Bab 33 – Ditangkap
Naila bangun
sedikit lebih siang. Terlalu nyaman dan merasa tenang bisa tidur di temani
ibunya. Naila makan juga di suapi oleh ibunya kali ini sambil menunggu Robi
pulang. Naila sempat mendengar suara mobil, tapi ternyata bukan Robi. Kepala
pelayan juga yang mengurusnya. Jadi Naila tidak ambil pusing.
Tapi tak lama
saat Naila sedang menikmati eskrim sambil menonton TV tiba-tiba ada orang
suruhan mertuanya datang ke rumah dan langsung menggeledah ruangan juga kamar
Robi. Naila kaget dan sangat tidak nyaman tapi ia juga takut untuk
mengingatkan.
"Aman pak,
tidak ada barang-barang yang mencurigakan," ucap salah seorang suruhan
yang sedang melapor.
"Kamu
siapa?" tanya Naila.
"Maaf saya
lancang. Saya kuasa hukum yang di tunjuk pak Salman buat mengurus kasusnya mas
Robi," jawab pria itu memperkenalkan diri.
Naila
mengerutkan keningnya. "Mas Robi kenapa?" tanya Naila panik.
"Mas Robi
semalam terciduk razia narkoba. Maaf, kalo boleh tau anda siapa?" tanya
pria itu memastikan ia sedang bicara dengan siapa.
"A-aku
Naila, istrinya Mas Robi, " jawab Naila dengan suara bergetar lalu
buru-buru menghubungi mertuanya dengan telfon rumah di meja kerja Robi.
Pria itu cukup
kaget ia berhadapan dengan Naila sementara Salman sudah berpesan agar Naila
tidak tau soal masalah yang menimpa Robi. Kuasa hukum yang di tunjuk Salman tak
menyangka bila istri Robi benar-benar semuda ini.
"Tolong
jangan beritahu pak Salman," ucapnya menahan Naila.
"Terus aku
harus gimana? Suamiku ga pulang malah di ciduk BNN aku harus apa?! "
bentak Naila yang langsung histeris.
●●●
Robi melihat
keluarga Bara yang datang. Melihat orang tua Bara yang memarahinya karena
khawatir. Sementara ia hanya di datangi kuasa hukum saja. Keluarga Bara cukup
dekat dengannya bahkan Robi juga sempat di bawakan makan juga. Meskipun Robi
tetap berharap bila ia akan di temui orang tuanya dan di marahi juga seperti
Bara. Tapi ia sadar ia sudah terlalu tua untuk itu dan orang tuanya juga cukup
tak peduli padanya.
"Robi
Suandakni," panggil seorang petugas.
Robi bangun lalu
sebelum keluar ia di borgol terlebih dahulu. Robi sudah menebak bila yang
mendatanginya hanya kuasa hukumnya saja. Tapi Robi salah. Naila datang bersama
Witri dan kuasa hukumnya.
"Mas!
" Naila langsung memeluk Robi dan mulai menangis. Naila memeluk erat Robi
dan makin menangis histeris saat tau suaminya di borgol. "Mas kok bisa
pakek narkoba sih mas?! Ya allah," omel Naila sambil mencubit bahu Robi.
"Mas ngapain aneh-aneh kayak gini?! " sambung Naila yang kembali
mencubit Robi.
"Ssstt..."
ucap Robi sambil mengelus perut Naila dan menatapnya dengan senyum sumringah.
Robi benar-benar bahagia mengetahui istrinya marah karena tingkahnya. Meskipun
sejujurnya Robi juga tak ingin membuat istrinya menangis hingga seperti ini.
"Mas ga pakek, Mas ga tau kalo di rokoknya semalem ada kandungan
ganjanya."
"Ya Mas
juga ngapain pakek ngerokok segala! Udah ga pulang semaleman! Sering
marah-marah! Sekarang malah ya allah,. " Naila begitu frustasi lalu
kembali mencubit suaminya.
"Maaf, aku
janji ini ga bakal lama, Setelah semua di selidiki secepatnya aku pulang. Aku
bukan pengguna, " ucap Robi menenangkan istrinya.
Naila mengangguk
lalu kembali meneluk Robi dan mencium keningnya. "Janji ya Mas cepet
pulang?" ucap Naila lirih dengn suara bergetar.
Robi mengangguk
sambil tersenyum. Naila duduk di samping Robi sambil menggenggam tangannya,
nafasnya masih tersengal. Robi ingin memeluk Naila tapi tangannya di borgol.
Bara melihat
betapa perhatiannya Naila pada Robi. Bara juga melihat memar di wajah Naila
jelas itu perbuatan Robi. Perasaan Bara begitu campur aduk. Ia ingin memiliki
Naila juga, ia ingin memperlakukan Naila lebih baik dari pada Robi, ia juga tak
terima saat tau bila Naila begitu mencintai Robi meskipun Bara punya segalanya
yang tak di miliki Robi.
"Mas aku ga
mau pulang sendiri. Ayo pulang, " rengek Naila yang sudah siap menangis
lagi.
"Sabar dulu
ya, Mas pasti pulang, " ucap Robi lembut lalu mengecup kening Naila.
Naila mengangguk
meskipun benar-benar tak ikhlas harus berpisah dari suaminya. "Mas udah
makan?" tanya Naila.
"Tadi di
bawain bundanya Bara makan," jawab Robi.
Naila mengangguk
lesu. "Mas besok lagi ga boleh dugem lagi! " ucap Naila melarang Robi
sambil mengelus perutnya.
Robi mengangguk
lalu diam berharap Naila akan mengomel lagi padanya.
"Aku bawain
makan buat Mas, tapi mas udah makan yaudah nanti ku bawa pulang," ucap
Naila lalu menyandarkan kepalanya di bahu Robi. "Mas jangan kayak gini,
aku takut."
"Takut
kenapa?" tanya Robi lembut.
"Takut
nanti mas ga bisa pulang. Aku ga ketemu lagi sama Mas," jawab Naila lalu
memeluk Robi lagi.
Rasanya belum
lima menit Robi bertemu istrinya. Ia sudah di minta kembali lagi ke sel tahanan
sementaranya. Naila melepaskan suaminya dengan berat hati. Robi melihat jelas
bila istrinya berusaha tegar.
"Besok aku
ke sini lagi, " ucap Naila sebelum Robi masuk.
Robi menangguk lalu tersenyum. Baru kali ini ada orang yang sangat mengkhawatirkannya dengan penuh kasih sayang. Bahkan menangis dan memarahinya karena kesalahannya. Sudah lama Robi menginginkan ini dan saat itu pula Robi benar-benar sadar bila Naila sangat mencintainya.