Bab 30 – Makan Malam
Lia memakai gaun berlengan panjang berwarna merah yang cukup sopan karena ukurannya cukup panjang dan tidak menunjukkan lekuk tubuhnya. Rambutnya di kepang rapi dengan lipstik sebagai satu-satunya riasan di wajahnya.
“Nanti
istirahat, besok pagi kita pulang,” ucap Arya sambil menunggu kedatangan orang
tuanya.
Lia
mengangguk patuh. Lia sudah tampak lelah dan ingin istirahat, hidungnya juga
sudah memerah berkali-kali menguap menahan kantuk. Sementara Arya terlihat
begitu fresh dan segar bugar setelah bercinta beberapa ronde.
“Kamu tu
kurang olah raga, makannya gampang capek,” ucap Arya pada Lia sambil
mendekapnya.
“Apa
staminaku harus sekuat Killing Machine Arya juga?” tanya Lia yang
membuat Arya tertawa.
Arya
menggeleng, ia tak ingin Lianya yang lemah lembut akan menjadi alat pembunuh
dan bertarung di ring sepertinya dulu. Arya suka Lia yang seperti ini saja,
meskipun ia juga berharap stamina perempuan yang sedang mengandung anaknya itu
jadi lebih baik agar ia bisa bercinta lebih lama lagi.
“Ehm…”
deham Jalu mencuri perhatian Arya dan Lia yang sedang bermesraan.
Arya dan
Lia langsung bangun. Lia berusaha tersenyum dan terlihat ceria, minimal normal
agar Jalu atau Alma tidak kesal saat melihatnya.
Jalu
menatap Lia dengan dingin seperti biasa sementara Alma menatapnya dengan begitu
jijik dan merendahkan. Lia begitu kikuk berhadapan dengan orang tua Arya.
Rasanya mereka hanya bisa menerima Arya dan orang lain yang benar-benar sejajar
dengannya.
Sepanjang
makan malam Lia hanya diam, tak ada yang mengajaknya bicara. Alma bicara dengan
lembut dan begitu keibuan pada Arya tapi tidak menganggapnya sama sekali. Jalu
juga hanya bicara pada Arya meskipun sesekali melihat Lia.
Beruntung
bagi Jalu karena Lia duduk berhadapan dengannya jadi ia tidak perlu repot-repot
melirik atau usaha lain untuk menatap menantunya itu. Jalu melihat betapa
tebalnya kiss mark yang Arya berikan untuk Lia. Terlihat begitu posesif
dan tentu saja Arya mengekang Lia. Persis seperti yang Jalu lakukan pada Lily
dulu.
Namun saat
Jalu sedang asik memandangi Lia, Lia terbatuk pelan tersedak saat menyeruput
supnya. Tanpa ia sadari Jalu langsung bergerak mengambilkan minuman untuk Lia
begitu juga dengan Arya.
Arya
menatap ayahnya bingung, begitu pula dengan Lia yang menatap Jalu dan Arya
bergantian yang akhirnya menerima gelas yang suaminya berikan.
“Tidak usah
buru-buru,” ucap Arya setelah Lia meminum air yang ia berikan.
Lia
mengangguk lalu kembali menundukkan pandangannya karena melihat tatapan tajam
Alma ketika Jalu juga mengambilkannya minuman.
“Besok aku
mau pulang,” ucap Arya.
“Kenapa?”
tanya Jalu refleks yang masih ingin memandangi Lia dan mengabaikan tatapan
tajam istrinya.
“Aku lebih
suka bulan madu di rumah saja, aku bisa bebas,” jawab Arya lalu merangkul dan
mencium pipi Lia sambil tersenyum senang.
“Istrimu
sedang hamil, apa tidak berbahaya terlalu sering berhubungan intim?” tanya Jalu
yang lagi-lagi membuat Arya heran. Sejak kapan ayahnya jadi peduli soal seperti
itu dan peduli pada Lia juga.
“T-tidak
apa-apa Tuan, T-Tuan Arya tidak memaksaku, dokter juga bilang selama tidak di
paksakan tidak masalah,” jawab Lia sambil menatap Jalu.
“Sudah
berapa kali selama kalian disini?” tanya Jalu sambil menatap Arya dan Lia
bergantian.
Arya dan
Lia langsung saling tatap bingung sudah berapa kali mereka berhubungan intim.
“Hari ini
sudah berapa kali?” tanya Jalu lagi agar Lia dan Arya lebih cepat menjawab.
“2”, “4”
jawab Lia dan Arya bersamaan dan tidak singkron lalu langsung saling menatap
satu sama lain.
“4”, “6”
jawab Lia dan Arya lagi yang kembali tidak singkron dan kembali saling tatap.
“8” jawab
keduanya yang akhirnya kompak.
Jalu
langsung geleng-geleng kepala mendengar jawaban tersebut.
“T-tapi aku
tidak memaksakan diri Tuan, j-jadi tidak masalah,” ucap Lia agar Jalu tak
memarahi Arya.
“Tentu saja
tidak masalah, kalau itu jadi masalah memang apa yang bisa kamu lakukan?”
sindir Alma pada Lia yang baru buka suara.
Arya
melemparkan gelas di tangannya ke atas meja dengan kesal. “Ayo Lia, aku sudah
kenyang,” ucap Arya lalu bangkit dari duduknya sambil menggendeng Lia pergi
kembali ke kamarnya sebelum ia berdebat dengan Ibunya.
Jalu
menatap Lia yang di bawa pergi Arya lalu menatap Alma yang merusak suasana.
“Bagaimanapun wanita itu yang di pilih Arya, dia juga sedang mengandung
keturunan Arya juga. Apa salahnya sedikit ramah padanya?” ucap Jalu sebelum
istrinya mengomel.
“Kamu tidak
ramah padanya. Kamu berusaha menggodanya!” tuduh Alma pada suaminya lalu
meninggalkan pria itu sendirian di ruang makan.
Jalu hanya
menghela nafas lalu mengeluarkan tempat rokok berwarna pink yang sudah usang
dari sakunya. Jalu menatap tempat rokoknya, ia begitu merindukan Lily. Mungkin
bila sekarang ada Lily hubungannya dengan Arya tidak akan sedingin ini. Mungkin
ia juga bisa sama-sama bersukacita atas kehamilan Lia. Tidak seperti sekarang.
Jalu
melihat betapa bahagianya Arya yang berani nekat dengan pilihannya. Cara Arya
mencium dan merangkul Lia terlihat begitu hangat. Bahkan senyum dan tawa Lia
juga Arya tadi di pantai juga membuat Jalu sedikit iri. Kalau saja ia dulu
berani dan lebih nekat dengan pilihannya mungkin ia masih bisa bersama Lily.
Tapi dari
pada itu semua, sejenak Jalu berpikir bagaimana kalau ia merebut Lia sebentar.
Tidak usah lama-lama hanya untuk memeluknya dan sedikit mencium gadis itu sebentar
saja. Melepaskan kerinduannya pada mendiang Lily, itu saja.
Namun di
saat bersamaan, Jalu juga teringat pada Arya yang tak mungkin berbagi dan tak
mungkin mengijinkannya meminjam Lia sejenak.
●●●
“Ayahku
memang baik, dia pria yang sangat penyayang dan lembut sebenarnya. Mungkin
karena ada Ibu jadi ia seperti itu. Kapan-kapan kalau ada kesempatan kita bisa
liburan bersama Ayahku saja, hanya kita dan Ayah. Pasti seru!” ucap Arya sambil
menarik selimut dan menyelimuti Lia lalu memeluknya.
Lia
mengangguk. “Tadi Tuan Besar memberiku minum, aku takut sekali menerimanya,”
ucap Lia yang masih mengingat kejadian saat makan malam bersama tadi.
“Tidak
papa, tidak usah takut Ayahku baik,” ucap Arya menepis kekhawatiran Lia.
Lia mengangguk sambil tersenyum lega mendengar ucapan Arya.