Robi mendekap
Naila sembari menunggu hasil dari dokter selama di UGD. Naila sudah sadar tapi
masih lemas jadi di infus agar kondisinya lekas membaik. Naila jauh merasa
lebih baik ia juga terus menggenggam tangan suaminya.
"Kamu
jangan pingsan lagi. Aku khawatir! " omel Robi khawatir pada Naila.
Naila mengangguk
dengan mata berkaca-kaca mendengar omelan Robi. Robi menghela nafas lalu
memeluk Naila.
"Aku ga
marah. Aku khawatir," ucap Robi lembut.
Air mata Naila
mengalir. Naila menangis dalam diam tanpa berani menatap Robi.
"Nona
Naila, " panggi perawat.
"Cup. Tunggu sebentar ya, " ucap
Robi lembut sambil mengelus rambut Naila dan menyela airmatanya sebelum pergi
menemui dokter.
Robi duduk
mendengarkan penjelasan dokter soal Naila. Karena hanya ada dokter jaga di UGD,
Naila tak dapat perawatan secara mendalam. Robi juga memutuskan untuk pulang
dan akan memeriksakan Naila ke dokter yang biasa menanganinya saja.
"Kita
pulang aja ya, " ucap Robi lembut setelah perawat melepaskan infus di
tangan Naila.
Naila mengangguk
lesu lalu berusaha turun dari tempat tidur sendiri. Tapi Robi langsung
menggendongnya di depan seperti sedang menggendong anak kecil dan berjalan
menuju mobil yang sudah menunggunya.
"Kamu ga
pakek sandal. Jadi di gendong," ucap Robi yang berdebar-debar saat
menggendong istrinya dan merasa perlu menjelaskan alasannya.
Naila mengangguk
lalu berpegangan erat pada Robi. Bila Naila mengira setelah sampai di mobil
Robi akan menurunkannya ia salah Robi tetap dalam posisi yang sama memangkunya.
Bahkan Robi sama sekali tak mengecek ponselnya dan hanya memperhatikan Naila
sepanjang perjalanan.
"Enghh...
Mas, " lirih Naila yang kedinginan.
Robi mengelus
kaki Naila yang dingin. "Sabar ya, bentar lagi sampe, " ucap Robi
lembut.
●●●
Bella menatap
Robi yang menggendong Naila dengan penuh perhatian. Perasaannya menjadi hancur.
Bella menyukai Robi, sejak awal ia bertemu saat ibunya menikah dengan ayah
Robi. Bella juga merasa dirinya lebih pantas untuk Robi dari pada Naila. Bella
benar-benar tak suka pada Naila.
Apa lagi Robi
langsung memusatkan dunianya pada Naila. Robi lebih memperhatikan Naila, jauh
dari pada segalanya. Robi bahkan mau menggendong dari depan hotel hingga masuk
ke kamar. Tak cukup sampai di situ tadi selama menemani belanja juga Robi tampak
tak jenak.
"Dia kenapa
Kak?" tanya Bella yang masuk ke kamar Robi.
"Kecapekan,
" jawab Robi sambil menyelimuti Naila dan mengecup keningnya. "Mau
makan apa Na?" tanya Robi lembut pada Naila.
Naila menggeleng
pelan ia tak selera makan.
"Sup ya?
Biar anget kamu. Apa bakso?" tawar Robi memaksa Naila untuk makan.
"Nanti kalo ga makan ga sehat-sehat kamunya, " bujuk Robi.
"Yaudah
makan, sup aja ya," ucap Naila mengalah.
"Sama susu
ya, " pinta Robi yang di angguki Naila. "Bella keluar aja ya, aku mau
sama Naila, " usir Robi pada Bella sambil menggiringnya keluar kamar.
"Hah? Aku?
Keluar? " tanya Bella tak percaya Robi mengusirnya.
Robi mengangguk.
"Pintunya di tutup ya, " ucap Robi mempertegas lalu memesan makanan
untuk Naila.
Bella menatap
Naila tajam lalu pergi dari kamar Robi. Ia merasa marah karena Naila merebut
Robi darinya. Bahkan Robi sampai tega mengusirnya.
●●●
Pesanan Robi
jauh lebih banyak dari yang Naila kira. Meskipun Robi tidak memaksanya untuk
menghabiskan semuanya dan hanya meminta Naila makan agar perutnya terisi saja.
Bagi Naila makanan yang di pesan Robi tetap terlalu banyak.
"Mas makan
juga ya, " ucap Naila.
"Aku udah
makan, " jawab Robi.
"Kapan?"
Naila mengambil sendok.
"Tadi pagi,
"
"Makan ya,
makan bareng sama aku, "
Robi menghela
nafas. Ia tak sebenarnya tak bernafsu untuk makan. Tapi karena Naila memintanya
ia jadi ikut makan. Naila juga dengan telaten menyuapi Robi yang duduk di
sampingnya. Robi juga makan dengan lahap saat di suapi Naila.
"Kamu
sering nyuapin?" tanya Robi.
Naila
mengangguk. "Kadang tetanggaku nitipin anaknya di rumahku. Kalo sore gitu,
aku suapin sambil ajak jalan-jalan kalo ga nonton TV di rumah. Terus aku di
kasih upah."
"Berapa?"
tanya Robi sambil mengambilkan tisu untuk Naila.
Naila tersenyum
malu. "Dikit, cuma dua ribu. Kadang kalo nitipinnya lama sampe maghrib
gitu di kasih lima ribu, " jawab Naila malu-malu kucing.
Robi tersenyum
mendengar jawaban Naila. "Kalo kamu yang suapin rasanya enak, "
ucapnya jujur lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Aish! Aku tadi ngomong apaan sih! Ntar
geer lagi si Naila! Batin Robi merutuki ucapannya sendiri tadi.
Suara pintu
kamar terdengar di ketuk. Naila berjalan untuk membukakan pintu.
"Sebentar,
" ucap Naila.
"Ini buat
Naila, kamu dari kemarin kemana-mana pakek sandal hotel. Anggap aja ini hadiah
dari Papa buat kamu ya, " ucap Salman lalu menyerahkan paper bag besar
berisi box sepatu.
"Wah!
Terimakasih Pa! " seru Naila senang.
"Di pakek
ya, nanti kalo ga suka minta beli yang baru sama Robi," ucap Salman lalu
kembali ke kamarnya.
Robi yang
mendengar Naila berbicara dengan orang lain buru-buru menyelesaikan mandinya
padahal ingin berendam dulu rencananya. Begitu ia keluar ia melihat Naila yang
duduk manis sambil mencoba flatshoes
baru berwarna coklat dengan bunga-bunga kecil yang menghiasi. Naila tampak
sumringah mengenakannya.
"Kamu
beli?" tanya Robi yang berpikir bila Naila seperti yang Bella ucapkan.
Naila akan membeli sepatunya sendiri dan hanya perlu uang Robi.
Naila
menggeleng. "Tadi Papamu beliin, katanya aku kemana-mana pakek sendal
hotel terus. Jadi di beliin," jawab Naila sambil tersenyum sumringah.
Robi merasa
cemburu begitu tau Salman yang membelikan Naila. Salman juga memperhatikan
Naila. Padahal tadi Robi juga ingin membelikan sepatu untuk Naila tapi ia malah
kalah dari papanya sendiri. "Jelek! Ga usah di pakek! " ketus Robi
yang langsung menyurutkan senyum sumringah Naila.
"K-kenapa?"
tanya Naila sedih. "Aku suka, " ucap Naila lalu melepas sepatunya.
"Kamu ini
murahan sekali! Cuma di kasih sepatu murahan kayak gitu sudah senang.
Menjijikkan! " omel Robi yang jadi menghina Naila.
Naila diam menundukkan
kepalanya. Naila berusaha menutupi rasa sedihnya karena tiba-tiba Robi
memarahinya. Naila kira Robi akan senang bila ia senang akan pemberian
mertuanya. Naila kira Robi akan senang bila ia bisa berbaur dengan keluarganya.
Ternyata Naila salah.
Naila memasukkan sepatunya kedalam box dan merapikannya kembali kedalam paper bag. Naila sadar ia memang murah, bahkan ia sampai di jual ayahnya sendiri saking murahnya. Tapi Naila tetap sakit hati saat Robi yang mengucapkannya. Selain karena Robi suaminya dan hanya Robi yang Naila punya. Sikap lembut Robi tadi juga sudah membuat Naila mengira bila ia dan Robi bisa menjadi pasangan seperti yang seharusnya. Ternyata salah besar, hanya Naila yang mengharapkannya. [Next]
0 comments