0
Home  ›  Chapter  ›  Heir Baby

Bab 24 - Jari

Bab 24 - Jari-1

Robi menghela nafas. Ia merasa harga dirinya di injak-injak bila ada yang menggoda Naila. Entah sejak kapan ia jadi punya perasaan seperti itu. Tapi Naila sama sekali tak bisa memahaminya. Bahkan Robi sudah terang-terangan memberi kode padanya tetap tidak mempan.

"Yaudah boleh makan tapi sesuap doang ya, nyicip aja, " ucap Robi mengalah dan menurunkan ego juga gengsinya.

Naila hanya menatap Robi dengan wajahnya yang memelas. "Beneran? "

Robi menghela nafas lalu mengangguk dan memeluk Naila. "Iya gapapa, " ucap Robi lalu mengecup kening Naila.

"Tuan, telfon, " ucap Ester menyerahkan ponselnya pada Robi.

"Iya?" saut Robi. "Em, Bilang kalo aku pulang malam, nanti biar aku yang berkunjung kesana sama Naila, " ucap Robi lalu mengembalikan ponsel milik Ester.

Robi melihat istrinya menikmati jajanan yang ia beli. Mulai dari tela-tela, pangsit, batagor, sampai akhirnya ke bakso kuah.

"Hmmm... Sesuap kok dah mau habis," sindir Robi yang di balas dengan cengiran oleh Naila.

"Kan cuma beli dikit. Beli cuma tiga ribu mau berapa suap, " ucap Naila lalu menyodorkan tela-telanya menawari suaminya.

Robi menatap ngeri ke arah tela-tela berbumbu balado merah yang di sodorkan istrinya. Robi membayangkan betapa banyaknya pewarna makanan di dalamnya, minyak dengan kualitas buruk, tukang masak tidak higienis. Tapi ia tak mau bila Naila sakit perut sendiri.

"Kotor, serbuknya nanti kemana-mana, " ucap Robi.

"Yaudah kalo ga mau gapapa."

"Mau! " Robi membuka mulut minta di suapi.

Naila tersenyum lalu menyuapkan sebuah potongan tela-tela pada Robi. Robi mulai mengunyah dengan alis bertaut mencoba menikmati makanan yang baru saja di berikan istrinya.

"Enak kan?" tanya Naila. Robi mengangguk ragu. "Ini, coba ini juga Mas," Naila menyuapkan pangsit pada Robi.

Robi pasrah menerima suapan istrinya. "Yang bulet-bulet itu apa?" tanya Robi.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Cimol, ga pernah coba?"

"Aku sekolah SD di Jepang ga ada yang jual ginian, smp sma di sekolah internasional private juga, kuliah di Singapore. Aku ga familiar."

"Masa kalo main ga pernah liat?"

"Enggak, aku ga pernah main di pinggir jalan kayak kamu."

Naila mengangguk paham lalu menyuapkan cimol untuk suaminya. "Jangan banyak-banyak cimolnya ya."

"Kenapa?" Robi mengangkat sebelah alisnya.

"Enak, aku suka. Udah langganan situ, " jawab Naila yang tidak dapat di bantah Robi.

"Apa lagi itu yang panjang-panjang pakek saos kacang?"

"Cakwe, ga enak! Udah ga usah, " larang Naila mendadak dan langsung memunggungi Robi.

"Kok kamu pelit! " protes Robi.

"Cuma beli ma ribu. Dikit. Aku suka."

"Dikit doang coba! Segigitan, " paksa Robi.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Segigitan kecil aja ya! "

"Iya!! "

Naila memotongkan separuh untuk Robi lalu menyuapkannya.

"Ini enak!" ucap Robi lalu menarik tangan tangan Naila dan menghisap jarinya.

"Maaassss!!! " jerit Naila lalu menepuk bahu Robi karena menghisap jarinya.

"Sukurin! Pelit sih! " ucap Robi lalu memalingkan wajahnya yang tersipu karena baru saja melakukan hal yang memalukan.

Naila juga ikut memalingkan wajahnya yang memerah dan perasaannya yang tiba-tiba aneh saat Robi menghisap jarinya. Nafasnya sedikit memburu, perutnya seketika di penuhi kupu-kupu. Senang, geli, malu, basah, hangat, lembut. Semua bercampur jadi satu.

Robi memberikan tisu basah pada Naila lalu kembali memalingkan wajahnya. Jujur Robi juga merasakan hal yang sama, senang dan intim bersama Naila. Naila seperti banyak mengisi segala ruang kosong di hati Robi. Ada rasa seperti ibu, tapi juga istri yang sabar, seperti seorang adik perempuan yang benar-benar adik. Adik yang bertengkar dengan kakaknya karena berebut makanan seperti tadi, bukan adik yang berebut saham dalam diam. Kadang Naila juga terasa seperti anak perempuan Robi yang harus di perhatikan dan melawannya dengan manja. Segala hal yang ingin Robi rasakan dapat di penuhi oleh Naila.

"Itu kamu makan apa? Kok pakek saus kacang sama pasta merah?" tanya Robi.

"Pasta? Saos. Cilok. Ga enak udah. Ga usah! " jawab Naila.

"Dih kok pelit! " ucap Robi dan mulai keributan yang sama seperti sebelumnya lagi.

●●●

Salman tampak bosan menunggu Robi dan Naila pulang. Ia sudah tidak sabar melihat wajah sumringah dan ceria Naila yang menerima pemberiannya. Dari semua anak-anak yang pernah ia beri hadiah baru Naila yang begitu ceria dan senang saat menerima hadiah darinya. Sangat jauh berbeda dari Bella apa lagi Robi yang jadi kaku dan diam sejak ibunya meninggal.

Salman memandangi istrinya sebentar lalu kembali memandangi langit-langit rumah yang di tinggali Robi. Katrina dan Frida adalah orang yang berbeda. Kadang Salman menertawakan dirinya sendiri karena sudah berharap akan mendapatkan Frida lagi dalam diri Katrina. Ternyata ia tak bisa menggantikan posisi Frida di hatinya, Katrina juga gagal mengisi kekosongan yang ada.

"Pulang yuk Pi, " ajak Katrina sambil berjalan menenteng tasnya dari dapur.

"Sekarang Robi dah ada istri, dah ada yang sayangin dia, " ucap Salman lalu menepuk-nepuk sofa di sampingnya agar Katrina duduk menemaninya. "Rasanya kayak baru kemarin Frida ngamuk ke aku gara-gara aku pacaran sama kamu. Kayak baru tadi pagi Robi pulang dari singapore terus ngusir aku, "

"Kita," ralat Katrina. "Robi marah terus ngelempar aku malah kena ke Bella. Kasian Bella. Tapi itu kan masa lalu Pi, ga usah di inget lagi, " lanjut Katrina lalu bersandar dengan manja pada suaminya.

Salman tersenyum kecut lalu menghela nafas. Masih ada sedikit rasa sedih dan rasa bersalah yang tak dapat terus ia sembunyikan. Salman merasa berdosa karena menelantarkan istrinya yang sakit keras untuk ganti istri, Robi juga jadi mengambil jarak dengannya. Tapi mau bagaimana lagi, bagi Salman. Katrina adalah pilihan yang tepat. Semua hanya masalalu, rasanya kata-kata itu ada benarnya juga.

"Pulang yuk! " ajak Katrina.

Bab 24 - Jari-2

42
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share