Bab 32 – Olahraga
Arya begitu senang melihat perkembangan janin di perut Lia. Bayi kecil yang sehat dan terus bergerak selama di USG. Bahkan Arya yang tak suka dengan anak-anak dan tak pernah berniat sedikitpun untuk menjalin hubungan serius apa lagi punya anak, tak bisa menyembunyikan perasaan harunya ketika mendengar detak jantung bayinya.
“Aku takut
kemarin minta jatah sama istriku nanti bikin bayiku kenapa-napa,” ucap Arya
pada dokter.
“Loh malah
bagus, Pak. Pinggulnya Ibu kan bagus, nanti bisa melahirkan normal. Selama gak
memaksakan bagus, buat menguatkan otot dasar panggul, buat tekanan darah si
Ibu, nanti buat persalinan juga jadi lebih cepat buat pemulihannya, buat
kekebalan tubuhnya juga bagus, yang paling penting pas melahirkan nanti bisa
lancar,” ucap dokter menjelaskan sejelas yang ia bisa dan membuat Arya
tersenyum senang karena ia tak menyakiti Lia maupun bayinya sedikitpun.
“T-tapi ini
benar-benar aman kan?” tanya Lia memastikan lagi sambil menggenggam tangan
Arya.
Dokter
langsung mengangguk. “Aman, kan sudah 16 minggu. Jangan lupa minum susu sama
makan-makanan yang sehat juga. Olahraga ringan, kayak jalan-jalan, berenang,
yang penting jangan sampai kelelahan,” jawab dokter.
Lia dan
Arya langsung mengangguk bersamaan. Keduanya begitu senang dengan pemeriksaan kali
ini. Arya yang paling terlihat senang karena terus memandangi foto hasil USGnya
dengan begitu takjub melihat spermanya yang secara ajaib bisa berubah menjadi
calon bayi dalam rahim Lia.
Arya merasa
begitu senang dan tidak sabar sebentar lagi ia akan benar-benar menjadi seorang
ayah. Arya tak sabar ingin memamerkan buah hati juga istrinya kedepan publik
seperti yang ayahnya lakukan dulu. Arya ingin memamerkan keharmonisan
keluarganya juga.
●●●
Lia
memotong donatnya menjadi dua bagian untuk semua rasa, ia ingin memakannya
bersama dengan Arya. Sementara Arya langsung menghabiskan waktunya di ruang
gymnya setelah lama tidak latihan dan merasa ototnya mulai melemah.
“Tuan mau
juga?” tawar Lia sambil mengambil donat dengan taburan meses coklatnya.
“Em, nanti,”
jawab Arya lalu mengecup kening Lia sebelum memulai olahraganya.
Lia
mengangguk lalu menikmati tiap suap donatnya sambil menonton TV. “Ini baru
namanya liburan,” gumam Lia senang.
Tapi baru
ia memakan beberapa potong donat dari dua lusin yang di belikan Arya ia sudah
merasa begitu kenyang. Bukan kenyang tapi enek karena makan manis di tambah
susu coklat yang sama manisnya. Lia juga merasa bosan menonton TV sendirian.
Lia biasa membagi apapun dengan Arya, tapi Arya sedang olah raga dan asik
melatih ototnya. Jadi ia sendirian.
Lia
merapikan makanannya dan meletakkannya di dapur sebelum ia pergi menemui Arya
di ruang gymnya. Lia melihat Arya yang memulai pemanasan dengan kardio terlebih
dahulu, berlari dengan cepat di atas treadmillnya lalu istirahat sejenak
dan kembali peregangan sebelum mulai dengan latihan beban.
“Ada apa
Lia?” tanya Arya yang melihat Lia memandanginya di kejauhan.
Lia
menggeleng sambil tersenyum lalu mendekat pada Arya dan duduk di salah satu
alat yang tidak Arya gunakan. “A-aku bosan Tuan, biasanya aku menonton TV
denganmu. Ku kira akan menyenangkan bisa menonton TV sambil bersantai dan makan
donat, ternyata membosankan,” ucap Lia sambil melihat Arya yang melatih
lengannya dengan beban yang sangat berat.
Arya
tersenyum mendengar ucapan Lia. Arya mengira Lia lebih suka bila ia tidak
mengganggunya dan akan memanfaatkan waktu me time yang ia berikan. Tapi
nyatanya Lia malah mengikutinya dan menemaninya saat latihan.
“Mau coba treadmill?”
tawar Arya setelah melatih otot bahunya.
Lia diam
sejenak lalu mengangguk dan mengikuti Arya menuju treadmillnya.
“Pelan-pelan
saja tidak usah memaksakan diri. Kalau sudah tidak kuat istirahat, sudah bosan
juga langsung istirahat tidak apa-apa,” ucap Arya setelah menyalakan kembali treadmillnya
dan menyiapkannya untuk Lia.
Lia
mengangguk dan mulai berjalan dengan santai di atas treadmill sambil
menatap Arya yang begitu keras latihan dengan banyak kepingan beban dengan
angka 25 kg. Lia begitu kagum melihat Arya yang sangat kuat melatih ototnya dengan
beban yang begitu berat.
Sejujurnya
Arya yang mengunakan kaos tanpa lengan dan celana pendek terlihat begitu
menarik bagi Lia. Belum lagi otot-otot yang menonjol ketika Arya mengangkat
beban dan keringatnya yang bercucuran. Arya terlihat begitu sexy dan menawan.
“Lia,”
panggil Arya yang menyadari bila Lia terus menatapnya.
Lia bersemu
dan langsung memalingkan wajahnya begitu malu ketahuan memandangi Arya.
Arya
menahan tawanya melihat Lia yang bersemu setelah ketahuan memandanginya. Arya
yang semula masih ingin melatih dadanya langsung beralih untuk melatih
panggulnya dengan dua keping beban 25 kg di kanan dan kiri.
“Biar kamu
gak khawatir nih kalo di atas,” ucap Arya sebelum mulai latihan panggulnya.
Lia awalnya
tak mau melihat Arya yang sedang latihan perlahan mulai menatapnya. Lia bersemu
melihat betapa kuatnya Arya. Ia tak menyangka Arya bisa sekuat itu dan selama
ini ia merasa takut membebani Arya.
Lia
langsung menghentikan treadmillnya dan menimbang tubuhnya. Berat
badannya hanya 49 kg, itupun ia sudah hamil. Lia mengelus perutnya lalu
mendekat ke arah Arya lalu duduk di dekatnya.
“Tuan
beratku hanya 49 kg, tidak seberat itu,” ucap Lia sambil mengelus perutnya.
Arya
langsung tertawa mendengar ucapan Lia setelah meletakkan bebannya dan melepas lifting
beltnya. “Sini!” ucap Arya sambil menepuk pahanya.
Lia
mendekat dan duduk di samping Arya dengan ragu. Arya langsung menarik tangan
Lia dan memegangi pinggangnya untuk duduk di pangkuannya lalu mengangkat
pinggulnya sebagai beban.
Lia
menjerit kaget lalu refleks menepuk perut Arya yang membuatnya begitu kaget.
Arya tertawa terbahak-bahak bisa mengusili Lia.
“Kamu gemukan lagi aku masih kuat angkat kamu,” ucap Arya lalu mengecup pipi Lia dengan gemas dan membantu Lia turun dari pinggangnya.