BLANTERORBITv102

Bab 12 – Kalung Emas

Kamis, 25 Juli 2024

Robi mengajak Naila untuk membeli sepatu setelah sarapan dan mandi bersama. Sembari menunggu jam penerbangannya. Robi benar-benar mempersingkat bulan madunya. Bukan karena Naila tidak bisa memuaskannya tapi karena Naila sempat sakit dan Robi lebih ingin istrinya di periksa dengan baik dari pada memaksa bulan madu. Toh bulan madunya terganggu juga karena orang tuanya ikut. Selain itu kalau hanya bercinta Robi bisa malukannya kapan saja dan dimana saja.

"Udah?" tanya Robi yang melihat istrinya hanya membeli sebuah flatshoes.

Naila mengangguk lalu duduk dan membiarkan Robi menyelesaikan pembayarannya.

Robi masih ragu bila Naila hanya membeli sepasang sepatu saja dan langsung ia pakai untuk menggantikan sendal hotel yang ia pakai hingga toko sepatu tersebut.

"Tas, mau beli tas?" tawar Robi.

Naila menggeleng. Robi kaget baru ini ada perempuan menolak berbelanja. Apa lagi yang bisa Robi berikan untuk membahagiakan Naila sekarang? Ia bahkan tak suka belanja dan tampak tak membutuhkan uang.

"Make up? Dompet? Baju?" tawar Robi yang kembali di tolak Naila. Robi terdiam memikirkan dengan serius apa lagi yang di sukai perempuan. "Perhiasan? Kalung? Gelang? Cincin?" tawar Robi lagi.

Naila menunjukkan jari manisnya dengan cincin kawin yang meingkar.

"Kamu boleh belanja, masa udah cuma pie susu, gelang murahan sama sepatu satu doang, " paksa Robi yang ingin membuat dirinya berguna dan di butuhkan Naila.

"Kalo beli kalung boleh?" tanya Naila.

"Boleh, ayo! " jawab Robi semangat.

Perjalanan berlanjut ke toko emas. Toko emas pinggir jalan dekat pasar. Padahal Robi sudah siap membawa istrinya ke galeri perhiasan yang biasa di sukai para perempuan matre yang ia kencani dulu.

"Beli kalung buat Ibu," ucap Naila lalu masuk ke toko emas. Naila memilih kalung dengan ragu karena gramnya yang besar pasti mahal.

"Itu tadi bagus, " ucap Robi.

"Iya tapi gramnya banyak, mahal, " ucap Naila yang membuat Robi terbahak-bahak. Baru kali ini ada perempuan yang mengkhawatirkan harga saat belanja bersamanya.

"Keluarin yang paling mahal! " perintah Robi pada pegawai toko emas. "Pilih sana, Ga usah cari yang murah, " ucap Robi pasa Naila.

Naila menatap Robi lalu tersenyum dan mulai memilih sebuah kalung dengan cepat dan tanpa memikirkan harganya lagi. "Sudah, " ucap Naila pada Robi lalu duduk menunggu Robi menyelesaikan pembayaran.

"Udah satu aja?" tanya Robi yang di angguki Naila. "Ini, " Robi memberikan dompet kecil berisi kalung emas dan surat bukti pembeliannya.

Naila tersenyum lalu kembali masuk kedalam mobil pegi ke bandara.

"Dulu Ibuku punya kalung emas, terus di rebut ayah. Anting juga, cincin juga. Aku juga ga pakek anting, Di jual semua, " ucap Naila pada Robi sambil menggenggam tangannya.

Robi memperhatikan telinga Naila. Naila ternyata tidak memakai anting, pantas saja rasanya enak dan mulus saat menjilat telinganya.

"Aku pengen kasih ke Ibuku, biar Ibu pakek emas juga, " ucap Naila melanjutkan ceritanya.

"Kenapa gak kamu aja, biar kamu pakek emas juga? " tanya Robi.

Naila tersenyum. "Aku udah pakek, jadi aku pengen Ibu juga pakek. Biar sama-sama, " jawab Naila.

Robi tersenyum. Ia jadi merasa bersalah dulu membelikan cincin kawin yang murah untuk Naila. Berliannya juga kecil. Meskipun murah bagi Robi dan Naila adalah hal yang berbeda tapi Robi tetap menyesal. Harusnya ia membeli yang paling mahal untuk perempuan yang akan memberinya anak itu.

Robi menarik Naila agar bisa ia peluk dengan erat. "Kamu kalo mau beli juga boleh, mau belanja apa aja boleh. Kamu mau habisin uangku boleh. Nanti aku kerja biar kamu bisa belanja terus, " ucap Robi.

Naila tertawa mendengar ucapan Robi yang memintanya untuk boros. "Kata Ibu kalo punya uang di tabung, kita kan mau jadi orang tua. Uangnya di tabung buat anak-anak, " ucap Naila sambil menepuk tangan Robi.

Robi benar-benar terpesona pada pemikiran Naila. Baru kali ini ada perempuan yang berpikir begitu jauh dan dewasa. Padahal usia Naila jauh lebih muda darinya bahkan dari Bella. Tapi pemikiran Naila sudah sangat dewasa.

"Kamu mau kamar di atas apa di bawah?" tanya Robi mengalihkan pembicaraan sebelum ia terharu.

"Di bawah aja, aku capek naik tangga," jawab Naila lalu tiduran di pangkuan Robi. "Ibu juga biar enak kalo ke kamarku, ga usah naik tangga."

Robi mengangguk lalu mengelus rambut Naila yang tiduran di pangkuannya. "Pengen wallpapernya warna apa?" tanya Robi.

"Emm...yang ceria, tapi kalo lampunya mati ada bintang-bintangnya kayak di kamarmu."

"Kalo gitu ga usah pindah, di kamarku aja udah."

Naila cemberut. Robi tertawa terbahak-bahak melihat reaksinya.

"Mas, sementara waktu kita sembunyiin dulu ya hubungan kita dari temen-temen sekolahku dulu, " pinta Naila tiba-tiba.

Robi langsung mengerutkan keningnya tak setuju. Naila bangun lalu menangkup wajahnya.

"Aku belum tau harus kasih tau ke temenku gimana kalo aku udah nikah. Nanti tapi tetap di kasih tau kok, " ucap Naila meyakinkan Robi.

Robi menghela nafas lalu mengangguk setuju. Lagi pula teman-teman Naila tak berpengaruh apapun terhadap kehidupannya. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.