Bab 42 - Jalu
Naila hanya
sibuk mengurus bayinya yang begitu ia perhatikan dan ia sayangi. Bahkan suster
yang di pekerjakan Robi nyaris hampir tak di gunakan jasanya oleh Naila. Karena
Witri juga memilih mengambil pensiun dini untuk ikut merawat cucunya. Naila
juga sabar dalam menenangkan tiap bayinya menangis hingga tenang dan terlelap.
Bahkan saat Robi ingin membantu pun Naila ragu bila suaminya bisa. Jadi Robi
hanya kebagian mengawasi jagoan kecilnya saat tidur atau bermain dengannya
sebentar saat bangun. Itupun tak selang lama Jalu nenen lagi hingga terlelap.
"Sayang,
" Robi sedikit merengek pelan sambil memeluk Naila yang duduk bersandar di
tempat tidur masih memandangi bayinya yang baru saja terlelap.
"Iya Hubby, " jawab Naila berbisik tapi
masih memandangi anaknya. "Ih ganteng banget anakku, " ucap Naila
lalu mengecup pipi bayinya dengan gemas.
"Kamu kok
ga pernah perhatiin aku sekarang, " keluh Robi pelan sambil meremas ujung
daster yang di kenakan Naila.
Naila menatap
suaminya lalu mengelus rambutnya dengan lembut. "Mas liat deh anak kita
ganteng banget mirip kamu, " ucap Naila.
Robi bangun dan
ikut duduk bersandar di samping Naila. "Sayang kamu ga bosen kan sama
aku?" tanya Robi.
"Astaghfirullah,
Mas kok ngomong gitu?"
"Ya kamu ga
pernah sayangin aku lagi kayak dulu, Sama Jalu mulu, Sama akunya kapan?"
"Mas
cemburu sama bayi?" Naila langsung meletakkan bayinya. Tapi baru sebentar
Jalu sudah terbangun kaget dan menangis. Naila membiarkannya sambil menatap
Robi. "Mas tega liat Jalu nangis kayak gini?" tanya Naila tanpa
menggendong bayinya lagi dan hanya menatap Robi.
Robi menggeleng,
Naila kembali menggendong bayinya sambil menghela nafas.
"Mas ga
sayang ya sama Jalu?" tanya Naila pelan lalu bangun dan tak lama bayinya
memuntahkan asi yang tadi ia minum.
Naila langsung
berlari ke kamar mandi. Tak lama Witri datang untuk membantunya. Robi hanya
diam di tempat tidur, ia tak bermaksud untuk tidak menyukai darah dagingnya
sendiri. Tapi Robi takut bila Naila tak mencintainya lagi. Robi takut seluruh
perhatian Naila akan di berikan pada anaknya saja. Bahkan sudah lama ia tak berhubungan
intim. Tapi Naila tak bisa memahaminya.
"Biar ibu
aja yang jagain," ucap Witri lalu menggendong Jalu membawanya ke kamarnya
sendiri untuk di tidurkan.
Naila kembali ka
kamar mandi untuk mengganti pembalutnya sebelum kembali menemani suaminya dan
melanjutkan obrolannya tadi.
"Aku sayang
sama Jalu, tapi aku ngerasa kamu jadi ga sayang lagi sama aku. Gitu aja, "
Robi menjawab dengan sedih pertanyaan yang tadi sempat terjeda.
"Hah?! Kok
Mas bisa mikir gitu? "
"Ya kita
dah lama ngesex. Kamu juga bilang ga bisa terus, "
Naila tertawa
mendengar ucapan suaminya. "Aku mau Mas, tapi aku masih nifas. Sabar ya,
nanti kalo dah selesai aku kasih tau. Selain itu jahitan bekas operasinya juga
kadang nyeri. Mas sabar ya," ucap Naila lalu memeluk Robi.
Robi tersenyum
lalu mengangguk sambil membalas pelukan istrinya. "Aku takut kamu ga
sayang aku lagi, " lirih Robi.
"Eeeh, Ya
ga mungkin lah, " jawab Naila lalu mengelus-elus punggung suaminya yang
memeluknya.
"Ya kan
dulu kamu sayangnya ke aku aja, apapun aku yang di perhatiin. Sekarang aku
jarang di perhatiin," rengek Robi.
Naila tertawa
kecil lalu mengecup kening Robi. "Harusnya aku yang ngerengek gini Hubby, " ucap Naila yang
makin membuat Robi merengek manja. "Hihihi babynya aku jadi ada dua
sekarang, " ucap Naila lalu menepuk-nepuk punggung Robi dengan lembut.
Robi terus
berebut kasih sayang Naila bersama anaknya. Robi tentu saja menyayangi Jalu.
Tapi ia tetap ingin lebih di sayang Naila. Bahkan anaknya yang terus tumbuh itu
juga tampaknya paham bila ia sudah punya rival. Jalu tampak terbiasa menyusu
sambil tetap memegangi payudara Naila yang lainnya dengan tangan kecilnya.
Seolah mengatakan kalau Naila adalah punyanya.
Robi juga tak
bisa banyak berbuat karena Naila akan marah kalau ia mengganggu putranya yang
sedang menyusu atau tidur. Begitu terus hingga usia Jalu dua tahun dan Robi
meminta Naila berhenti menyusui Jalu karena di anggap sudah besar. Apa lagi
Jalu mulai banyak bicara dan sudah bisa makan apapun.
"Papa
Mama!! " seru Jalu sambil berlari masuk ke kamar orang tuanya dan berusaha
naik ke tempat tidur.
"Eh anak
mama, Ada apa ganteng, " sambut Naila lalu membantu putranya naik dan
langsung memeluknya.
"Nenen,
" ucap Jalu yang langsung siap membuka mulut begitu melihat mamanya telanjang.
"Eeh! No!
No! Adek udah besar, " ucap Robi yang langsung menutupi dada Naila dengan
tangannya yang membuat Jalu menangis dan sebal.
"Aaaaaaa!!!!
" Jalu mulai menjerit lalu berusaha menyingkirkan tangan papanya yang
menutupi nenen mamanya. "Aduh peyut aku sakit kalo tidak nenen, "
rengek Jalu sambil menangis dan memegangi perutnya.
Naila tertawa
mendengar putranya yang mengada-ada agar boleh nenen. Tapi akhirnya ia
mengijinkan Jalu untuk menyusu karena tidak tahan melihat wajahnya yang begitu
memelas.
Robi sedikit tak
terima dengan keputusan Naila karena ia merasa Jalu akan jadi manja bila selalu
dapat apa yang ia mau. Tapi ternyata Jalu sangat perhatian pada mamanya. Jalu
berhenti nenen ketika melihat bercak-bercak merah bekas kiss mark yang ada di
dada dan leher mamanya.
"Ini
sakit?" tanya Jalu sambil menunjuk kissmark yang ada di dada bundanya.
"Gatal ya?" tanya Jalu lagi.
Naila menunduk
melihat bagian yang di tunjuk Jalu. "Oh, iya nanti di obatin ya, "
jawab Naila.
Jalu mengangguk
lalu kembali nenen. Robi menghela nafas sepertinya menghentikan kebiasaan
putranya untuk menyusu akan sulit.
"Ini semua
nenenku! Punyaku! " ucap Jalu yang dari tadi beradu pandang dengan
papanya.
"Nenennya
itu bekasnya papa semua. Sebelum kamu nenen papa duluan yang nenen, " ucap
Robi dengan bangga.
Jalu langsung melongo dan kembali melepas nenennya. Ia begitu kaget ternyata ia dapat nenen bekas papanya. Entah apa uang di pikirkan balita itu tapi yang jelas ucapan Robi sukses membuat Jalu berhenti nenen.