Suara jeritan
kesakitan diiringi suara cambukan dan pukulan yang masih belum berhenti hingga
adzan maghrib berkumandang membuat Naila begitu takut dan hanya diam membeku
bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya. Hingga pagi menjelang dan ia harus
bangun untuk berangkat ke sekolah di antar ibunya yang semalam di hajar
habis-habisan oleh pria yang ia panggil ayah.
"Naila, apa
cita-citamu?" tanya teman sebangku Naila yang sedang melihatnya mengisi
biodata di notes warna-warni bergambar milik temannya sebelum akhir
pembelajaran di kelas 12.
"Ibu rumah
tangga," jawab Naila dengan mata yang berkaca-kaca menulis cita-citanya
lalu makanan favoritnya.
Suara bel
berdering nyaring di seluruh penjuru sekolah menandakan pembelajaran hari ini
sudah selesai. Naila merasa begitu berat untuk pergi dari sekolah kali ini.
Perasaannnya begitu tidak enak dan takut untuk pulang ke rumah. Naila takut
mendengar orang tuanya yang bertengkar. Naila lelah melihat ibunya yang terus
di pukuli ayahnya. Naila ingin menyudahi semua tapi ia terlalu lemah untuk
melakukannya.
“Naila, mau
pulang bareng gak? Motor baru nih, kamu belom pernah kan ku boncengin pakek
ini,” ucap Reyhan yang mencegat Naila dengan motor Yamaha Vixion berwarna putih
dengan plat yang masih berwarna putih merah.
Naila mengangguk
menerima tawaran Reyhan yang memang searah dengannya. “Motormu kok ganti? Aku
suka yang motor metik aja, naiknya ga susah,” ucap Naila setelah susah payah
naik ke atas motor baru Reyhan.
“Hahaha iya
besok aku pakek motor metik aja, aku bawa ini juga cuma buat pamer ke kamu
kok.”
“Ayahmu dapet
proyek baru ya?” tebak Naila.
“Yoi!
Kapan-kapan kita ke mall yuk, aku uang jajannya ditambahin sama mamaku.”
“Boleh, nanti
aku ijin ayahku dulu ya,” ucap Naila
sedikit ragu untuk setuju.
Reyhan terus
menceritakan soal bisnis mebel keluarganya yang dilirik oleh FS Group dan
langsung diminta untuk mengisi perabotan yang ada di beberapa kantor FS Group
juga ruangan pertemuan hotel baru FS Group. Bukan sepenuhnya milik FS Group tapi
pemilik FS Group jadi salah satu pemegang saham terbesarnya.
“Makasih Reyhan,
hati-hati ya,” ucap Naila begitu sampai di depan rumahnya.
Reyhan
mengangguk lalu langsung tancap gas pulang ke rumahnya.
"Cepat
ganti baju, ikut ayah!" perintah Edo yang tampak sudah rapi dan siap
membawa Naila pergi.
"Mau
kemana?" tanya Naila takut.
"Daripada
kamu banyak tanya mending kamu cepet pergi ke kamarmu, ganti baju, terus pergi
ikut ayah!" bentak Edo yang jadi emosi karena pertanyaan sederhana Naila.
Naila menahan
tangis dan rasa takut juga laparnya lalu menuruti ayahnya untuk ganti baju dan
mengikutinya pergi. Tak jelas Naila di bawa kemana, Naila juga tak berani
bertanya lagi. Ia melihat rumah besar yang begitu megah, suara gong-gongan
anjing penjaga menyambut kedatangannya yang datang menaiki mobil pickup yang
biasa di gunakan mengangkut kain konveksi dari pabrik. Pemeriksaan oleh petugas
keamanan berlangsung singkat.
Naila menatap
langit-langit rumah yang begitu mewah, lampu kristal yang digantung menjuntai
dengan indah dan mewah, interior berwarna putih dengan detail berwarna emas,
lantai marmer yang bersih mengkilap, dan lukisan-lukisan yang tergantung di
temboknya. Jelas empunya rumah bukan orang sembarangan.
"Ini anak
saya Naila, masih gadis, beberapa hari lagi lulus SMA..."
"Bawa dia
waktu sudah lulus, baru ku beri uangnya," ucap Robi sambil mengibaskan
tangannya dengan angkuh mengusir Edo dan Naila.
"Ayah, apa
maksudnya ini?" tanya Naila panik.
Robi tertawa
sinis menatap Naila yang kebingungan. "Bapakmu jual kamu," ucapnya
sambil berjalan menuruni tangga.
"Ayah?!"
bentak Naila tak terima. "Bilang kalo dia bohong! Ayah gak mungkin kan
jual aku?!"
Plak! Edo menampar Naila hingga
ia tersungkur di lantai.
"Stop!"
tahan Robi begitu Edo siap menghajar Naila lagi. "Kamu pukul dia lagi,
tanganmu ku lepas."
Edo mengangguk
paham dengan ketakutan mendengar ancaman Robi lalu menggandeng Naila kembali ke
mobil untuk pulang. Naila hanya bisa menangis kecewa karena ia di jual oleh
ayahnya. Witri yang tau suaminya benar-benar menjalankan niatannya untuk
menjual Naila demi uang tak bisa menyembunyikan kemarahannya lagi.
Tapi nasi sudah
menjadi bubur. Naila tetap di jual pada Robi Suandakni, pewaris tunggal FS
Group yang sudah membeli Naila dengan mahar lima ratus juta. Edo juga sudah
menandatangani kontrak dan bersepakat. Demi mempertahankan usahanya dan
melunasi hutangnya Edo tega menjual putrinya, putri semata wayangnya.
●●●
Sejak itu secara
berkala tiap dua hari sekali Naila selalu di datangi orang suruhan Robi. Entah
untuk ke dokter atau perawatan tubuh. Kadang Naila juga di antar jemput ke
sekolah karena beberapa orang yang di tugasi Robi untuk mengawasinya di
kejauhan khawatir akan keselamatan Naila. Terus begitu hingga Naila jadi
memiliki jarak dengan teman-temannya dan tak pernah bertemu dengan Reyhan atau
main dengan teman-temannya hingga lulus dan harus menghadiri pernikahannya yang
sama sekali tidak ia inginkan apa lagi rencanakan itu.
"Kamu tidak
suka?" tanya Robi yang menghampiri Naila di kamar riasnya.
Naila memalingkan
wajahnya begitu melihat pria yang sudah membelinya itu. Naila ingin menangis
dan memarahinya kalau saja ia tidak sedang dalam kondisi seperti ini.
Robi tertawa
terbahak-bahak melihat reaksi Naila yang di artikan sebaga ejekan bagi Naila.
Padahal Robi sudah berbaik hati dan berusaha menurunkan sedikit egonya untuk
Naila tapi tanggapan Naila begitu dingin padanya. Entah siapa yang malang di
sini.
"Permisi...
" ucap seorang pria yang datang menghampiri Robi sambil menunjuk jam
tangannya menunjukkan sudah waktunya Robi mengucap ijab qobul pernikahannya
dengan Naila.
Naila mengintip
dari balik jendela. Ia tak melihat ibunya, ia hanya melihat ayahnya bersama
wanita muda yang begitu mesra menemaninya. Suara saksi berseru "Sah!
" dengan semangat seiring selesainya ijab qobul yang di lafalkan Robi
dengan lancar. Seketika airmata Naila mengalir tanpa dapat ia tahan lagi. Ia
sudah resmi menjadi seorang istri dari pria yang belum ia kenal sedikitpun.
"Cup...
Cup... Cup... Jangan nangis cantik, nanti make upnya berantakan lagi... "
ucap make up artis yang menemani Naila yang panik dan berusaha menenangkannya.
Mati-matian
Naila berusaha menahan airmatanya sambil sesekali menyekanya dengan tisu. Tak
lama seorang wanita datang menjemput Naila untuk keluar menemui Robi dan tamu
yang lain. Robi tampak begitu senang melihat Naila yang masih menangis berjalan
ke arahnya.
"Salim!
Cium tangan! " geram Edo pelan karena Naila hanya duduk diam menatap Robi.
Naila menjabat
tangan Robi lalu menciumnya, tangisnya kali ini benar-benar tak bisa ia tahan
karena ibunya benar-benar tidak hadir di pernikahannya kali ini. Padahal ia
sudah sama-sama menyiapkan baju dan membayangkan hal indah bersama
dalam...entah kejadian ini berkah atau musibah.
Robi mengecup
kening lalu bibirnya cukup lama, bahkan Robi tidak malu-malu untuk memagut
bibir Naila yang hanya diam saja dari tadi. Kalau saja tidak di ingatkan oleh
naib yang menikahkannya tadi mungkin Robi sudah mengawini Naila di depan umum
juga.
"Ayah, ibu
mana?" tanya Naila setelah selesai berdoa sambil berbisik pada Edo.
"Ini ibumu
yang baru," jawab Edo sambil menunjuk wanita muda yang duduk di
sampingnya.
Naila menggeleng
pelan tak percaya dengan apa yang ia dengar, badannya langsung terkulai lemas
hingga tersandar pada Robi yang duduk di sebelahnya secara tidak sengaja.
"Ibuku, ibu Witri di mana?" tanya Naila lagi dengan suara yang
sedikit meninggi.
"Gak di
ajak! Udah diem!" Edo berusaha menenangkan Naila. "Ibumu itu dah tua,
jelek. Ayah malu ajak kesini jadi ayah ajak istri baru ayah."
Robi melirik Edo
tajam lalu merangkul Naila. "Kamu gapapa?" tanya Robi khawatir pada
Naila setelah mendengar semua percakapannya dengan Edo.
Naila menatap
Robi lalu menggeleng dengan memelas. "Bawa aku pergi dari sini... "
lirih Naila memohon pada Robi.
Robi tersenyum
senang mendengar permohonan Naila. Semua orang berdiri, beberapa keluarga dekat
Robi mendekat hendak menyalami dan berfoto dengan mempelai. Naila sudah tak
dapat berdiri lagi setelah mendengar ucapan ayahnya yang sangat memukul perasaannya.
Sudah kecewa karena di jual, sekarang Naila tau bila ayahnya nikah lagi. Pantas
saja selama ini ia di awasi oleh orang-orang suruhan Robi begitu ketat.
Naila dulu sudah
khawatir bila terjadi sesuatu dengan ayahnya. Tapi sekarang ia tau kenapa ayahnya
tak pernah ada di rumah. Kenapa ia di awasi dan di antar kesana-kemari.
Ternyata ayahnya menikah lagi selama ini. Pandangan Naila perlahan menjadi
gelap, pijakannya terasa tak setabil dan bergoyang-goyang seperti gempa,
kepalanya terasa begitu berat lalu tiba-tiba ia sudah tak sadarkan diri.
●●●
Witri hanya
menangis di rumahnya seorang diri. Ia sudah rapi menggunakan kebaya seragamnya
untuk datang menghadiri pernikahan putrinya. Ia sudah dandan ke salon dengan
cantik. Bahkan ia sudah mengambil cuti karena ingin datang ke pernikahan Naila.
Witri sudah
membayangkan betapa bahagianya putrinya nanti, meskipun ia tak menikahi pria
yang ia cintai. Paling tidak ia merasakan betapa mewah dan indahnya menjadi
ratu sehari. Apa lagi pria yang meminangnya bukan pria sembarangan. Tapi ia tak
bisa apa-apa karena suaminya malah meninggalkannya juga merusak motornya karena
ingin datang bersama istri barunya.
Witri sadar ia
sudah tidak cantik, sudah kisut. Tapi ia merasa berhak setidaknya melihat
secara langsung anaknya menikah. Meskipun ia harus datang naik motor dan
melihat dari kejauhan Witri rela. Tapi sekarang ia tak bisa apa-apa. Tak hanya
motor yang di rusak tapi dompetnya juga di ambil paksa.
"Assalamualaikum...
" ucap Pak RT yang datang membawa
surat pemberitahuan pajak bumi bangunan tapi malah mendapati Witri dalam
kondisi kacau. [Next]
0 comments