Alma menumpahkan segala kemarahannya pada
Jalu karena membiarkan Arya bebas dengan segala pilihan yang ia buat sepihak.
Sementara Alma sudah merancang perjodohan itu sejak lama, bahkan ia sudah
begitu dekat dengan Shinta juga keluarganya. Tapi Arya malah membatalkan
hubungan yang sudah susah payah ia bangun itu.
Tak cukup sampai di situ juga Alma juga
marah karena Jalu yang terlihat lebih mementingkan kebahagiaan Arya daripada
memperbesar raksasa bisnis perusahaan keluarganya. Hanya karena Jalu tak mau
anaknya mengalami nasip yang sama sepertinya dalam asmara.
“Apa yang salah? Arya sudah 30 tahun dia
sudah cukup dewasa dan matang untuk mengambil keputusannya sendiri. Lagi pula
dengan siapapun Arya menikah bagiku yang terpenting ia bisa segera memberikan
keturunan dan membuat Arya bahagia,” jawab Jalu setelah Alma lama mengomel.
“Kamu masih egois persis seperti dulu Mas!”
cibir Alma yang masih kekeh dengan pendiriannya.
Jalu menghela nafas sambil geleng-geleng
kepala. “Perubahan apa yang kamu harapkan dariku?” tanya Jalu yang benar-benar
frustasi menghadapi istrinya.
“Aku merasa tidak pernah bisa memberikan
apa yang anakku butuhkan. Bahkan ketika ia membutuhkan kehadiran orang tuanya
dulu, aku malah mengoper tanggung jawab pada pengasuhnya juga kuasa hukum tiap
ia punya masalah. Aku selalu memintanya menjadi seperti apa yang ku mau hingga
aku tak bisa mengenali siapa putraku yang sebenarnya…”
“Semua orang berproses Mas! Arya itu kuat
seperti apa yang kita arahkan. Dia hanya salah memilih perempuan, persis
seperti caramu memilih Lily daripada aku!”
“Kamu idak mengenal Arya, kamu tetap tidak
bisa menjadi ibunya secara utuh. Karena faktanya kamu tak bisa hamil dan tak
pernah melahirkan seorang anakpun. Kamu tidak bisa memahami yang ku rasakan,
apa lagi yang Arya rasakan!”
Alma terdiam, airmatanya langsung mengalir
tak kuasa menahan tangis. Ia merasa kesal karena setelah sekian lama ia tetap
tak bisa mendapatkan hati suaminya juga anak tirinya. Meskipun dalam akte dan
surat-surat lain ia adalah ibu kandung Arya. Namun pada kenyataannya ia tetap
jadi orang lain. Bahkan pendapat dan keputusan terbaik yang ia buat demi masa
depan Arya agar lebih cerahpun tak dapat ia lakukan.
Arya mengurangi pelayan di rumah utama yang ia tempati dan hanya menyisakan kepala pelayan dan bagian keamanan juga Lia yang selalu menemaninya. Semalaman ia tak tidur atau meniduri Lia. Lia sedikit merasa ada yang berbeda sejak ia banyak bicara dengan Arya tapi ia tak terlalu memusingkannya karena Arya tidak berlaku buruk atau aneh-aneh padanya.
Pagi-pagi Lia yang sudah mandi dan cukup
rapi dengan gaun rumahannya sarapan bersama Arya. Arya kembali meminta Lia
menceritakan soal rumah dan keluarganya selama makan bersama. Arya jadi makin
penasaran dengan masakan Lia karena gadis itu sempat bilang kalau ia berjualan
lauk saat di rumah.
“Tapi kalau sarapan biasanya aku hanya
membuat bubur saja Tuan, Ayahku ingin memperbaiki rumah dan mengganti talang
yang bocor. Jadi aku mencoba mengirit,” ucap Lia sambil mengingat rumahnya
dulu.
Arya mengangguk menyemak cerita dari Lia.
“Hanya bubur sarapanmu?” tanya Arya sambil menyelesaikan makannya.
Lia menggeleng. “Kalau ada sisa kuah lauk
yang ku jual aku pakai itu. Kadang kalau kakakku baik dia membagi remahan ayam
goreng tepungnya untukku. Kalau tidak aku memakai garam halus dan kerupuk…”
“Karena tidak ada sisa kuah?” potong Arya
menebak.
Lia menggeleng. “Aku memberikan sisa lauk
pada ayah dan kakakku, kakakku pemilih makanan, ayahku harus bekerja jadi aku
memberikan makanan terbaik untuknya agar semangat,” jawab Lia lalu kembali
menikmati makanannya.
Arya tertegun mendengar cerita Lia. Arya
jadi paham kenapa gadis itu bertubuh mungil dan begitu kurus. Lia kekurangan
nutrisi dan harus mengurus segalanya sendiri. Arya yang awalnya ingin segera
mengembalikan Lia kerumahnya dan melepaskannya begitu saja jadi ragu.
Arya sadar ia bukan pria yang baik dan
caranya mendapatkan Lia juga salah. Tapi rasanya apa yang ia lakukan jauh lebih
baik daripada membiarkan Lia menderita disana dan masih harus mengurus kakaknya
yang menjadi beban keluarga. Lia jauh lebih baik dan akan lebih sejahtera saat
bersama Arya.
“Lia apa kita bisa terus bersama?” tanya
Arya tiba-tiba yang terasa begitu aneh bagi Lia bahkan hingga membuat ia
tersedak karena kaget.
“Ehmm…” Lia berdeham setelah ia terbatuk
karena tersedak dan mengangguk. “Tentu saja,” jawab Lia lembut.
●●●
Anto terus mencari Lia ke seluruh tempat
yang bisa ia jangkau. Sudah berkali-kali ia menanyai Mami soal keberadaan Lia
karena Desi mengatakan kalau Mami yang menjual Lia ke seorang pria kaya. Desi
sendiri juga tak membagi uangnya pada Anto atas penjualan Lia sedikitpun dan
malah ikut bersandiwara bila ia tak melakukan apa-apa pada Lia.
Tak hanya itu Desi juga meminta sejumlah
uang pada ayahnya dengan alasan membuat iklan pencarian orang hilang dan
laporan ke kepolisian. Anto juga tak menaruh curiga sedikitpun pada Desi yang
terlihat begitu meyakinkan dan tulus mencemaskan Lia jadi ia tak ragu
memberikan seluruh uang yang ia punya hingga uang yang seharusnya untuk modal
dagangnya dan uang untuk menebus ijazah Lia juga.
Tapi tak satupun kabar baik yang ia terima.
Bahkan iklan dan laporan yang Desi bilang sedang di proses pun nyatanya tak
menghasilkan apa-apa, karena memang Desi tak melakukan apapun untuk mencari Lia
dan lebih memilih menggunakan uang dari ayahnya untuk membeli tiket pesawat dan
bersiap kabur meninggalkannya begitu ada kesempatan.
“Aku mau cari Lia,” ucap Desi setelah
mengepak barang-barangnya dan langsung pergi dengan taxi yang menjemputnya.
Tanpa peduli pada ayah maupun adiknya, Desi mengorbankan semuanya untuk pindah ke ibu kota dan hanya meninggalkan beberapa lembar uang kembalian dan uang receh lainnya untuk ayahnya. Desi merasa tak sudi lagi tinggal di sana dan mengurus ayahnya yang mulai sakit-sakitan karena sedih kehilangan Lia.
0 comments