Bab 23 – Jajan
Rute bepergian
hari ini berbeda, bila biasanya akan langsung menuju hotel seperti yang Robi
rencanakan. Kali ini pergi ke sekolahan Naila dulu untuk mengambil ijazah.
Setelah itu jajan di pedagang kaki lima yang berjejer di depan gerbang. Mulai
dari es sampai jajanan pedas dan asin di beli semua satu persatu. Awalnya Robi
ingin membiarkan Naila mengantri dan hanya akan melihatnya di kejauhan. Tapi
niatnya langsung ia urungkan ketika melihat Naila ternyata masih sangat menarik
bagi para remaja seusianya.
"Boleh dong
Kak mutualan IG sama-sama anak ips nih, " ucap seorang siswa sambil
menyodorkan ponselnya pada Naila.
Robi langsung
berlari ke arah Naila dengan cukup panik.
"Halo Om.
Anaknya cantik, " puji siswa itu berusaha berbasa-basi saat melihat Robi
datang.
"Ini istri
saya, " jawab Robi dengan pandangan mengintimidasi.
Seketika
beberapa siswa yang berencana menggoda Naila langsung mundur. Tukang es dawet
yang biasanya ceria sambil mengobrol dengan pelanggan juga langsung diam tak
berani mengajak Naila bicara.
"Udah
jajannya?" tanya Robi setelah Naila membayar esnya.
"Udah,
" jawab Naila sambil menenteng plastik yang berisi banyak jajanannya
berjalan masuk ke dalam mobil.
Naila sedikit
malu saat Robi bilang ia istrinya. Meskipun ia juga tidak marah dan ada sedikit
rasa bangga bisa menjadi seorang istri. Naila merasa jadi sangat berbeda dari
semua teman-temannya. Tapi tentu saja dari pada melawan dan menolak segalanya
ia lebih memilih menikmati semua. Toh lambat laun semua akan tau.
"Yang kamu
beli tu ga sehat semua tau gak?! " bentak Robi yang melampiaskan amarahnya
pada makanan yang di beli Naila. "Pakek pewarna! Banyak micinnya! Gak
higienis!!!" Robi kembali marah-marah.
Naila tertunduk
sedih dan merasa bersalah sudah jajan tadi. Naila sadar ia harus menjaga
nutrisi dan asupannya. Ada kehidupan kecil yang masih baru hidup di rahimnya
sekarang.
"Inget kamu
ini lagi hamil! Makan sesuka hati! Ga sehat pula! " Robi terus menyudutkan
Naila. Naila juga jadi tak selera lagi dengan apa yang sudah ia beli tadi
karena Robi memarahinya. Ester dan supir yang mendengar ikut takut dan sedih
mendengar Naila di marahi Robi habis-habisan karena jajan. Apa lagi mereka tau
sudah lama Naila ingin jajan keluar.
"Tadi juga!
Apa-apaan itu bocah bau kabel kebakar tiba-tiba dateng nodongin hp segala. Mau
begal apa gimana?! Kurang ajar banget!!! " kesal Robi sambil memukul kaca
mobilnya.
Naila
memalingkan wajahnya sambil menangis. Ia benar-benar sedih, bukan karena Robi
yang memarahinya karena para siswa tadi. Tapi karena ia sudah terlanjur janan
dan tak enak hati untuk menikmati makanannya.
"Apa-apaan
tadi! Ga bermoral sekali! Masih kecil udah genit! Genit ke istri orang pula! Di
depan suaminya! Parah!! " Robi terus mengomel.
Sebenarnya bagi
Robi juga bukan mempermasalahkan jajanan yang di beli Naila. Tapi siswa yang
mengajaknya berkenalan yang jadi masalah dan ia terlalu gengsi untuk mengatakan
kalau ia cemburu.
"Terus
gimana? Aku udah terlanjur jajan, " ucap Naila dengan air mata yang
mengalir menangis memandang suaminya yang masih marah-marah.
"Kamu
nangis kenapa?" tanya Robi kaget istrinya menangis hanya karena ia
memarahinya sebentar.
"Aku udah
jajan banyak-banyak ga boleh makan. Aku pengen tapi malah di marahin, "
jawab Naila jujur.
Robi memejamkan
matanya berusaha meredam emosinya. Kenapa bisa istrinya hanya berpikir jajan
sementara ia sudah begitu besar menaruh cemburu dan hal yang paling membuat
Robi kesal karena Naila tak merayunya karena cemburu tapi malah memikirkan
jajanannya.
●●●
"Robi
mana?" tanya Katrina yang datang ke rumah Robi sambil membawa banyak
parsel.
"Tuan
keluar makan siang, " jawab kepala pelayan sambil mengantar Katrina masuk.
"Istrinya?"
tanya Katrina sambil tersenyum dengan wajah datar sedikit merendahkan
menanyakan soal Naila.
"Nona,
"
Plak! Katrina
menampar kepala pelayan lalu tersenyum dengan gigi yang bergemeletuk menahan
emosi. "Hanya Bella yang layak di panggil Nona. Beraninya kamu panggil
wanita rendahan itu Nona!" bentak Katrina lalu menatap dengan pandangan
mengintimidasi pada kepala pelayan.
"Nona
Muda."
Plak! Plak! Katrina kembali
menampar dengan lebih keras.
"Juga
sedang pergi bersamamu Tuan, " lanjut kepala pelayan tanpa peduli pada
Katrina yang menamparnya.
Katrina menghela
nafas kesal. Terlalu beresiko bila menitipkannya di sini tanpa sempat bicara
membujuk Naila untuk meminum rebusan rumput fatimah nya. Robi bisa mengamuk dan
marah besar. Tentu itu tidak di inginkan Katrina.
"Mana
menantuku?" tanya Salman yang langsung masuk ke dalam sambil di ikuti
pegawainya membawakan beberapa hadiah untuk Naila. "Hahahaha kamu pasti
sengaja kan dateng ke sini ga bilang aku?" ucap Salman pada Katrina yang
kaget dan berusaha tidak panik melihat kedatangannya. "Kamu pikir kamu
bisa mengelabuhi aku? Big No! No! " Salman kembali tertawa penuh
kemenangan.
Katrina sudah
mengumpat dan memikirkan bagaimana cara mengelabuhi suaminya atau paling tidak
mengelak bila ia sampai ketahuan.
"Aku ga
bakal kalah dari kamu! Aku yang bakal manjain menantuku! Kamu kira aku gak tau
kalo kamu diem-diem mau jengukin Naila. Hahaha tidak bisa! Aku gak bakal kalah
nyambut cucuku! " ucap Salman sambil memamerkan hadiah bawaannya.
Katrina langsung
bernafas lega mendengar suaminya yang begitu polos. Hampir saja jantungnya
copot. Tapi sekarang ia paham bagaimana cara memanfaatkan situasi ini.
"Aku
sengaja membawakan stroberi, lemon dan mangga muda. Pasti aku yang menang,
" ucap Katrina sambil memamerkan parselnya.
Salman langsung menyipitkan matanya pada Katrina. "Liat aku bawa yang lebih keren lagi," empat orang pegawai datang membawa freezer box ice cream yang masih baru.