebih sering sibuk dengan ponsel atau tabletnya.

"Makasih ya Mas," ucap Naila memecah keheningan.

"Hmm... " saut Robi.

"Aku takut ga bisa ketemu Ibu lagi. Aku masih marah sama ayah."

"Karena kita nikah?" tebak Robi.

Naila menggeleng pelan lalu mengangguk dengan ragu. "Kalo itu 50:50. Aku seneng setidaknya aku sekarang dah jelas, tapi aku sebel kamu ga terus terang ke aku."

Robi tertawa kecil lalu mengangguk paham kemana pembicaraan Naila akan bermuara.

"Aku sebel ternyata aku di jual, uangnya malah di pakek buat nikah lagi. Kasian ibuku. Cuma di ajak susah sama di peras keringatnya," ucap Naila sambil menghela nafas.

"Ibumu cerita sesuatu?" tanya Robi.

Naila menggeleng. "Kita cuma main sambil ibu bilang harus ngapain aja jadi istri..." jawab Naila malu-malu lalu memalingkan wajahnya.

Robi mangangguk lalu keduanya kembali diam dengan pikiran masing-masing. Sampai di bandara Robi kembali menggandeng Naila berjalan ke pesawatnya. Awalnya Naila bisa mengikuti langkah Robi yang panjang dan cepat itu tapi lama-lama ia jadi ngos-ngosan sendiri. Bagaimana tidak, Robi berjalan cepat dengan santai, sementara Naila berlari mengikutinya dengan kondisinya yang belum pulih dan masih nyeri.

"Lama kamu ini, dasar pendek!" omel Robi lalu menggendong Naila ala bridal style secara mendadak karena Naila berada beberapa langkah di belakangnya.

"Mas! Aku bisa jalan sendiri! " pekik Naila yang kaget dan malu karena jadi tontonan orang-orang di bandara.

"Kalo kamu berisik makin banyak yang liat kita," ucap Robi yang sukses membuat Naila diam, berhenti meronta, dan akhirnya pasrah dalam gendongan Robi.

Jantung Naila berdebar-debar karena Robi yang Naila rasa jadi lebih baik padanya sekarang. Belum lagi ucapan ibunya yang menasehatinya soal pernikahan dan keintiman bersama pasangan benar-benar membuat Naila berdebar-debar. Wajah tampan dan tubuh atletis Robi, sikapnya yang perlahan melunak, semuanya menyirhir Naila.

"Kita cuma ke Bali," ucap Robi begitu masuk ke pesawat pribadinya dan menurunkan Naila dengan hati-hati di sana.

Naila mengangguk. "Tapi kalo Mas masih belum mau jelasin apa-apa aku ga mau berhubungan sama Mas... " ucap Naila.

Robi menghela nafasnya lalu tersenyum sinis. "Kamu ini siapa kok ngancam aku?" Robi menempeleng kepala Naila pelan. "Aku yang menentukan, bukan kamu."

"Terus aku ga berhak tau? Kalo gitu aku ga ikhlas kalo hamil anakmu nanti. Aku bakal... "

"Oke! Stop! Aku jelasin! " bentak Robi memotong ucapan Naila.

Naila tersenyum penuh kepusan, sekarang ia tau dimana letak kelemahan Robi. Meskipun ia sempat kesal kembali dengan sikap Robi yang angkuh tapi tetap sekarang Naila tau kelemahan Robi. Itu sudah lebih dari cukup untuknya. [Next]



Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.