Bab 34 – Ayah Mertua
Jalu memikirkan tawaran Arya untuk tinggal di rumahnya baik-baik. Jalu merasa memang sudah lama ia tak menghabiskan waktunya bersama putranya itu. Ia terus bekerja dan bekerja, Jalu juga banyak melewatkan waktu untuk memperhatikan tumbuh kembang putranya hingga sekarang tiba-tiba ia akan menjadi seorang kakek.
Awalnya
Jalu memilih untuk tetap membiarkan putranya saja dan tidak ingin tinggal
bersamanya. Apalagi ia juga sudah 70% memberikan kekuasaan atas perusahaannya pada
putranya itu. Jadi ia merasa sudah saatnya berlibur dan menikmati apa yang
selama ini belum sempat ia nikmati. Bahkan Jalu juga sudah mencoba untuk
berkencan dan meniduri beberapa gadis muda selama di hotel untuk menghiburnya.
Tapi tentu
saja Jalu yang pada dasarnya bukan seorang playboy dan selalu berusaha
setia tak pernah lama bersama para gadis yang ia tiduri. Tidak satupun,
meskipun Jalu sudah memberinya uang dan sedikit fasilitas mewah di hotel. Ia
merasa tidak nyaman dan tidak terpuaskan sedikitpun dengan kehadiran para gadis
muda itu di sekitarnya.
Sampai
akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di rumah Arya saja. Menghabiskan waktu
bersama putranya, mengobrol dengan santai dari hati ke hati, mengunjungi makam
istrinya dan mungkin makan bersama dengan menantunya juga terdengar lebih
menarik dan menyenangkan bagi Jalu. Lagipula apa lagi yang akan di lakukan pria
tua sepertinya?
“Ku kira
Ayah tidak mau kesini,” sambut Arya begitu Jalu datang lalu memeluknya dengan
erat.
Lia
tersenyum ikut menyambut kedatangan Jalu dan menyaliminya setelah mertuanya itu
berpelukan dengan suaminya.
“Aku tidak
berharap banyak jika Ayah akan menerima Lia, aku cukup senang Ayah tidak
menentang hubungan kami,” ucap Arya sambil berjalan masuk bersama ayahnya.
“Aku
menerima Lia, aku tidak pernah menentangnya juga. Ibumu yang menolaknya, aku
tidak begitu,” ucap Jalu sambil tersenyum menatap Lia yang ada di samping
putranya.
“Jadi Ayah
akan tinggal disini terus?” tanya Arya antusias.
Jalu
mengedikkan bahunya. “Mungkin, tergantung bagaimana kedepannya,” jawab Jalu tak
bisa memberikan jawaban pasti.
Arya
menghela nafasnya lalu mengangguk. Arya paham betapa labil ibunya dan betapa
rumit hubungan orang tuanya itu, jadi ia tak bisa banyak menuntut. Arya lebih
memilih fokus pada apa yang ada sekarang daripada harus masuk pada perseteruan
orang tuanya. Menghabiskan waktu bersama ayahnya setelah sekian lama dan akan
banyak mengobrol bersama.
Arya juga
merasa cukup senang ketika tau ayahnya menerima dan merestui hubungannya dengan
Lia. Rasanya tak hanya Arya yang senang tapi Lia juga. Lia jadi merasa tidak
terlalu terbebani dengan restu atas keluarga suaminya lagi, terlebih Lia juga
tau bila Alma bukan ibu kandung Arya. Jadi ia makin merasa tenang.
●●●
Arya
benar-benar lebih banyak menghabiskan waktu hampir seharian ful bersama Jalu.
Mulai pergi kemakam mendiang bundanya, lalu pergi berkuda bersama ayahnya, dan
berakhir di rumah makan malam bersama. Lebih tepatnya makan sambil di suapi
karena tangan Arya yang luka karena berkuda tadi.
Sebenarnya
hanya luka dan memar kecil yang tidak seberapa, apa lagi Arya mantan petarung
di MMA. Tapi ia ingin di manja oleh istrinya saja, jadi ia bersikap layaknya
orang yang luka parah karena di serang kuda liar. Meskipun faktanya tidak
begitu.
Jalu sampai
geleng-geleng kepala melihat Arya dengan tubuhnya yang begitu besar merengek
kesakitan dan begitu manja pada Lia sambil minta di suapi. Di suapinya pun
tidak di meja makan tapi di sofa ruang tengah sambil menonton TV. Benar-benar
seperti bocah yang baru pulang main dan selesai mandi sambil di suapi ibunya.
“Arya
selalu manja begini?” tanya Jalu pada Lia setelah menyuapi Arya.
Lia
tersenyum lalu mengangguk pelan. “Aku suka memanjakan Tuan juga, aku jadi
merasa berguna dan di butuhkan,” jawab Lia lalu menyingkirkan piring di
tangannya yang sudah kosong.
“Lia,
pengen buah dong,” pinta Arya sambil sedikit berteriak yang langsung di turuti
Lia.
“Kamu ini
bentar lagi jadi bapak juga malah manja kayak bayi gini,” ucap Jalu menyindir
Arya yang sedang manja pada istrinya.
“Biarin,
dulu waktu ada Bunda, Ayah juga manja kayak gini,” ucap Arya tak mau kalah lalu
merangkul istrinya yang datang membawakan mankuk berisi potongan mangga.
“Suapin, tanganku sakit,” rengek Arya manja pada Lia yang membuat Lia tersenyum
malu dan sungkan karena harus memanjakan suaminya di depan mertuanya.
Jalu
menatap Lia yang memanjakan Arya seperti sedang melihat masalalunya dengan Lily
dulu. Ia begitu manja dan Lily akan selalu memanjakannya sepanjang waktu dengan
lembut dan penuh kasih sayang. Melihat cara Lia menyuapi dan menyeka noda di
sudut bibir Arya terlihat begitu hangat di hati Jalu yang sudah jarang melihat
kemesraan di rumahnya.
Jalu merasa
iri pada Arya dan ingin merasakan di posisinya juga meskipun hanya sehari, meskipun
hanya sebentar. Merasakan dilayani dengan penuh kelembutan dan kasih sayang,
memiliki pendengar dengan tatapan kagum di setiap cerita yang ia ucapkan,
pasangan yang akan memeluk dan menciumnya bukan hanya saat ada kamera dan di
hadapan publik.
Jalu merasa
menyesal karena bukan ia yang menemukan Lia lebih awal dan malah Arya yang
sekarang memilikinya secara utuh. Sejenak Jalu berharap Lia akan menjadi budak
lagi lalu ia bisa membelinya dan meminta segala pelayanan baik bermanja-manja
maupun keintiman yang lama tak ia nikmati.
“Tuan!”
pekik Lia sambil menepuk paha Arya ketika Arya dengan nakal meremas lembut
payudaranya. Arya hanya cengar-cengir lalu kembali berakting sedang sakit parah
lagi agar bisa di sayang-sayang oleh Lia.
Jalu menyunggingkan senyumnya. Ia juga menginginkan tubuh indah Lia. Payudaranya yang montok dan bokongnya yang semok. Persetan dengan perutnya yang membuncit karena sedang mengandung. Jalu tetap menginginkannya. Tapi di sisi lain ia juga tak ingin merusak satu-satunya kebahagiaan putranya itu.