Bab 21 – Klub Baru
Mood Robi sangat baik dan sangat
ceria sejak Naila hamil. Tiap malam juga Robi selalu mengelus-elus perut Naila
dengan lembut lalu menciuminya meskipun Naila merasa malu dan geli. Kamar yang
di janjikan Robi untuk Naila juga sudah selesai. Tinggal merapikan barang-barang
yang Naila inginkan seperti komputer dan sofa kama sutra yang terlanjur di beli
karena bentuknya seperti perosotan.
"Mas, nanti
malem aku tidur di kamarku ya, " ucap Naila meminta izin pada Robi.
"Boleh,
nanti malem aku mau ke party temenku
sebentar ya, " Robi ikut meminta ijin lalu memeluk istrinya dan mengecup
keningnya.
"Iya
Mas," jawab Naila lalu melepas pelukannya pada Robi untuk pergi ke kamar
barunya yang bernuansa biru muda dan pink.
●●●
"Calon
bapak baru dateng guys! " sambut Bara begitu Robi datang ke klub. "Congrats ya Bro, " ucap Bara ikut senang.
"Robi
beneran punya anak cepet?" tanya Rey kakak laki-laki Bara yang datang di
pembukaan klub milik adiknya itu.
"Udah
program Kak, begitu sah langsung gas! " jawab Robi senang dan bangga yang
membuat Rey tertawa terbahak-bahak mengingat ia juga begitu bersama istrinya
dulu.
Bara melambaikan
tangannya pada pelayan. "Buat siapa?" tanya Rey yang paham bila
adiknya ingin memesan minum.
"Kita lah,
kan party, " jawab Bara.
"Aku ga
minum, istriku hamil! " seru Rey.
"Sama aku
ga pengen minum," ucap Robi kompak dengan Rey.
Bara sedikit
kecewa karena ia tak punya teman minum. Tapi ia tetap meminum tiga gelas beer yang baru datang sembari mengobrol.
"Aku takut
termakan perasaanku, " ucap Robi memulai pembicaraan yang lebih dalam dari
sekedar basa-basi sambil membahas soal bisnis.
Rey mengangkat
sebelah alisnya bingung. Bara diam menyemak menunggu Robi melanjutkan
ucapannya.
"Aku takut
ada perasaanku yang lain tumbuh buat Naila. Aku takut kalo aku lebih
mementingkan dia dari pada tujuan awalku, "
Plak! Rey reflek
menampar Robi. "Suami itu seharusnya cinta sama istrinya, istri nomor
satu, baru anak. Kalo kamu sayang istri, istri bakal maksimal sayang ke anakmu.
Heh! Kamu inget ya, kita-kita ini cuma nyumbang sperma, kasarnya kencing dong.
Sisanya istri yang urusin. Dia yang hamil dia yang lahirin. Kamu ini jahat
banget mikir kayak gitu! " omel Rey.
"Tapi dari
awal aku emang ga cinta dan dia tau. Aku beli dia cuma buat kasih anak doang,
" ucap Robi kekeh ingin mempertahankan perasaannya.
"Dia kasih
kamu anak, kamu kasih dia apa?" tanya Rey merendahkan Robi.
"Uang,
hidup mewah, "
"Setara gak
itu? Dia kasih kamu anak taruhannya nyawa. Kamu kasih dia uang taruhannya
apa?"
Robi diam tak
bisa membantah dengan pandangan tertunduk. Bara juga tak bisa membantu karena
juga takut pada kakaknya bila sudah serius.
"Terus kamu
mau apa kalo dia dah kasih anak? Cerai?" tanya Rey sambil menghela nafas.
Robi langsung
melotot tak setuju. Ia tak mau Naila hilang dan tidak dalam kendalinya. Apa
lagi Robi baru ingat bila Naila meminta kamar sendiri dan mulai memberi jarak
dengannya. Robi langsung menaruh curiga pada Naila. Bagaimana bila Naila
diam-diam berselingkuh darinya? Bagaimana bila Naila melawannya? Bagaimana bila
Naila berusaha kabur darinya? Bagaimana bila akhirnya Naila pergi darinya?
"Iya Han,
" ucap Rey yang langsung mengangkat telfon dari istrinya sambil berjalan
keluar. "Ini mau pulang, Tunggu bentar ya, " sambung Rey lalu
menyalimi Bara dan Robi sebelum pulang.
"Aku
panggil cewek-cewek gimana?" tawar Bara begitu kakaknya menjauh.
Robi menggeleng
lalu ikut pulang tanpa pamit. Robi berharap Naila sudah tidur saat ia sampai
rumah. Robi ingin memastikan ia masih memegang kendali atas semuanya terutama
atas istrinya saat ini. Robi sudah ketakutan akan adanya pemberontakan dan
perlawan dari Naila.
Tapi saat ia
pulang Naila tak ada di kamar barunya, tidak ada juga di kamar Ibunya. Robi
mulai panik dan ketakutan.
"Mas udah
pulang?" sapa Naila yang menuruni tangga dari kamar Robi sambil
merentangkan tangan untuk memeluk Robi. "Aku kangen, ga bisa tidur
sendirian.. " ucap Naila sambil memeluk Robi dengan erat.
Robi tersenyum
lega sambil menghela nafasnya lalu mengecup kening Naila dan menggendongnya
kembali ke kamar.
"Malam ini
aku tidur sama Mas ya, besok aku di kamarku sendiri," ucap Naila sambil
berpegangan pada bahu suaminya.
Robi tertawa
lalu geleng-geleng kepala. "Kamu pengen banget pisah ranjang ya?"
tanya Robi.
Naila
menggeleng. "Aku pengen ga ganggu kamu, Mas. Kan aku dah hamil, ga bisa
ngasih jatah, " ucap Naila pelan dengan malu-malu.
Robi tersenyum
mendengar jawaban istrinya.
"Selain itu
kadang aku ngerasa capek sama kehidupanku," ucap Naila sambil menghela
nafas.
"Ga usah di
pikirin, kamu bilang aja masalahmu apa. Aku yang selesaikan, " ucap Robi
lalu membuka pintu kamarnya dan menurunkan Naila di tas tempat tidur.
"Di
selesaikan gimana? Pakek uang?" tanya Naila sambil menatap Robi yang
kembali menjauh untuk ganti baju dan bersiap tidur.
"Ya pakek
apa lagi? Apa sih yang ga bisa di beli?" jawab Robi yang balik melempar
pertanyaan dengan angkuh.
"Beberapa
hal ga bisa di beli. Kadang di kasih uang juga bikin sakit hati, "
"Misalnya?"
tantang Robi.
"Hubungan
kita, hubungan aku sama anakku nanti," jawab Naila dengan tenang.
Robi terdiam. Dia baru saja kalah argumen dengan istrinya.