BLANTERORBITv102

Bab 07 – Eksekusi

Minggu, 21 Juli 2024

 

Untuk pertama kalinya Lia berkeliling di rumah Arya. Tentu saja Lia tak berkeliling sendiri, Rin menemaninya. Mulai dari taman hingga perpustakaan dan ruang makan. Rin cukup memperlakukan Lia dengan baik.

Rin banyak bercerita tentang Arya dan kebiasaan yang ada di rumah. Rin juga mengajak Lia pergi ke dapur dan kebun untuk melihat pekerja lain yang ada di sekitar rumah dengan menaiki sepeda. Rin juga mengajak Lia memberi makan ikan koi yang di pelihara disana.

Setelah hampir 3 hari full berada dalam penyiksaan Arya rasanya ini adalah waktu terbaik yang bisa Lia nikmati dan syukuri selama disana. Semuanya bersih dan terawat dengan baik, teratur dan terlihat sangat rapi. Bunga di taman juga terlihat begitu indah dan beraneka ragam, meskipun tetap di dominasi mawar dan melati yang terasa begitu semerbak ketika angin berhembus menerpanya.

“Siapa itu?” tanya Lia saat melihat sebuah mobil yang menurunkan seorang pria tua yang babak belur dan membawanya ke tengah lapangan.

“Biasanya Tuan bakal eksekusi orang-orang yang berkhianat ke dia,” jawab Rin menjelaskan.

Benar saja tak lama Arya datang dengan celana pendek dengan kaos yang terlihat begitu santai. Arya juga mengenakan topi karena cuaca yang cukup terik.

Dengingan pengeras suara yang di pegang Arya terdengar. “Lari dan sembunyilah terlebih dahulu, aku masih menyiapkan senapanku,” ucap Arya lalu duduk dan memasang senapannya.

Lapangan yang begitu luas tanpa ada pohon dan tempat berlindung itu terasa berkali-kali lipat lebih besar begitu pria tua yang sudah babak belur itu panik dan kebingungan mencari tempat bersembunyi. Arya memicingkan matanya lalu membidik pria tua itu.

Satu tembakan meleset tapi pria itu sudah begitu panik dan berlari tak terkendali sambil meminta maaf. Arya menatapnya sejenak lalu melepaskan tembakan keduanya yang tepat menembus kepala pria itu.

“Setidaknya kalau tau resikonya seperti apa tidak perlu di coba,” ucap Arya lalu kembali masuk kedalam rumah. Ia sempat menatap budak sexnya sejenak tapi ia melanjutkan langkahnya begitu saja dan memilih mengawasi Lia dari ruang monitornya.

Lia menundukkan pandangannya begitu ketakutan dengan Arya. Ingatan soal ucapan Arya yang akan membunuhnya jika hamil terlintas di pikirannya. Rasanya ucapan Rin benar, nyawa tidak terlalu penting bagi Arya terlebih pada orang-orang yang sudah mencoba untuk menipunya.

“A-aku mau kembali ke kamarku,” ucap Lia begitu ketakutan.

Rin mengangguk lalu mengantar Lia masuk kembali ke kamarnya. Sejak itu Lia hanya pergi ke kamar, ruang makan, dapur, dan perpustakaan saja. perasaannya begitu was-was dan takut.

Lia tidak tega melihat orang-orang yang di bunuh dengan enteng oleh Arya. Lia juga tak mau terbebani dengan perasaan sedihnya yang tak berkesudahan karena tak dapat berbuat apa-apa pada orang yang di bunuh dengan cara sadis namun di anggap seperti mainan oleh Arya.

Sudah enam hari ia di sana, dan selama  tiga hari terakhir ini Arya sama sekali tak menemuinya atau menjamahnya. Lia senang tapi juga takut. Kalau-kalau Arya bosan padanya lalu membunuhnya juga seperti orang-orang yang di bawa ke lapangan itu.

“Lia…” panggil seorang dokter yang datang ke kamar Lia untuk memeriksa kesehatannya.

“Ya?” saut Lia pelan sambil membukakan pintu kamarnya.

“Aku akan memeriksa kesehatanmu,” ucapnya memperkenalkan diri lalu duduk di sofa kamar Lia.

Lia ikut duduk lalu pasrah dengan pemeriksaan kesehatan yang di lakukan si dokter. Bahkan pemeriksaannya juga sedikit intim karena melihat kondisi organ intimnya juga. Tapi Lia hanya pasrah mengikuti tiap pemeriksaan lalu menjawab tiap pertanyaan yang di ajukan.

“Kurasa kamu cukup jujur,” ucap si dokter sebelum akhirnya keluar dari kamar Lia setelah pemeriksaannya selesai.

Lia cukup bingung tapi dari pemeriksaan yang ada rasanya ia memang di periksa karena permintaan Arya. Apapun keputusannya juga ia tak bisa banyak berbuat.

“Dokter…” tahan Lia sejenak. “A-apa kamu yang akan memeriksaku kalau aku sakit?” tanya Lia dengan suara begitu lirih.

Dokter diam sejenak lalu mengangguk. “Ya, aku yang selalu memeriksa Tuan Arya, sekarang aku juga di minta memeriksamu. Mungkin aku yang akan rutin memeriksamu tiap minggu,” jawab Dokter dengan santai.

“K-kalau suatu saat aku hamil, apa kamu bisa beritahu aku terlebih dahulu biar aku yang bicara dengan Tuan Arya sendiri soal itu nantinya?” pinta Lia dengan penuh harap.

Dokter itu menatap Lia dengan bimbang dan iba, namun pada akhirnya tetap mengangguk agar Lia tenang.

“Lia…” panggil Arya yang membuat dokter dan Lia seketika jadi kaget dan kikuk. “Apa yang kalian bicarakan di belakangku?” tanya Arya yang langsung menaruh curiga.

“A-aku hanya menanyakan apa aku sakit sampai harus di periksa,” jawab Lia berusaha melindungi dokter yang memeriksanya dan menjauhkan rasa curiga Arya.

Arya hanya mengangguk dan tampak raut wajahnya pun juga jadi lebih tenang.

“Semuanya aman, hasil pemeriksaannya akan ku tulis ulang agar lebih rapi. Nanti akan ku berikan padamu,” ucap dokter lalu berjalan pergi meninggalkan Arya dan Lia sendirian di antar kepala pelayan yang mengikutinya.

Arya mengangguk lalu masuk ke kamar Lia. “Apa kamu liat yang ku lakukan di lapangan?” tanya Arya.

Lia mengangguk dengan ragu.

“Apa kamu takut?” tanya Arya yang tak dapat Lia jawab. “Semua yang mengkhianatiku akan berakhir seperti itu. Aku berharap kamu tidak mengkhianatiku agar tidak jadi seperti itu juga,” ucap Arya sambil merangkul Lia ke tempat tidurnya.

Lia langsung mengangguk dengan cepat. Ia sungguh sangat ketakutan.

Tak lama Arya mengambil tali di dalam laci, lalu mulai melepaskan pakaian yang menutupi tubuh Lia dan mulai mengikat tubuhnya bak sedang membuat kerajinan, namun terasa begitu mengikat dan mengekang tubuh Lia yang makin tak berdaya di buatnya. 


Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.