Bab 25 – Hotel Baru
"Udah?"
tanya Robi yang menunggu di depan toilet wanita.
Naila mengangguk
lalu menggandeng tangan suaminya dan berjalan menyusuri lobi hotel menuju
sebuah kamar milik Robi. Tapi begitu sampai Naila tertawa terbahak-bahak, kamar
bergaya klasik modern itu tidak jauh beda dari kamar yang ada di rumah. Hanya
saja warna kali ini di dominasi warna merah marun, hitam dan ornamen dari kayu.
"Kenapa?
Jelek?" tanya Robi.
"Bagus,
tapi kalo gini namanya mindah kamar aja. Bukan ganti suasana."
"Suasananya
beda, lagian ini keren. Seleraku sudah terlalu sempurna untuk di sempurnakan
lagi dan di ganti."
"Tapi..."
"Ssttt! Aku
tidak mau di kritik, " Robi langsung menggendong Nila ke tempat tidur.
Naila menjerit
pelan lalu berpegang pada bahu Robi. "Kamu ganteng Mas," puji Naila
sambil memandangi wajah suaminya.
"Haish!!! " desah Robi salah tingkah
lengkap dengan rona di pipinya secara alami. "Kamu pengen apa? Kenapa
tiba-tiba muji kayak gitu? Aku masih inget ya kamu pelit banget tadi di mobil!
" ucap Robi menutupi perasaannya lalu menidurkan Naila dan menggelitikinya.
Naila tertawa
karena geli lalu berusaha menahan tawanya agar Robi berhenti menggelitikinya.
Tapi karena Naila menahannya dan Robi tak habis akal untuk menggelitiki
istrinya itu membuat Naila tak bisa menahan tawa. Tapi kali ini bukan karena
digelitiki tapi karena kentut menahan tawanya yang cukup terdengar. Robi juga
ikut tertawa terpingkal-pingkal mendengar suara kentut Naila yang menahan tawa.
"Maaf,
" ucap Naila di sela tawanya. "Mas sih! " sambungnya menyalahkan
Robi sambil mengelus perutnya yang sedikit lebih buncit.
"Mommymu tuh ketawa di tahan jadi kentut,
mana kenceng lagi, " ucap Robi lalu mengecup perut Naila.
Naila hanya
tersenyum lalu mengalihkan tangan dari perut sambil menatap Robi yang tampak
begitu menyayangi calon buah hatinya. Robi yang santai dan tidak mudah marah,
lebih lembut, penyayang. Meskipun Naila ragu apakah Robi akan tetap
menyayanginya dan selembut ini bila ia sudah tidak hamil dan Robi tidak punya
kebutuhan apapun lagi dengannya.
"Mas,
" panggil Naila lalu segera menggeleng mengurungkan niatnya untuk bertanya
agar tidak merusak suasana.
"Makan yuk!
" ajak Robi lalu bangun dan membuka gorden yang menunjukkan pemandangan
kota. "Kalo malem nanti bagus pemandangannya, " ucap Robi.
Naila mendekat
memandangi hiruk-pikuk kota di siang hari. "Kita di sini sampe
kapan?" tanya Naila.
"Nginep?
Biar kamu liat pemandangannya waktu malem, " jawab Robi lalu menggandeng
Naila keluar.
Naila mengangguk
dengan cepat sambil tersenyum sumringah.
Makan siang kali
ini tak sendiri, Bara dan pacarnya ikut. Bukan Tina tapi Via pacarnya yang baru
lagi. Robi cukup sanggung saat melihat Bara bersama Via. Meskipun ia tau bila
sahabatnya itu super playboy tapi
kali ini yang paling membuat Robi tidak nyaman. Ia berharap Tina yang datang
agar bisa memberikan penilaian saat melihatnya bersama Nila.
"Mau
kemana?" tanya Robi saat Naila berdiri hendak mengambil makanan yang ada
di tengah karena tangannya tidak sampai. "Ini, " ucap Robi sambil
mengambilkan cumi goreng yang ingin di ambil Naila lalu kembali asik mengobrol
dengan Bara.
"Naila, ini
kalo mau ke mall bisa jalan doang
loh. Kemarin suamimu cerita kamu mau ke mall,
" ucap Bara pada Naila.
Naila diam
sejenak menyelesaikan makanan yang ada di mulutnya. "Pengen, tapi aku
belum pernah ke mall yang situ.
Biasanya aku ke mall deket kampus itu
loh."
"Jauh amat,
" komentar Robi.
Naila
mengangguk. "Tapi kan deket sama sekolahan tempat ibu kerja. Biasanya
kesana kalo ibu gajian, kadang kalo temenku ulang tahun," jawab Naila
sambil tersenyum mengingat kenangan indahnya.
"Sama ibu
belanja bulanan ya?" tanya Via mencoba dekat dengan teman-teman Bara.
Naila
menggeleng. "Jajan es krim sambil ngobrol aja. Terus makan steak yang udah
sepaket sama minum. Terus pulang deh."
"Aku sering
belanja bulanan di sana, murah sering promo, " ucap Via agar di anggap
sederhana oleh Bara dan Robi.
"Ibu ga
pernah belanja bulanan, paling sabun. Tapi belinya kayak di swalayan toserba
gitu. Sama beli minyak, mi instan. Disana lebih murah Kak, kalo makan nunggu
kang sayur lewat."
Semua
mengangguk. Baru tau kalau masih ada tukang sayur keliling.
"Ku kira
cuma ada di TV loh kang sayur, " ucap Bara yang di angguki Robi.
●●●
"Itu
Naila?" bisik Siska pada dua teman Naila lainnya yang sama-sama menjaga
stand bazar di hotel yang kebetulan dapat jatah makan dari tempatnya magang.
"Iya Naila!
Eh tapi kok ga sama orang tuanya ya?" saut Juli yang ikut melihat ke arah
satu-satunya bangku tamu yang terisi selain di tempatnya yang ada pembatasnya.
"Kayak
Naila ya? " ucap Oki yang melihat Naila sedari tadi. "Katanya
keluarganya bangkrut, ortunya cerai, bapaknya aku pernah papasan dah punya
istri baru. Kok bisa makan di sini?" sambung Oki sambil memicingkan mata
memastikan kalau yang ia lihat benar-benar Naila.
"Sama
keluarganya yang lain kali, om, sepupu, " ucap Juli berusaha positif
thinking.
"Apa
mungkin bukan Naila kali ya? Aku liat statusnya dia abis cap tiga jari sama
ambil ijazah. Paling bukan dia, " ucap Siska menepis kecurigaannya.
"Iya, orang dia jatuh miskin mana kuat kesini, " imbuh Oki lalu sama-sama cekikikan menertawakan nasib Naila yang nelangsa.