Bab 31 – Rokok
Naila hanya diam
seharian, solat dan berdoanya jadi makin lama karena mengharapkan apapun
keputusannya adalah yang terbaik. Robi awalnya ingin ikut berkumpul dengan
teman-temannya tapi melihat Naila gelisah dan bingung harus memilih juga
menyenangkan sekaligus mendebarkan. Di sisi lain Robi suka melihat Naila yang
gundah di sisi lain ia juga takut bila Naila lebih memilih untuk mempertahankan
Reyhan.
"Dek, kamu
pernah denger kata-kata, "kalo kamu ga kenal orangnya. Ga usah di pikir
lama-lama" pernah denger?" tanya Robi begitu Naila selesai berdoa.
"Mas..."
Naila tampak begitu memelas. "Kalo aku ga ketemu Ibu lagi aku ga usah hidup lagi aja. Tapi kalo
aku cuma mau balas budi sama Reyhan sedikit aja juga ga boleh sama kamu,"
ucap Naila sedih lalu bangun dan merebahkan dirinya sambil mencari posisi yang
nyaman.
"Ya aku sih
terserah kamu, yang penting kalo kamu mau mati pas anakku dah lahir sama asinya
dah cukup, " ucap Robi sebelum Naila menguasai dirinya dan memegang
kendali atas ketakutannya.
"Mas pengen
aku mati?" tanya Naila dengan mata berkaca-kaca. "Mas ternyata jahat
banget, " lirih Naila lalu memunggungi Robi dan mulai menangis.
Sungguh bukan
itu yang Robi ingin katakan. Ia hanya ingin Naila merasa membutuhkannya lebih
dari apapun. Itu saja. Robi juga tak mau bila sampai Naila mati atau hilang
dari pandangannya. Tapi ia terlanjur mengatakan kalimat yang tak semestinya dan
Naila juga belum bisa memahaminya secara sempurna hingga salah paham begini.
●●●
Naila hanya diam
ketiduran karena lelah menangis. Robi juga hanya diam di kamar. Ia tak peduli
berapa banyak orang yang ingin bertemu dengannya atau memastikan kerja samanya
tetap berjalan. Ia hanya peduli pada Naila dan berharap Naila akan memaafkannya
begitu bangun nanti.
Tapi sayang
begitu Naila bangun ia hanya diam. Ia sama sekali tak ada niatan mengajak
bicara pria yang akan menjadi ayah untuk janin di perutnya itu lagi. Robi juga
tetap pura-pura sIbu k dan enggan memulai pembicaraan. Ia terlalu gengsi dan
masih merasa bila Naila yang harusnya mengemis padanya bukan sebaliknya.
"Ehm,
" deham Robi memancing agar Naila mengajaknya bicara. Rasanya cara itu
sukses karena Naila mendekat dan bersiap bicara dengannya.
"Aku pilih
Ibu ," jawab Naila lesu lalu kembali mendiamkan Robi yang tampak begitu
senang dengan keputusan Naila.
Robi mulai
memberi perintah pada bawahannya untuk mengatur siapa saja yang akan tetap
bekerja sama dengannya. Robi juga dengan semangat menyingkirkan Reyhan dan
keluarganya. Tanpa Robi sadari itu akan menyakiti Reyhan begitu mendalam.
Tapi bagi
seorang pria yang bermartabat. Istri adalah hal yang benar-benar tak boleh di
ganggu orang lain. Bahkan sampai di goda. Jelas itu melukai harga diri Robi dan
Robi rasa pantas bahkan kurang pembalasannya pada Reyhan ini.
●●●
Naila masih diam
pasrah dan sedih karena tak bisa melindungi Reyhan seperti dulu saat Reyhan
melindunginya. Tapi mau bagaimana lagi Robi bukan lawan yang seimbang untuk
mereka. Jadi terpaksa Naila memilih menyelamatkan salah satu. Naila tak mungkin
mengkhianati Ibu nya yang sudah banyak terpuruk. Meskipun sebagai protesnya ia
memilih untuk terus mendiamkan Robi.
"Masih ga
mau ngomong?" tanya Robi pada kepala pelayan untuk menanyakan kondisi
Naila.
Kepala pelayan
mengangguk lesu. "Kemarin saya dengan nona menelfon Ibu nya, hanya saat
itu saja bicara sedikit lebih banyak, " jawab kepala pelayan.
Robi menghela
Nafas kesal. Ia berjalan dengan cepat ke kamar Naila. Naila mengurung dirinya.
Pintunya di kunci. Pelayan mengambilkan kunci serep. Tapi sial Naila
menggantungkan kuncinya juga jadi tetap tidak bisa di buka dan juga Naila tak
berkeinginan membuka pintu sama sekali.
Robi emosi bukan
main. Ia meletakkan bunga yang sudah ia siapkan untuk berbaikan dengan Naila
lalu mendobrak paksa pintu kamar Naila berulang-ulang hingga akhirnya jebol.
"Mas?!
" pekik Naila yang akhirnya terbangun. Matanya sembab, tangannya
menggenggam ponsel menatap Robi yang masuk dengan buket bunga di tangannya.
"Ya Allah Mas, aku cuma tidur siang kamu jebolin pintu kamarku?!"
Robi langsung
menggmpar wajah Naila dengan buket bunga di tangannya hingga kelopaknya rontok.
Pikiran Robi terlalu negative. Robi menaruh curiga begitu besar pada Naila yang
bangun dengan membawa ponsel dan matanya yang bengkak. Robi curiga dan yakin
bila Naila mendiamkannya selama ini karena ia sIbu k chatting dengan Reyhan.
Meskipun sebenarnya Reyhan dan Naila tak pernah berhubungan lagi. Naila bahkan
tak menyimpan nomor telepon Reyhan karena paham suaminya akan marah.
Robi langsung
menyaut ponsel Naila dan pergi begitu saja meninggalkan Naila yang masih kaget
dan berusaha mencerna apa masalah Robi hingga semarah ini padanya. Tapi
sayangnya Robi sudah pergi duluan tanpa pamit dan tanpa supir.
●●●
"Weh, ada
apa? Tumben datang ke sini?" tanya Bara menyambut kedatangan Robi.
Robi menggeleng
lalu meminta segelas beer pada pelayan sambil fokus menggeledah isi ponsel
Naila. Robi hanya diam sementara beberapa perempuan penggoda mulai datang
mendekatinya.
"Berantem
sama Naila?" tanya Bara lalu menyodorkan rokok pada Robi.
Robi mengangguk
lalu mengambil sebatang rokok yang di berikan Bara. "Ini beda ya rokoknya?
Berapa nikotinnya?" tanya Robi setelah menghisap rokoknya dan merasa
sedikit pusing.
"Biasa kok,
marlboro," jawab Bara lalu duduk di samping Robi. "Istrimu itu baik,
kamu ga usah terlalu banyak berpikir negatif," nasehat Bara.
Robi hanya
mengerutkan keningnya tak terima dengan nasehat Bara yang tak memihak padanya.
"Kalo kamu arogan gini terus, gampang marah, dia ga bakal nyaman sama kamu. Kalo kamu ga bisa jagain dia dengan baik biar aku aja yang jadi suaminya, " ucap Bara menggoda Robi sambil merangkul pinggang seorang wanita lalu iseng mencium payudaranya.