Bab 41 – Liburan Keluarga
Arya masih berkabung hingga hampir empat puluh hari. Kadang Arya terlihat ceria dan biasa saja menjalani harinya dengan tegar. Tapi saat ia sendirian atau saat ia bersama Lia berdua, Arya terlihat murung dan sedih. Sedikit berbeda dengan ayahnya yang sudah ikhlas dan mampu menerima kenyataan bila kematian orang tuanya yang memang sudah sakit-sakitan dan berusia lanjut adalah jalan yang terbaik.
“Tuan, apa
aku tidak cukup untuk menghiburmu sedikitpun?” tanya Lia setelah berhubungan
intim dengan Arya.
Arya
tersenyum lalu mengecup kening istrinya dengan lembut. “Kamu lebih dari cukup
Lia, aku hanya sedih karena tidak bisa mengenalkan anak kita nanti pada Opa.
Aku juga merasa sedih karena tidak bisa merawatnya di saat-saat terakhir,”
jawab Arya sambil mengelus perut Lia.
Lia
menghela nafas sambil mengangguk paham. “Sebentar lagi aku melahirkan, aku
takut,” ucap Lia pelan.
Arya
menatap Lia lembut, Arya melihat seorang gadis muda yang belum benar-benar siap
secara fisik untuk hamil dan punya anak namun terpaksa menjalaninya. Arya
melihat ketakutan di wajah Lia meskipun Arya selalu yakin bila Lia pasti akan
kuat dan baik-baik saja.
“Aku takut
sakit, kadang dedeknya kayak kontraksi gitu. Sakit,” keluh Lia pada Arya.
“Apa mau
oprasi saja?” tawar Arya yang tidak tega bila Lia kesakitan dan merasa tidak
kuat.
Lia
langsung menggeleng. “Tidak apa-apa Tuan, dokter bilang lebih baik kalau
normal. Aku mau normal saja,” jawab Lia yang sebenarnya hanya ingin mencurahkan
apa yang ia rasakan saja.
Arya
tersenyum lalu mengangguk. “Apapun pilihanmu, aku akan selalu mendukungmu,”
ucap Arya lembut. “Lia, kalau aku bisa menggantikan posisimu. Aku akan
melakukannya, tapi sayangnya kita bukan kuda laut,” ucap Arya yang membuat Lia
tertawa kecil merasa sangat terhibur dan senang karena Arya yang menghujaninya
dengan begitu banyak rasa sayang.
Kling!
Pesan masuk ke ponsel Arya, dari ayahnya yang mengajak Arya dan Lia untuk
liburan selama tiga hari di rumah lamanya di Australia.
“Lia!
Lihat!” seru Arya begitu semangat menunjukkan pesan dari ayahnya pada Lia yang
menunjukkan bila ibunya mengundang Lia secara pribadi untuk ikut juga dalam
liburan kali ini. “Ibu sepertinya sudah menerimamu!” seru Arya senang.
Lia membaca
pesan dari ayah mertuanya berkali-kali. ‘Ajak Lia, Ibumu ingin berlibur
dengannya juga.’ Pesan singkat yang terasa cuek namun begitu membuat Lia dan
Arya bahagia.
“Aku senang
sekali,” ucap Lia sambil menangis haru karena Alma yang memusuhinya
mengundangnya juga.
●●●
Arya tak
banyak bersiap-siap, ia memiliki semuanya di rumah kelurganya di Australia. Ia
tinggal berangkat saja, tapi Lia tidak begitu dan mempersiapkan barang bawaan
Lia adalah hal favorit Arya yang baru. Arya memilihkan pakaian-pakaian panjang
yang rapi dan sopan juga lingerie sexy untuk malam hari yang rasanya
selalu wajib Lia gunakan.
Tak hanya
itu Arya juga membawakan daster karena senang melihat istrinya menggunakan
daster. Arya hanya bisa mentoleransi daster saat Lia yang menggunakannya. Tidak
dengan wanita lain, apa lagi bila gemuk dan dasternya sudah koyak. Tapi saat
Arya melihat istrinya yang tambah berat badan hampir 15 kg lebih itu
menggunakan daster, penampilannya jadi terlihat begitu menggemaskan.
“Kamu pasti
suka liburan kali ini, nanti ku tunjukkin yayasan yang ku buat. Kita juga bisa
liat pertandingan-pertandingan di sana, kalo kamu suka judi kita bisa cari
kasino juga. Tapi kasinonya gak sekeren yang ada di Hongkong sama LA,” ucap
Arya begitu antusias.
Lia melongo
mendengar ucapan Arya. Lia jadi semakin kagum pada Arya.
“Sepertinya
aku cuma pengen liat salju saja Tuan, kalau tidak aku ingin melihat koala dan
kanguru. Aku tidak suka judi,” ucap Lia menanggapi suaminya.
“Kalo gitu
kita bakal banyak jalan-jalan kayak turis,” ucap Arya ceria yang di angguki
Lia.
Begitu
sampai di bandara dan langsung naik ke pesawat. Lia dan Arya langsung di sambut
dengan kehadiran Jalu dan Alma. Alma masih kaku dan canggung, tapi wanita itu
tidak melontarkan kata-kata kasar pada Lia dan lebih banyak diam.
Lia juga
bingung harus memulai bagaimana, sama seperti Alma yang bingung harus memulai
dari mana. Arya dan Jalu sudah berharap banyak pada istri-istri mereka agar
segera mengobrol, tapi pada akhirnya Lia dan Alma hanya diam saja.
“Tidak
apa-apa, mungkin Ibu masih canggung,” ucap Arya menyemangati Lia yang tampak
murung setelah muntah di toilet pesawat.
Lia
mengangguk. “A-aku bingung harus bicara apa,” ucap Lia berbisik pada Arya
sambil berjalan ke bangkunya lagi.
Arya
tersenyum sambil merangkul bahunya. “Tidak apa-apa, nanti pasti kalian akan
mengobrol dengan baik. Ibu suka mengobrol,” ucap Arya kembali menyemangati Lia.
Tapi
nyatanya sepanjang perjalanan hampir 8 jam. Lia dan Alma sama sekali tak
bicara. Alma juga ragu mengajak Lia bicara saat Lia terlihat teler setelah
muntah. Setelah itu pula Lia juga terlelap dalam dekapan Arya yang terlihat
sangat memanjakannya.
“Apa Bu?”
tanya Arya saat Alma menatap Lia yang terlelap dalam dekapannya.
Alma hanya
menggeleng lalu kembali mengalihkan pandangannya dengan menonton film bersama
Jalu.
“Lia memang
pendiam, tapi dia penurut,” ucap Jalu meyakinkan Alma.
“Sepertinya
dia sombong sampai tidak mengajakku bicara,” ucap Alma pesimis.
Jalu
langsung berdecak. “Kamu terus menyudutkannya, tentu saja dia jadi terus diam.
Dia takut, saat aku di rumah Arya juga dia takut padaku. Dia terus menundukkan
pandangannya dan bersembunyi di kamar seperti bocah yang di hukum,” ucap Jalu
meyakinkan istrinya.
Alma menghela nafas. “Nanti akan ku coba bicara duluan kalau begitu,” putus Alma yang akhirnya mau mengalah dan kembali menurunkan ego juga gengsinya.