Bab 21 – Rahasia Lia
Anto hanya bisa menangis sedih karena mendengar kabar dari Lia kalau ia mengandung anak dari Tuannya. Anto merasa gagal dan tak berdaya dalam melindungi putri bungsunya itu hingga di jual dan di jadikan budak sex. Namun dari itu semua yang membuat Anto merasa makin bersalah dan makin tak berguna ialah orang kaya yang membeli Lia dan menjadikannya budak sex adalah pewaris FS Group dan Waloh grup, sekaligus orang yang membiayai pengobatannya kali ini.
“Aku takut
Tuanku marah bila aku hamil anaknya, keluarganya sangat mementingkan latar
belakang pasangannya dan rela melakukan apapun untuk memusnahkan apa yang
menghalanginya,” ucap Lia sambil menangis. “Aku menyayangi bayi dalam perutku
Yah. Aku sudah menyayanginya begitu aku tau aku mulai merasakan kehidupan baru
dalam diriku,” sambung Lia yang tak mau mengaborsi bayi dalam rahimnya.
“Tidak
apa-apa, kita bisa jual rumah kita sekarang lalu pindah Nak. Ayah akan
menerimamu dan anakmu dengan atau tanpa ada pasangan sekalipun,” ucap Anto meyakinkan
Lia agar tenang.
Lia
mengangguk dengan air mata yang berlinangan. Ia begitu takut untuk memberitau
Arya tapi juga lebih takut lagi bila Arya sampai mencarinya dan membunuhnya
seperti orang-orang yang di eksekusi di lapangan waktu itu.
Lia merasa tak
punya tempat untuk kabur dan bersembunyi dari Arya. Semua tempat bisa berada
dalam jangkauannya. Tanpa terkecuali, bahkan Lia dengar rumor kalau Arya bisa
mengejar orang dan membawanya untuk di eksekusi sekalipun orang itu ada di luar
negeri.
Bahkan sampai
ada guyonan di antara para pekerja di rumah Arya yang mengatakan, mungkin hanya
dengan pergi ke segitiga bermuda atau dapat mukjizat saja baru bisa kabur dari
cengkraman Arya. Belum lagi Lia yang sering melihat betapa banyak sabuk
kejuaraan MMA yang Arya miliki.
●●●
“Bagaimana
keadaan ayahmu? Apa suah sadar?” tanya Arya setelah mendapat kabar dari rumah
sakit bila Anto sudah di oprasi dan sedang dalam masa pemulihan.
“Alhamdulillah
sudah Tuan, terimakasih bantuannya,” jawab Lia lembut dari ujung telfonnya.
“Terimakasih sudah membantu pengobatan Ayahku, aku senang sekali,” ucap Lia
begitu tulus.
“Kapan kamu
mau pulang? Kamu sudah dua hari di sana,” ucap Arya yang membuat Lia bingung.
“A-aku
bingung Tuan. Ayahku masih belum pulih. Tidak ada yang merawatnya bila aku
pergi. A-apa boleh aku disini sampai Ayahku sehat?” tanya Lia meminta ijin
dengan suara memohon.
Arya
mendengus kesal. Tapi ia tak bisa memaksakan kehendaknya kali ini. Ia juga tau
betapa sedihnya ketika kehilangan orang tuanya, apalagi ini satu-satunya orang
tua Lia yang masih ada.
“K-kalau
Tuan tidak mengijinkan, besok aku pulang tidak apa-apa,” ucap Lia dengan suara
bergetar.
“Tidak
apa-apa, tapi hanya sampai ayahmu pulih,” ucap Arya mengalah dan memberi
kelonggaran waktu lagi.
Rin merasa
tak terima dengan begitu banyaknya keistimewaan dan kemudahan yang Lia dapatkan
dari Arya. Terlebih masalah keluarga seperti ini seharusnya tidak di bawa
hingga selarut ini dan mempengaruhi performa bekerja di rumah Arya. Mengingat
pekerja lain juga tidak mendapatkan kemudahan sebanyak ini.
Rin ingat
sekali saat ia harus bekerja begitu keras di rumah untuk menyiapkan rumah untuk
menyabut tamu-tamu Alma yang datang dari kedutaan besar Amerika. Ia begitu
keras bekerja hingga keguguran dan bercerai dengan suaminya sebulan setelah ia
keguguran karena suaminya tak tahan menikah dengan Rin yang nyaris selalu
menginap di tempatnya bekerja.
Rin juga di
tuduh melacur dan sengaja aborsi karena keguguran dan masih banyak lainnya.
Meskipun ia tak melakukan apa-apa. Memang bila di pikir kembali bukan Arya yang
keras apa lagi sampai salah. Hanya saja Rin tak suka bila Lia si budak sex
murahan itu dapat banyak privilage dari tuannya.
Arya
mengibaskan tangannya mengusir Rin keluar dari kamarnya setelah meletakkan
secangkir kopi di meja kerjanya. Rin memperhatikan Arya yang akan mulai membaca
semua berkasnya yang sudah menumpuk.
Rin
berjalan keluar dengan perasaan senang dan deg-degan menunggu reaksi marah
seperti apa yang akan Arya tunjukkan ketika melihat bukti kehamilan Lia yang
ada di mejanya.
●●●
Sudah dua
minggu berlalu, Arya masih belum selesai membaca berkasnya yang kian hari
menumpuk makin banyak. Tapi Rin juga tak berani lagi masuk ke ruangan kerja
bosnya itu. Apa lahi Arya sudah mulai memisahkan berkasnya kemarin. Rin hanya
tinggal berharap Arya bisa segera menemukan bukti kehamilan Lia lalu
mengusirnya jauh-jauh dari rumah ini.
“Lia kok
sulit di hubungi ya dari kemarin…” gumam Arya yang tiba-tiba kehilangan kontak
dengan Lia setelah ayahnya pulang dari rumah sakit dan tinggal pemulihan saja.
Arya terus
mencoba menghubungi Lia meskipun nomornya sudah lama tidak aktif. Tak hanya ia
saja yang mencoba menghubungi, beberapa bagian keamanan juga mencoba
menghubungi nomor yang Lia gunakan tapi tetap tidak bisa.
Seketika Arya
jadi merasa ucapan Alma soal Lia ada benarnya juga. Lia akan memperlakukannya
sama seperti Alya. Arya begitu kesal, sedih, takut, marah dan kecewa akan
bayangan bila Lia meninggalkannya tanpa berkata apapun dan tanpa memberikan
penjelasan apapun. Rasanya itu perpisahan terburuk yang Arya alami bila memang
itu yang Lia inginkan.
Tapi
sekejap Arya berusaha berfikir positif bila ponsel yang di gunakan Lia memang
sedang mati dan Lia sedang sibuk dengan keluarganya. Lagi pula bila Lia fokus
mengurus ayahnya dengan baik, ia akan lebih cepat sembuh dan akan segera bisa
kembali kepelukan Arya seperti sebelumnya.