Bab 35 – Curhat
Naila terus
berusaha meminta izin pada petugas agar di izinkan menemani suaminya rehab.
Naila memohon agar di ijinkan tinggal sementara waktu hingga masa rehabnya
selesai. Tapi tetap saja di tolak. Naila sedih tak bisa bersama suaminya. Lebih
sedih lagi karena ia tak bisa ikut menemani di tempat rehab. Meskipun suaminya
dapat kamar yang cukup ekslusif dan ia tak masalah tidur di manapun asal
bersama suaminya.
"Kamu
kenapa kok matanya sembab?" tanya Robi menyambut kedatangan Naila.
"Tadi aku
tanya ke petugasnya, boleh enggak nginep temenin di sini. Katanya ga boleh. Aku
jadi sedih, " jawab Naila lalu mengeluarkan buah bawaannya yang sudah di
potong-potong sebelumnya.
"Kamu
kesini sendiri?" tanya Robi sambil menggenggam tangan Naila.
"Sama
supir, Ester juga. Ibu hari ini ada rapat jadi ga bisa temenin, " jawab
Naila lalu meletakkan tangan Robi ke perutnya.
Robi mengangguk
lalu mengelus perut Naila dan mengecupnya lembut. "Tapi nanti Ibu pulang
kan?" tanya Robi memastikan.
Naila mengangguk
lalu menyuapkan buah pada suaminya. "Rapatnya paling sampe maghrib doang.
Besok aku mau istirahat, jadi ga bisa ke sini dulu. Aku ga enak badan, "
ucap Naila.
Robi
membelalakkan matanya. "Kamu jaga kesehatan. Kamu ini kecapekan,"
ucap Robi lalu menempelkan tangan ke kening Naila.
Naila
mengangguk. "Mas juga jaga kesehatan, " ucap Naila lembut.
"Kok
panggilnya Mas lagi sih Sayang, " komplain Robi.
Naila tersenyum
lalu memalingkan wajahnya yang memerah. "Ku kira kamu ga suka di panggil Hubby, " lirih Naila pelan.
Robi ikut
memalingkan wajahnya dan tersipu lalu tertawa. "Suka lah. Kamu yang
panggil aku suka," jawab Robi tegas.
Naila mengangguk
lalu tersenyum senang.
"Eh ada
Naila," sapa Bara yang menghampiri Naila dan Robi di gazebo.
"Mas Bara
mau buah?" tawar Naila sementara Robi langsung merangkul pinggangnya.
Bara duduk dan
ikut bergabung dengan Naila juga Robi. Bara merasa makin iba dan makin ingin
memiliki Naila apa lagi ia melihat Naila yang sedikit pucat dan tampak lebih
kacau saat tak bersama Robi. Bara ingin menjadi pria yang di idamkan Naila
juga. Bara ingin punya perempuan yang benar-benar miliknya seperti Naila
menjadi milik Robi.
"Bara!
" sapa Tina yang datang menjenguk Bara dengan ceria.
Tina menenteng
plastik berisi makanan fast food. Berbeda dengan Naila yang selalu membawa
makanan rumahan dan makanan sehat lainnya untuk Robi.
"Cie Robi
dah akur sama bininya, " sapa Tina pada Robi.
Robi hanya
cengar-cengir sementara Naila diam dan menatap Tina dingin. "Iya dong
harus akur, " ucap Robi lalu menggenggam tangan Naila dan
mengajaknya masuk ke kamar.
Robi membukakan
pintu kamarnya untuk Naila. Naila langsung masuk dan tiduran di tempat tidur
Robi. Kepalanya pusing, pinggangnya sakit, kakinya capek. Robi semula ikut
tiduran sambil memeluk Naila tapi tak lama ia bangun untuk memijit kakinya
dengan lembut.
"Hubby sering curhat ke orang-orang ya
kalo lagi ada masalah sama aku?" tanya Naila sambil memejamkan matanya.
Robi diam
sejenak. "Cuma sama Bara, kebetulan waktu cerita ada Tina juga, "
jawab Robi.
Naila menghela
nafas lalu membuka matanya dan menatap Robi serius. "Mas kalo ada apa-apa,
ga suka aku karena apa, aku bikin salah, mas maunya gimana. Bilangnya ke aku
aja ya, jangan ke orang lain, Aku malu," ucap Naila lembut.
Robi diam lalu
mengangguk patuh.
"Mas,"
panggil Naila sambil mengalihkan pandangannya. "Aku tu sedih tiap kamu
marah-marah ke aku. Pukul aku. Aku sedih, takut. Aku kayak ga punya
siapa-siapa. Ayahku dulu gitu ke aku sama Ibu. Kamu juga gitu ke aku. Padahal
aku lagi hamil anakmu. Aku kan masih remaja, umur kita juga beda jauh. Kadang
aku capek, lelah. Tapi aku takut kalo ngeluh dedek bayinya denger nanti jadi
sedih, " ucap Naila lalu menutupi kepalanya dengan bantal.
Robi terdiam
lalu memeluk Naila sambil menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya.
"Mas minta maaf ya. Mas susaha kontrol emosi kalo cemburu. Mas ngerasa
kamu bakal ninggalin hubungan kita kalo kamu keluar dari pengawasanku. Aku
takut di tinggal, itu aja," aku Robi dengan segala kejujuran yang ia punya
dengan mengesampingkan segala gengsi dan egonya.
"Enggak aku
ga ninggalin kamu. Aku ga punya siapapun selain kamu, gimana caranya mau
ninggalin coba?" jawab Naila sambil menatap Robi.
"Kamu boleh
ngeluh, aku yang salah. Kamu boleh marah juga. Kita bisa lebih terbuka
sekarang, " ucap Robi lembut sambil mengecup kening Naila lalu menyeka
airmatanya.
"Mas, kalo
nanti Mas pulang masih baik ke aku kayak gini ga ya?" tanya Naila nyaris
berbisik sambil tersenyum dengan airmata yang berlinangan.
Robi langsung
mengangguk lalu memeluk erat Naila. "Masih Sayang masih, " jawab Robi
yang makin membuat Naila menangis.
Robi membiarkan
Naila menangis dalam pelukannya. Membiarkan Naila meluapkan emosinya yang
selama ini ia tahan sendirian. Hingga tanpa sadar Naila terlelap. Robi tak
berani beranjak dan hanya memandangi Naila yang tidur dengan begitu tenang
meskipun tubuhnya mulai demam dan meringkuk kedinginan.
"Permisi,
jam kunjungannya sudah selesai, " ucap petugas memberitahu.
Robi
membangunkan Naila dengan lembut. Menciuminya hingga Naila terbangun.
"Udah di
suruh pulang?" tanya Naila.
Robi mengangguk
pelan lalu mengambilkan sweeternya untuk Naila. "Badanmu hangat, Nanti
pulang langsung istirahat ya, sekalian ke dokter ya, " ucap Robi lalu
menemani Naila berjalan ke luar hingga batasannya sambil saling menggenggam
tangan. "Kalo masih sakit ga usah maksain ke sini dulu gapapa. Aku
baik-baik saja. Kamu lebih perlu jaga kesehatan, " ucap Robi mengingatkan
sebelum Naila pergi.
Naila mengangguk
lalu menyalimi Robi, berpelukan lalu sedikit ciuman sebelum pergi.
"Aku sayang kamu, " bisik Robi tapi baru akan melangkah Naila sudah begitu lemas hingga akhirnya pingsan.