Bab 30 - Pilihan
Pagi-pagi Naila
sudah muntah-muntah di kamar mandi. Robi ingin membantu mengurus Naila tapi
Naila menolak. Jadi ia hanya menunggu di balik pintu setelah menyiapkan
peralatan mandi dan baju ganti untuk Naila.
"Mandi
bareng yuk, biar cepet, " ucap Robi yang langsung masuk untuk membantu
Naila bangun dari lantai.
Naila hanya
memejamkan mata berusaha mengumpulkan tenaganya lalu duduk di atas kloset
sementara suaminya menyiapkan jacuzzi untuk berendam.
"Mas..."
panggil Naila sambil melebarkan tangannya minta di peluk.
Robi langsung
memeluknya sambil mengelus punggung Naila agar merasa lebih baik. "Masih
mual?" tanya Robi khawatir.
Naila menggeleng
pelan lalu melepas pelukannya perlahan. Naila bangun lalu melepas kimononya dan
mulai mebasuh tubuhnya sebelum masuk kedalam jacuzzi yang sudah di siapkan
suaminya. Robi juga melakukan hal yang sama.
Biasanya bila
tidak mual seperti hari ini Naila akan lebih menikmati waktu berendamnya. Apa
lagi ada banyak sabun cair yang mengeluarkan banyak busa dan boleh ia gunakan
sesuka hatinya. Tapi kali ini ia hanya pasrah dalam pelukan suaminya yang
mengelus-elus perutnya atau membasuh dadanya dengan lembut. Bahkan Naila
membiarkan Robi menyabuni tubuhnya lagi.
"Mas masih
marah?" tanya Naila lembut sambil menatap suaminya dengan pandangan sayu
dan lemas.
Seolah di
ingatkan dengan kejadian semalam Robi langsung bangkit dan meninggalkan Naila
sendiri di kamar mandi. Robi sadar tak seharusnya ia meluapkan emosinya pada
Naila yang bahkan tak melakukan kesalahan apapun. Tapi Robi rasanya masih
sangat kesal bila ingat ada orang lain yang melakukan hal romantis pada
istrinya. Bahkan Reyhan tak benar-benar tulus meminta maaf bagi Robi.
Masih ada emosi
di hati Robi. Ingin sekali ia mengusir rasa emosi dan cemburunya pada Naila
dengan bercinta dan meminta Naila untuk meyakinkannya. Tapi saat melihat Naila
yang mengalami morning sickness di tambah ada calon buah hatinya. Rasanya
terlalu tolol bila Robi terus-menerus meminta afirmasi dari istrinya demi
sebuah jawaban yang sama.
"Mas..."
panggil Naila setelah ganti baju dan menyisir rambutnya. "Mas jangan marah
ke keluarga Reyhan ya," ucap Naila lembut sambil duduk di samping Robi.
Robi menatap
Naila dengan tatapan tajam penuh emosi dan merendahkan.
"Reyhan kan
yang salah, bukan keluarganya. Aku ga temenan sama Reyhan lagi gapapa, aku
janji ga bakal ada apa-apa antara aku sama Reyhan. Tapi Mas jangan putus
kerjaan keluarganya ya, " ucap Naila lembut berusaha membujuk suaminya.
"Kenapa aku
harus menuruti permintaanmu?" tanya Robi dingin.
"Soalnya
Reyhan baik sama aku dulu. Aku mau balas kebaikannya Reyhan juga. Selain itu,
apa Mas ga kasihan sama keluarga orang yang ga bermaksud buruk malah jadi
kehilangan penghasilan?"
"Kenapa
kamu lebih peduli soal Reyhan dari pada aku? Kenapa kamu malah minta aku buat
peduli sama keluarga orang yang udah berusaha mengganggu keluargaku, hah?!
" bentak Robi penuh amarah.
Naila hanya diam
tertunduk. Robi tak memiliki keraguan lagi untuk memutus kontrak dengan
keluarga Reyhan setelah bicara dengan Naila. Robi juga merasa menyingkirkan
keluarga Reyhan juga bukan pilihan yang buruk lagi sekarang.
"Mas,
sekali ini saja. Aku janji sekali ini aja, aku ga bakal minta apapun lagi sama
Mas. Ini permintaanku yang terakhir, " ucap Naila memohon sambil
menggenggam tangan Robi.
Robi menepis
tangan Naila sambil tertawa sinis. "Kamu pilih satu, bisa ketemu Ibu terus atau bantu temenmu ini. Kamu ga bisa
serakah. Kamu cuma boleh pilih satu. Ku tegaskan sekali lagi. Aku bantu Ibu mu
atau aku bantu temenmu."
Naila bingung
dan dilema. Ia ingin terus bersama Ibu nya tapi ia juga tak mau temannya yang
dulu pernah begitu baik padanya jadi sengsara. Suara pintu kamar di ketuk. Robi
membukakannya dan membiarkan pelayan menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Ku beri
waktu berfikir sampai nanti makan malam," ucap Robi lalu menikmati
sarapannya meskipun sebenarnya ia juga takut bila istrinya lebih memihak pada
Reyhan. Robi takut bila ada pria lain yang mengisi hati Naila selain dirinya.
Meskipun ia sendiri masih tak berani menyatakan perasaannya secara gamblang
pada Naila. "Makan, anakku butuh makan di dalem perutmu! " perintah
Robi.
"Kalo aku
pilih Reyhan, Mas apain Ibu ku?" tanya Naila.
"Simpel, ga
boleh ketemu kamu lagi pertama. Kedua aku juga tarik fasilitas buat Ibu mu.
Ketiga, kamu ga boleh hubungi Ibu mu dengan cara apapun," jawab Robi
dengan tenang dan santai berusaha menguasai keadaan dan dapat memperalat Naila.
"Kalo aku
pilih Ibu ?" tanya Naila.
"Itu lebih
simpel lagi. Aku bakal putuh kontrak kerja sama keluarganya terus blacklist
biar keluarganya ga ada hubungan bisnis lagi. Gampang kan?" jawab Robi
sambil tersenyum mengejek pada Naila.
Naila memejamkan
matanya lalu menghela nafas. Naila tak bisa mengeluarkan keputusannya sekarang.
Tapi untuk tidak bertemu dengan Ibu nya lagi bukan hal yang sepele. Naila paham
betul bagaimana Robi. Bagaimana kekuatan uang yang Robi miliki bahkan mampu
membelinya. Membeli jiwa, raga, juga harga dirinya. Kekuatan uang Robi juga
yang membantu Ibu nya menghadapi perceraian.
Tapi di sisi
lain ia juga pernah banyak di bantu oleh Reyhan di titik terendahnya. Bahkan
sahabatnya satu geng saja tak pernah membantunya sebanyak dan setulus yang
Reyhan lakukan padanya. Reyhan salah satu teman terbaiknya. Tapi Naila juga
perlu mempertahankan keluarganya.
"Dunia ini egois, hanya yang egois yang bisa bertahan, " ucap Robi membuyarkan lamunan Naila.