Robi mengajak
Naila untuk membeli sepatu setelah sarapan dan mandi bersama. Sembari menunggu
jam penerbangannya. Robi benar-benar mempersingkat bulan madunya. Bukan karena
Naila tidak bisa memuaskannya tapi karena Naila sempat sakit dan Robi lebih
ingin istrinya di periksa dengan baik dari pada memaksa bulan madu. Toh bulan
madunya terganggu juga karena orang tuanya ikut. Selain itu kalau hanya
bercinta Robi bisa malukannya kapan saja dan dimana saja.
"Udah?"
tanya Robi yang melihat istrinya hanya membeli sebuah flatshoes.
Naila mengangguk
lalu duduk dan membiarkan Robi menyelesaikan pembayarannya.
Robi masih ragu
bila Naila hanya membeli sepasang sepatu saja dan langsung ia pakai untuk
menggantikan sendal hotel yang ia pakai hingga toko sepatu tersebut.
"Tas, mau
beli tas?" tawar Robi.
Naila
menggeleng. Robi kaget baru ini ada perempuan menolak berbelanja. Apa lagi yang
bisa Robi berikan untuk membahagiakan Naila sekarang? Ia bahkan tak suka
belanja dan tampak tak membutuhkan uang.
"Make up? Dompet? Baju?" tawar Robi
yang kembali di tolak Naila. Robi terdiam memikirkan dengan serius apa lagi
yang di sukai perempuan. "Perhiasan? Kalung? Gelang? Cincin?" tawar
Robi lagi.
Naila
menunjukkan jari manisnya dengan cincin kawin yang meingkar.
"Kamu boleh
belanja, masa udah cuma pie susu, gelang murahan sama sepatu satu doang, "
paksa Robi yang ingin membuat dirinya berguna dan di butuhkan Naila.
"Kalo beli
kalung boleh?" tanya Naila.
"Boleh,
ayo! " jawab Robi semangat.
Perjalanan
berlanjut ke toko emas. Toko emas pinggir jalan dekat pasar. Padahal Robi sudah
siap membawa istrinya ke galeri perhiasan yang biasa di sukai para perempuan
matre yang ia kencani dulu.
"Beli
kalung buat Ibu," ucap Naila lalu masuk ke toko emas. Naila memilih kalung
dengan ragu karena gramnya yang besar pasti mahal.
"Itu tadi
bagus, " ucap Robi.
"Iya tapi
gramnya banyak, mahal, " ucap Naila yang membuat Robi terbahak-bahak. Baru
kali ini ada perempuan yang mengkhawatirkan harga saat belanja bersamanya.
"Keluarin
yang paling mahal! " perintah Robi pada pegawai toko emas. "Pilih
sana, Ga usah cari yang murah, " ucap Robi pasa Naila.
Naila menatap
Robi lalu tersenyum dan mulai memilih sebuah kalung dengan cepat dan tanpa
memikirkan harganya lagi. "Sudah, " ucap Naila pada Robi lalu duduk
menunggu Robi menyelesaikan pembayaran.
"Udah satu
aja?" tanya Robi yang di angguki Naila. "Ini, " Robi memberikan
dompet kecil berisi kalung emas dan surat bukti pembeliannya.
Naila tersenyum
lalu kembali masuk kedalam mobil pegi ke bandara.
"Dulu Ibuku
punya kalung emas, terus di rebut ayah. Anting juga, cincin juga. Aku juga ga
pakek anting, Di jual semua, " ucap Naila pada Robi sambil menggenggam
tangannya.
Robi
memperhatikan telinga Naila. Naila ternyata tidak memakai anting, pantas saja
rasanya enak dan mulus saat menjilat telinganya.
"Aku pengen
kasih ke Ibuku, biar Ibu pakek emas juga, " ucap Naila melanjutkan
ceritanya.
"Kenapa gak
kamu aja, biar kamu pakek emas juga? " tanya Robi.
Naila tersenyum.
"Aku udah pakek, jadi aku pengen Ibu juga pakek. Biar sama-sama, "
jawab Naila.
Robi tersenyum.
Ia jadi merasa bersalah dulu membelikan cincin kawin yang murah untuk Naila.
Berliannya juga kecil. Meskipun murah bagi Robi dan Naila adalah hal yang
berbeda tapi Robi tetap menyesal. Harusnya ia membeli yang paling mahal untuk
perempuan yang akan memberinya anak itu.
Robi menarik
Naila agar bisa ia peluk dengan erat. "Kamu kalo mau beli juga boleh, mau
belanja apa aja boleh. Kamu mau habisin uangku boleh. Nanti aku kerja biar kamu
bisa belanja terus, " ucap Robi.
Naila tertawa
mendengar ucapan Robi yang memintanya untuk boros. "Kata Ibu kalo punya
uang di tabung, kita kan mau jadi orang tua. Uangnya di tabung buat anak-anak,
" ucap Naila sambil menepuk tangan Robi.
Robi benar-benar
terpesona pada pemikiran Naila. Baru kali ini ada perempuan yang berpikir
begitu jauh dan dewasa. Padahal usia Naila jauh lebih muda darinya bahkan dari
Bella. Tapi pemikiran Naila sudah sangat dewasa.
"Kamu mau
kamar di atas apa di bawah?" tanya Robi mengalihkan pembicaraan sebelum ia
terharu.
"Di bawah
aja, aku capek naik tangga," jawab Naila lalu tiduran di pangkuan Robi.
"Ibu juga biar enak kalo ke kamarku, ga usah naik tangga."
Robi mengangguk
lalu mengelus rambut Naila yang tiduran di pangkuannya. "Pengen wallpapernya warna apa?" tanya
Robi.
"Emm...yang
ceria, tapi kalo lampunya mati ada bintang-bintangnya kayak di kamarmu."
"Kalo gitu
ga usah pindah, di kamarku aja udah."
Naila cemberut.
Robi tertawa terbahak-bahak melihat reaksinya.
"Mas,
sementara waktu kita sembunyiin dulu ya hubungan kita dari temen-temen
sekolahku dulu, " pinta Naila tiba-tiba.
Robi langsung
mengerutkan keningnya tak setuju. Naila bangun lalu menangkup wajahnya.
"Aku belum
tau harus kasih tau ke temenku gimana kalo aku udah nikah. Nanti tapi tetap di
kasih tau kok, " ucap Naila meyakinkan Robi.
Robi menghela nafas lalu mengangguk setuju. Lagi pula teman-teman Naila tak berpengaruh apapun terhadap kehidupannya. [Next]
0 comments