Arya tak paham dengan maksud kedatangan ayahnya, tapi yang jelas sejak itu tak ada lagi yang mengusik soal urusan asmaranya lagi dan ia bisa menghabiskan banyak waktu dengan Lia tanpa perlu khawatir apapun. Pekerjaan yang Arya tangani juga berjalan lancar meskipun kadang juga membuatnya pusing.
Tapi setiap kali ia pulang dan mendapat
sambutan hangat yang ceria dari Lia rasa lelah dan pusingnya seketika hilang.
Rumahnya yang dulu hanya ia datangi ketika ingin menenangkan diri saja sekarang
benar-benar menjadi tempatnya pulang dan selalu ia nantikan. Tak hanya itu
menikmati makan sambil menonton TV dan di suapi yang benar-benar jauh dari kata
elegan seperti yang ibunya ajarkan sedari dulu juga terasa menyenangkan.
Arya bisa lebih santai dan merasa dirinya
terurus juga di manusiakan. Makan di suapi dengan tangan setelah mandi, di
temani dengan lauk buatan Lia membuatnya teringat pada masa kecilnya yang indah
bersama mendiang bundanya. Bundanya juga bukan wanita yang hidup dalam
keglamoran, begitu sederhana, meskipun ia juga paham bagaimana tampil glamor,
elegan dan anggun. Bundanya selalu memilih menjadi ibu dengan daster atau
piamanya lalu sibuk mengurus Arya, menemaninya bermain dan belajar dengan
sabar.
Kadang juga pergi bersama Arya namun juga
dengan pakaian yang sederhana. Mengenalkan Arya pada hal-hal di sekitarnya,
mengajari Arya mengerti kehidupan dengan lembut dan sabar. Lalu menemaninya
tidur sambil membaca cerita atau mendengar cerita Arya meskipun sudah jelas
mereka melaluinya bersama.
“Habis ini aku mau GYM, kamu temenin ya,”
ucap Arya setelah selesai makan.
“Iya Tuan,” jawab Lia lalu menyingkirkan
piring kotornya dan mencuci tangan.
“Lia nanti ikut GYM juga biar staminanya
kuat. Kamu gampang capek sekarang,” ucap Arya lalu merangkul Lia dan menikmati
acara TVnya sesuai dengan apa yang Lia mau tonton.
Lia mengangguk patuh. “Tuan tidak pernah
puas, kalo cuma dua tiga kali. Ya jelas capek dong yang layanin,” ucap Lia
sambil mengelus tangan Arya.
“Sebelumnya kamu kuat-kuat aja aku minta
berapa kali juga,” komplain Arya tetap tak mau kalah.
Lia tersenyum lalu mengecup pipi Arya
dengan lembut. Arya membalasnya dengan mengecup bibir Lia dengan lembut.
Kling!
Sebuah pesan masuk ke ponsel Arya dari dokternya yang mengatakan kalau besok ia
akan datang lagi untuk memeriksa Lia.
Arya merasa begitu semangat olahraganya kali ini tidak sendiri. Ada Lia yang menemaninya dengan setia dan terlihat begitu terpesona saat Arya bisa mengangkat beban yang berat. Meskipun ini hal yang biasa dan Arya juga sudah biasa dapat pandangan seperti itu, namun saat ia menerimanya dari Lia rasanya begitu berbeda.
Belum lagi saat Lia ikut-ikutan menggunakan
lat pulldown machine yang baru selesai Arya gunakan dan malah jadi
bergelantung dan kesulitan kembali turun hingga Arya harus membantunya turun
dengan hati-hati.
“Kamu ini saja,” ucap Arya lalu mengajari
Lia untuk menggunakan treadmill sebagai awalan.
Lia mengangguk lalu mencoba berjalan di
atas treadmill seperti yang Arya contohkan. Arya menaruh di kecepatan yang
paling pelan, tapi baru lima menit menggunakannya Lia sudah begitu berkeringat
dan memucat kelelahan.
Arya langsung menghampiri Lia dengan begitu
khawatir dan langsung mematikan treadmill yang Lia gunakan. Lia langsung
berhenti dan turun dengan badan yang mulai terhuyung-huyung.
“Lia! Lia! Kamu baik-baik saja?” Arya
begitu khawatir pada kondisi Lia yang mengingatkannya kembali pada kondisi
bundanya sebelum pingsan dan jadi sakit dulu.
Arya menggendong Lia ke kamar lalu
memberikan minuman berion untuknya.
“A-aku baik-baik saja Tuan, mungkin karena
tidak pernah olahraga,” ucap Lia lembut berusaha menenangkan Arya yang panik
dan khawatir pada kondisinya.
Arya menggeleng, sudah jelas Lia sakit tapi
Lia masih bilang baik-baik saja. Arya benci kebohongan manis itu.
“Besok setelah istirahat cukup aku akan
sembuh dan kembali seperti sebelumnya, Tuan,” ucap Lia meyakinkan Arya.
Arya diam lalu mengangguk dan mengharapkan
hal yang sama. Sekeras apapun hatinya berkata bila Lia hanya budak sexnya atau
Lia hanya orang miskin tidak penting yang ia pungut, sekeras apapun hatinya
meyakinkan bila ia akan baik-baik saja tanpa Lia, sekeras itu pula hatinya juga
takut kehilangan Lia.
“Kamu udah janji bakal sama-sama aku terus,
jadi tidak boleh bohong, tidak boleh sakit,” ucap Arya dengan suara bergetar
lalu mengecup kening Lia dengan lembut.
Lia mengangguk lalu tersenyum lembut. Arya
dapat merasakan suhu tubuh Lia yang mulai memanas. Lia tiba-tiba lemas dan
demam, perasaan Arya sudah kalang kabut dan tidak enak. Kalau saja besok ia tak
memiliki janji temu dengan dokternya mungkin Arya akan lebih panik lagi.
“Tuan! Kabar buruk!” seru kepala pelayan
dengan panik. “Tuan Besar sakit,” ucap kepala pelayan.
“Tuan Besar? Ayahku?” tanya Arya kaget dan
panik di saat bersamaan.
Kepala pelayan mengangguk. “Tuan Besar di
larikan ke rumah sakit setelah bertengkar hebat dengan Nyonya Besar,” jawab
kepala pelayan yang membuat Arya tak habis pikir dengan hubungan rumah tangga
ayah dan ibunya yang jarang benar-benar akur, meskipun ini bukan pertengkaran
pertama namun ini bisa jadi pertengkaran terbesar yang mereka alami hingga
harus mengabari Arya.
“Siapkan mobil aku akan kesana segera!” perintah Arya dengan tegas lalu mengelus pelipisnya yang begitu pusing dengan masalah yang menimpa orang-orang terdekatnya. “Tunggu aku pulang, besok aku akan tetap berusaha menemanimu di periksa,” ucap Arya lalu merapikan selimut Lia dan meninggalkannya sendiri di kamar.
0 comments