Robi menikmati
perjalanannya dari mobil hingga penerbangan. Staf dan pegawainya sudah panik
saat pesawat delayed dan biasanya
Robi akan mengamuk lalu melakukan pemecatan. Tapi kali ini berbeda Robi tetap
tampak tidak suka harus menunggu. Tapi Naila mengajaknya berjalan-jalan di
bandara. Mencoba donat, es krim, lalu melihat pesawat-pesawat lain yang
terbang.
"Na, nanti
aku mau pergi sama temenku. Nanti malem, " ucap Robi setelah mandi.
Naila mengangguk
lalu minum obatnya dan tiduran sambil menonton drama korea.
"Nanti ga
usah di tunggu kalo mau tidur duluan boleh, " ucap Robi lalu memakai
celana pendek selutut dan kaos berwarna hitam.
"Iya, aku
mau nyelesaiin nonton ini, " ucap Naila santai sambil membalas chatting di ponselnya.
"Aku makan
malam di luar juga. Nanti kamu makan aja sendiri mau makan apa bilang aja,"
ucap Robi yang hanya di angguki Naila.
"Permisi Tuan,
ada Mas Bara di bawah, " ucap kepala pelayan memberi tahu Robi.
"Ya, suruh
tunggu," ucap Robi. "Aku pergi dulu ya," Robi memasukkan dompet
dan ponselnya dalam envelope bag miliknya lalu berjalan keluar.
Naila langsung
bangun dan mengejar Robi. "Mas tunggu! " panggil Naila.
Robi hanya
menoleh pada Naila. Naila turun mendekatinya sambil mengulurkan tangannya. Robi
membuka tasnya bersiap memberikan kartu kreditnya.
"Ini,
" Robi memberikan kartu kreditnya.
"Buat
apa?" tanya Naila yang hanya ingin salim dan mengantar Robi keluar.
"Belanja."
"Aku ga
ngerti cara pakeknya, " Naila berjalan turun bersama Robi.
Robi menghela
nafas. "Mau ikut?" tanya Robi.
"Salim, kan
mas mau pergi, " jawab Naila.
"Ooo,
" Robi akhirnya paham dan meyalimi Naila. Naila mencium tangan Robi.
"Halo Naila,
" sapa Bara. Naila hanya tersenyum pada Bara yang menyapanya.
"Ini
temenku, Bara, " ucap Robi yang di angguki Naila.
Bara mengulurkan
tangannya untuk menyalimi Naila. Naila menjabat tangannya dan akan salim cium
tangan pada Bara, seketika Robi merasa marah dan tak terima karena Naila juga
menyalimi Bara. Tapi Robi hanya diam.
"Hati-hati
ya, " ucap Naila sambil mengantar suaminya keluar dan melambaikan tangan
lalu masuk kembali ke kamar.
Bara terpesona
pada Naila yang sopan. Bahkan rasanya tadi ia bukan seperti bertemu dengan
pasangan dari sahabatnya tapi seperti bertemu dengan adiknya sendiri. Naila
juga sopan dan tak berusaha menggoda atau terlihat berkelas karena menjadi
istri Robi. Saat Naila melambaikan tangan dan mengantar keluar juga seperti
adiknya yang biasa mengantarnya keluar rumah.
"Istrimu
baik, " puji Bara pada Robi.
Robi hanya diam
merasa tidak nyaman ketika ada orang lain yang ikut menikmati Naila bahkan
memujinya seperti ini. Ada perasaan egois yang mulai muncul di hatinya. Ia
ingin menyimpan Naila hanya untuknya.
"Aku nikah
kan cuma buat bikin anak. Aku cuma pengen punya anak. Tapi kalo si Naila ga
peduliin aku kok rasanya ga enak juga," ucap Robi memulai curhat pada Bara
agar Bara tau Naila adalah miliknya secara tidak langsung.
"Maksudmu
gimana?" tanya Bara bingung.
"Ya kayak
kemarin waktu bulan madu. Dia asik telfon sama ibunya, temen-temennya, terus
aku kayak di cuekin gitu. Beli oleh-oleh juga. Aku di ajak pergi Bella dia
malah balik ke kamar. Kayak dia punya dunianya sendiri, " jawab Robi
sambil menghela nafas kesal.
Bara mengerutkan
keningnya bingung. "Salahnya dimana? Kan yang penting dia mau hamil, kamu
dapet anak, dia urus anakmu, punya kesibukan sendiri, kamu juga punya kesibukan
sendiri. Masalahnya dimana? Kamu kan bisa bebas."
"Bebas ya,
" gumam Robi lalu menatap jalanan.
●●●
Naila menikmati
buah-buahan yang ada di rumah Robi. Ada kiwi dan stroberi yang asam, Naila
sudah lama tidak menikmati buah-buahan itu. Naila yang tadinya menonton di
kamar Robi juga jadi menonton di bawah sambil makan buah di temani Ester.
"Tuan itu
galak, gampang marah, tapi kalo ada Nona jadi ga gampang marah, " ucap
Ester pada Naila.
"Hahaha
bisa aja kamu. Emang Mas Robi galak banget?" tanya Naila.
Ester mengangguk.
"Dulu kalo ada kesalahan sedikit saja sudah langsung di pecat. Tuan ga
nerima alasan apapun sedikitpun. Tuan perfectionist
banget. Segala hal harus on time, ga
boleh telat semenitpun. Buat ketemu Tuan juga susah, Tuan sibuk," Naila
mendengarkan cerita dan keluhan Ester soal suaminya.
Seorang pelayan
baru yang bertugas mengantar makanan untuk Naila ikut duduk bersama dengan
Ester di bawah dan menceritakan keluh kesahnya pada Naila.
"Kalo Tuan
moodnya jelek, cuaca cerah rasanya kayak badai. Tapi gaji kerja di sini besar,"
ucap pelayan pada Naila.
Naila tersenyum
mendengar ucapannya. Naila menikmati perbincangan dengan para pelayan dan staf
yang ada di rumah. Semua orang rasanya ingin berkenalan dengan Naila dan ikut
mengobrol dengannya meskipun mereka semua tau bagaimana saat ayah Naila
menjualnya dan betapa tak bermartabatnya Naila karena posisinya tak jauh beda
dari staf dan para pelayan hanya saja ia menjadi istri dan ibu dari anak Robi.
Toh Robi juga memperlakukannya seperti tawanan dari pada istri. Tapi dengan
bercerita dengan Naila membuat mereka sedikit senang.
"Apa aku
perlu kasih tau Mas Robi?" tanya Naila.
"Jangan!"
seru semua orang serentak. "Gapapa, kita semua paham Tuan gimana. Gak
masalah Tuan marah-marah kadang juga Tuan lupa kalo dah pecat orang. Kalo
moodnya udah bagus lagi Tuan ga galak-galak banget kok Non."
Naila mengangguk
lalu tersenyum paham. Lain Naila yang asik mengobrol di rumah Robi di klub
tampak cemberut dan masih tak bisa menikmati suasana pesta. Sudah beberapa
wanita menggodanya, dari lonte sampai sesama pengunjung, dari yang muda sampai
tante-tante, dari perempuan sampai laki-laki gay yang menjajakan anal sex.
Robi menunggu
ada pesan masuk dari Naila sambil menggenggam botol air mineral ukuran kecil di
tangannya. Robi merasa bersalah meninggalkan Naila sendirian di rumah. Naila
masih muda pasti suka bila di ajak pergi party
tapi malah harus jadi tahanan rumah.
Tiap kali Robi
melihat perempuan muda yang seumuran dengan Naila ia selalu teringat pada
istrinya itu. Naila di rumah dengan kaos dan celana pendek hanya menonton drama
Korea. Tidak pergi kemana-mana, online
whatsapp juga sudah lama tidak
berubah masih di jam yang sama saat ia pergi tadi.
Tak ada laporan
juga dari asisten Naila kalo Naila pergi atau belanja. Robi jadi khawatir, apa
lagi terakhir ia meninggalkan Naila di kamar dulu malah demam. Tapi sekarang
mereka sudah pulang, di rumah juga banyak orang yang bisa menjaga Naila dan
yang terpenting dekat dengan merTuanya jadi Robi berusaha menepis
kekhawatirannya.
“Kapan-kapan aku
ajak adikku biar istrimu ada temennya kalo kamu ga jenak pergi sendiri,” ucap
Bara menebak kekhawatiran yang jelas terpancar di wajah Robi yang tak jenak
itu.
“Ah! Gak usah,” tolak Robi sedikit ragu apa iya dia perlu mencarikan teman juga untuk Naila. [Next]
0 comments