Bab 22 – Rumput Fatimah
Semua orang
bekerja dengan baik di rumah mempersiapkan sarapan untuk Robi dan Naila. Tak
hanya itu tapi juga mengurus taman dan menyiapkan segalanya seperti biasa.
Semua orang merasa ini hari yang paling damai. Tapi begitu Robi dan Naila
selesai sarapan, ketegangan baru saja di mulai.
"Naila,
" panggil Robi yang menghentikan aktivitas Naila yang sedang mencabuti
daun pada buah stroberinya.
Naila hanya
menatap Robi sejenak lalu kembali fokus ke stroberinya yang akan di campur
dengan perasan lemon.
"Adek, "
panggil Robi lagi yang mendapat respon yang sama. "Kamu bahagia gak sih
nikah sama aku?" tanya Robi.
Seketika semua
orang diam membisu kaget dengan pertanyaan Robi termasuk Naila. Semua orang
sudah langsung berdoa agar naila mengucapkan kalimat yang menyenangkan hati
Robi sebelum hari yang damai ini menjadi seperti neraka.
"Bahagia,
tapi aku merasa kayak di culik kadang-kadang, " jawab Naila sambil tertawa
kecil.
Robi diam lalu
menundukkan kepalanya sebelum kembali menatap Naila lagi.
"Biar kamu
ga merasa kayak gitu aku harus apa?" tanya Robi sedikit memelas memandang
Naila.
Beberapa orang
perlahan bergerak kembali bekerja agar Robi tidak curiga meskipun masih ingin
menguping pembicaraan Robi kalau saja kepala pelayan tidak datang mengawasi.
"Aku ga tau,
aku dari dulu terkekang. Jadi aku dah biasa. Cuma sekarang lebih terkekang
banget dari sebelumnya. Aku ga boleh keluar, aku suka belanja bulanan, jajan,
makan di luar, jajan, main sama temenku, " jawab Naila lalu mulai memakan
stroberinya. "Emmm,. Enak!!! " ucap Naila menikmati makanan
penutupnya.
Robi diam
memandangi istrinya cukup lama. "Kalo ku bolehin keluar tapi di jam
tertentu gimana?" tanya Robi.
"Ga usah,
temenku sekarang sibuk semua. Pada kuliah lah, cari kerja lah, kursuslah, Aku
juga ngurus kamu. Kapan-kapan aja keluarnya. Lagian kalo ga ada kebutuhan
ngapain keluar?" jawab Naila yang membuat Robi tersenyum.
"Temanku
Bara, inget?" Naila mengangguk. "Kan dia bikin hotel. Aku investasi
disana 25%, aku bikin kamar sama ruang kerja. Biar kita bisa keluar cari
suasana baru, " lanjut Robi yang sebenarnya hanya ingin pindah kamar saja.
Naila tersenyum
sambil mengangguk senang.
"Nanti kita
jalan ke sana yuk habis ini. Nanti kita makan siang di sana, " ajak Robi
yang jelas membuat Naila senang.
●●●
Katrina tampak
begitu muram ketika melihat seorang desainer interior datang bersama suaminya.
Suaminya sudah berniat merubah salah satu kamar yang bersebelahan dengan kamar
Robi di rumahnya sebagai kamar anak-anak. Tentu saja hal ini berkaitan erat
dengan kehamilan Naila yang baru menginjak usia dua bulan.
Salman sudah
sibuk menyiapkan segalanya untuk menyambut cucunya meskipun harus menunggu
waktu untuk kelahirannya. Salman bahkan diam-diam memberi saham secara pribadi
sebanyak 2% untuk Naila sebagai hadiah karena menjadi istri Robi. Juga 3% untuk
calon cucunya nanti. Meskipun Salman tak berniat memberikan jabatan dan posisi
strategis pada Naila, Salman tetap membuat Katrina iri apa lagi putrinya sama
sekali tak pernah di beri jatah saham.
"Papi,
Sayang, Apa ga terlalu dini menyiapkan kamar untuk bayi yang bahkan masih lama
lahirnya, " ucap Katrina manja pada Salman.
"Tentu
tidak. Aku ingin memberikan yang terbaik pada cucuku, " jawab Salman.
"Tapi kita
belum tau anaknya laki-laki atau perempuan,"
"Menurutmu
kenapa aku bawa desainer interior kalau aku tau apa jenis kelaminnya."
Salman sibuk
menentukan warna-warna netral yang cocok untuk segala gender tapi juga elegan.
Sementara Katrina merasa di abaikan dan memilih kembali ke ruangannya untuk
memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan.
"Mami!!!
" seru Bella dengan ceria ke ruangan ibunya dengan sebuah tas belanja.
"Apa
itu?" tanya Katrina.
"Rumput
fatimah, " jawab Bella dengan wajah sumringah.
Tak lama setelah
mendengar ucapan Bella dan melihat barang yang selama ini ia cari ketemu
membuat Katrina senang dan sumringah. Ia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya
lagi. Sudah banyak rencana di kepalanya untuk menyingkirkan Naila dan janinnya.
"Wah bener!!"
seru Katrina lalu mengamati rumput fatimah kering yang di bawakan putrinya.
"Mami olah, nanti kamu anter ya ke sana, " ucap Katrina.
"Aku? Why
must me?" tolak Bella.
"Ya mau
siapa lagi?" tanya Katrina jengah.
"No! Big no! No! Pertama aku masih
kesel sama kak Robi. Kedua, dimana harga diriku habis di usir masih dateng.
Ketiga, jelas kalo ini reaksinya cepet di Naila, aku bakal langsung di curigai!
Ogah! Aku ga mau nambah masalah. Mending mami aja sendiri," tolak Bella
mentah-mentah.
Katrina menghela
nafas lalu mengangguk pelan. Bella benar, tapi ia juga tak mau melakukannya
sendiri. Tapi misi harus tetap berjalan apapun caranya. "Yaudah, nanti
biar mami sendiri! " seru Katrina lalu pergi ke dapur untuk mulai mengolah
rumput fatimah yang sudah ia peroleh.
Bella sudah tak
mau ikut campur lagi dengan urusan maminya yang bisa begitu tega pada Naila dan
janin di kandungannya yang sebenarnya keduanya tidak berbuat salah apapun
padanya. Tapi meskipun begitu jauh di lubuk hati Bella ia juga mencintai Robi dan ia ingin memiliki Robi seutuhnya kalau saja orang tua merek tidak menikah seperti sekarang.